A Helmy Faishal Zaini
(Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal)
Rabu pagi, 13 Januari lalu, Istana diguyur hujan gerimis, ternyata menambah asri nan hijau suasana pelataran di taman tengah Istana. Di taman itu, berdiri pohon trembesi (Samanea saman) yang sudah berumur 130 tahun. Pagi itu saya menyimak betul apa yang dikatakan Bapak Presiden SBY kepada para menteri dan peserta budi daya trembesi terkait pentingnya pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan.
Saya kagum dengan apa yang dipaparkan dan menjadi perhatian Presiden SBY tersebut. Kekaguman saya ini, bukan karena saya pembantu Presiden, sebagai Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, melainkan Presiden SBY memiliki komitmen yang begitu tinggi terhadap masalah-masalah lingkungan yang perlu dijaga dan dilestarikan bersama.
Saya kira, saya diundang oleh Bapak Presiden SBY dalam pertemuan itu karena daerah-daerah tertinggal yang menjadi tugas utama saya juga harus turut serta melestarikan masalah-masalah lingkungan dengan cara membangun dan mengentaskan daerah-daerah tertinggal menjadi garda terdepan sebagai green village.
Persoalan perlunya penghijauan demi menjaga kelestarian lingkungan memang menjadi concern Presiden SBY dan pemerintah. Hal ini karena sebagaimana diketahui bahwa dunia sekarang dihadapkan pada perang melawan perubahan iklim. Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau 'Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim' mengatakan bahwa 90 persen aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir membuat planet kita semakin panas. Sejak Revolusi Industri, tingkat karbondioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir (Wikipedia, 2009).
IPCC juga menyimpulkan bahwa 90 persen gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, seperti karbondioksida, metana, dan dinitrogen oksida, telah secara drastis menaikkan suhu Bumi. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah banyak dan menyumbang pada pemanasan global.
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Berbagai bencana yang terkait dengan perubahan iklim telah terjadi hampir di seluruh wilayah negeri ini. Mulai dari banjir, kekeringan, tanah longsor, badai tropis, sampai meningkatnya prevalensi penyakit-penyakit tropis yang terkait dengan perubahan iklim, seperti malaria, demam berdarah, dan diare (Arif Fiyanto, Pemerintah Indonesia dan Krisis Iklim, 2009).
Menurut data dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup, sepanjang 2008 saja, tidak ada satu bulan pun yang bebas dari bencana terkait perubahan iklim di negeri ini. Berbagai bencana yang terkait dengan perubahan iklim datang silih berganti di berbagai wilayah Indonesia, menewaskan ratusan korban jiwa, dan menyebabkan kerugian finansial triliunan rupiah.
Komitmen Pemerintah
Presiden SBY dalam berbagai kesempatan telah menyampaikan komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Pada 2007, saat Indonesia menjadi tuan rumah konferensi perubahan iklim dunia di Bali, Presiden SBY mengatakan bahwa Indonesia akan segera mengambil langkah nyata dalam mengurangi emisi gas rumah yang dihasilkan Indonesia, baik dari sektor hutan maupun sektor energi.
Pada pertemuan G8 di Jepang, Presiden SBY kembali mengatakan komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia, terutama dari sektor kehutanan. Presiden SBY mengatakan bahwa pada 2009 emisi gas rumah kaca dari sektor hutan akan berkurang sebesar 50 persen, lalu pada 2012 akan berkurang sebesar 75 persen, dan pada 2025, emisi gas rumah kaca Indonesia dari sektor kehutanan akan berkurang sebesar 95 persen (Arif Fiyanto, 2009).
Baru-baru ini, dalam rangka penyusunan rencana aksi yang diperbarui dalam KTT Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, Presiden SBY berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon atau gas emisi hingga 26 persen pada 2020. Dalam rencana aksi yang baru, sistem dan mekanisme bagi pertanggungjawaban sebuah program untuk pengurangan emisi akan semakin kredibel.
Dalam upaya untuk mencegah perubahan iklim, Presiden SBY juga melakukan upaya-upaya konkret. Di antara upaya yang dilakukan oleh Presiden SBY adalah Pencanangan Gerakan Menanam Pohon Nasional. Gerakan tersebut dicanangkan di Puslit Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dalam kesempatan itu, Presiden SBY mencanangkan perlunya gerakan menanam pohon satu orang satu pohon (one man one tree).
Menurut Presiden SBY, dengan adanya gerakan tersebut akan membuat Indonesia lebih lestari dan hijau sekaligus bisa memperbaiki kesejahteraan. Presiden SBY juga mengatakan bahwa gerakan menanan pohon secara nasional akan berhasil jika seluruh pimpinan, yakni di pemerintah pusat, kepala daerah, juga pimpinan informal, bertanggung jawab secara moral dan memberikan contoh dalam menjaga lingkungan dan hutan.
Dalam upaya memasyarakatkan gerakan menanam dan memelihara pohon secara nasional sebagai sikap hidup dan budaya bangsa, Presiden SBY menetapkan tanggal 28 November 2008 sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia.
Penetapan tersebut dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia. Tanggal tersebut juga ditetapkan sebagai awal dimulainya penanaman pohon serentak di seluruh Indonesia.
Peran KPDT
Apa yang menjadi komitmen Presiden SBY dan pemerintah tersebut perlu kita dukung bersama dan direalisasikan dalam bentuk nyata. Sehubungan dengan itu, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) tidak akan tinggal diam. Oleh karena itu, arah kebijakan yang dilakukan KPDT dalam upaya membangun desa-desa tertinggal, aspek yang harus diperhatikan dalam membangun desa-desa tersebut adalah prioritas pada aspek tata ruang, aspek lingkungan, dan kelestarian alam. Semuanya akan mengacu pada paradigma pembangunan yang berkelanjutan (sustainability) dan berwawasan lingkungan. Di antara kebijakan yang dilakukan oleh KPDT adalah berupa pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian kawasan lingkungan alam pedesaan, serta revitalisasi kawasan-kawasan strategis pedesaan. Singkat kata, arah kebijakan KPDT dalam membangun desa-desa tertinggal berupaya mewujudkan: desaku yang permai adalah desaku yang hijau.
Opini Republika 20 Januari 2010
19 Januari 2010
Menghijaukan Desaku
Thank You!