21 Mei 2010

» Home » Pikiran Rakyat » Suksesi Kepemimpinan

Suksesi Kepemimpinan

Oleh Dede Mariana

Partai Demokrat sedang melaksanakan kongres nasional kedua pada 21-23 di Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, sekitar 150 kilometer dari Kota Jakarta, ibu kota negara RI.  Agenda kongres nasional suatu partai politik yang kerap kali ditunggu-tunggu adalah terpilihnya ketua umum baru partai tersebut. Demikian pula dengan Partai Demokrat. Paling tidak dalam dua minggu terakhir ini Jawa Barat dan wilayah Bandung khususnya diramaikan oleh aksesori Partai Demokrat, baik berupa bendera-bendera, baliho partai, maupun wajah calon kandidat yang akan dipilih menjadi ketua umum Partai Demokrat melalui Kongres Nasional tersebut.


Hingga kini belum diketahui secara pasti berapa orang kandidat calon ketua umum yang akan bertarung untuk dipilih para peserta kongres. Namun yang beredar di publik melalui pemberitaan media cetak dan elektronik maupun melalui baliho-baliho, tercatat ada tiga orang, yakni Marzuki Alie, Anas Urbaningrum, dan Andi Mallarangeng.

Siapakah di antara ketiga kandidat tersebut yang akan terpilih atau dipilih peserta kongres, tentu hanya para peserta kongres yang lebih mengetahui. Bahkan, beredar kabar bahwa sesungguhnya para peserta kongres, baik dari pengurus cabang kabupaten/kota maupun pengurus provinsi Partai Demokrat yang berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia, telah mengantungi nama kandidat pilihannya yang akan dijadikan ketua umum Partai Demokrat untuk masa lima tahun ke depan.

Berbagai upaya yang dilakukan kandidat, antara lain memasang iklan di media dengan memuat figur-figur yang mendukungnya, baik atas nama pribadi maupun kolektif pengurus. Ada pula yang memasang baliho-baliho dan poster sebanyak-banyaknya di pelosok Kota Bandung, baik yang beregister maupun tanpa register yang penting bisa diketahui publik akan eksistensinya.

Seorang kawan bergumam, ”Kenapa ya suksesi kepemimpinan partai, tetapi harus pasang-pasang baliho dan poster yang banyak di ruang-ruang publik layaknya pemilu presiden atau pemilu kepala daerah yang akan dipilih oleh publik luas?”

Terhadap pertanyaan tersebut, saya hanya berujar, ”Yah mungkin biar ramai dan sebagai bentuk pertanggungjawaban kandidat dan para pendukungnya terhadap donatur yang membiayai kampanye para calon ketua umum tersebut”.

Ada pula kandidat yang membuat diskusi buku yang memuat tentang siapa figur calon ketua umum yang berkompetisi di kongres Partai Demokrat kali ini.

Budaya restu

Di antara ketiga calon yang ada tersebut, siapakah yang berpeluang terpilih? Tentu banyak faktor yang menentukan keterpilihan seseorang di dalam suatu kongres partai politik di Indonesia yang masih dalam tahap transisi demokrasi. Pertimbangan-pertimbangan memilih seseorang masih jauh dari sifat rasional dan netral. Ada saja unsur  tidak rasionalnya, seperti soal restu dari ”orang kuat” yang difigurkan dari partai tersebut. Kalau di PDIP ada figur Megawati yang dianggap sangat menentukan partai, di Partai Demokrat ada figur sentral Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan, Partai Demokrat diidentikkan dengan figur Yudhoyono sehingga klaim-klaim mendapat restu Yudhoyono kerap kali mencuat kepermukaan.

Budaya restu ini tentu saja untuk suatu partai modern yang hendak bekerja di negara modern akan sangat tidak kondusif. Oleh karena itu, harus segera ditinggalkan dan ditanggalkan hari ini juga, kalau partai politik itu ingin benar-benar menjadi penopang demokrasi dari suatu negara modern, di mana dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia yang maju dan modern. Memang ada upaya eufemisme untuk kebiasaan mendapat restu ini, bahwa ada calon yang dapat trust (penghalusan dari restu) yang diberikan Susilo Bambang Yudhoyono, langsung atau tidak langsung, eksplisit atau implisit. Kalaulah mau, bentuk restu Yudhoyono sebenarnya bisa diwujudkan melalui keikutsertaan Yudhoyono di dalam memberikan suara yang nilainya sama dengan peserta kongres lainnya saat pemilihan calon ketua umum nanti. Dengan mekanisme seperti itu, maka restu atau trust dari Yudhoyono menjadi hal yang tidak menentukan secara dominan. Bahkan, suara Yudhoyono pun bisa kalah oleh suara lainnya manakala dijumlahkan saat penghitungan hasil voting nanti. Inilah namanya proses pelembagaan politik ”restu” secara lebih modern dan akan memberi prospek kepada publik bahwa di partai politik terjadi demokratisasi bukan oligarki apalagi dikendalikan oleh rezim keluarga.

Dalam konteks kontestasi para calon atau kandidat Ketua Umum Partai Demokrat, tampaknya apabila para pendukung Marzuki Alie tidak meneruskan pencalonannya, maka calon tinggal dua saja, yakni Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng. Dari kecenderungan yang ada tampaknya memang masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan. Misalnya Andi dianggap lebih matang, ceria, relatif terbuka, dan punya network yang baik dengan berbagai kalangan yang sangat heterogen.  Sementara Anas dianggap lebih cool, cermat, tetapi terkesan dan serbarahasia serta kaku.

Tentu saja penentu pemilihan Ketua Umum adalah para peserta kongres Partai Demokrat. Akan tetapi, kesan publik terhadap kedua figur hendaknya menjadi salah satu pertimbangan pula. Selamat berkongres, mudah-mudahan publik dapat pembelajaran dari peristiwa ini.***

Penulis, Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran Bandung.
opini pikiran rakyat 22 mei 2010