22 Januari 2010

» Home » Suara Merdeka » Gairah Studi Wisata Lokal

Gairah Studi Wisata Lokal

TATKALA masa liburan, ketika kita lewat di jalan-jalan raya, prasarana transportasi itu macet.

Ketika kita menyaksikan berita di televisi, ditayangkan jalan menuju ke daerah-daerah wisata, macet. Dikabarkan objek-objek wisata dibanjiri pengunjung.

Sekolah-sekolah umumnya juga mempunyai program mengadakan studi wisata atau karya wisata yang hukumnya semi, bahkan wajib, bagi siswanya.


Biasanya kegiatan  tersebut menjadi program tahunan pada saat liburan semester dengan menjadwalkan anak didik berkunjung ke beberapa objek wisata, dan mereka diberi tugas membuat laporan.

Pengalaman selama ini, baik saat penulis menjadi siswa maupun sekarang menjadi orang tua siswa atau wali murid, menunjukkan bahwa objek wisata yang dituju atau dikunjungi adalah minimal daerah di luar kabupaten, bahkan di luar propinsi atau pulau.

Biasanya untuk murid kelas 3, 4, dan 5 SD di Kabupaten Semarang minimal berkunjung ke Magelang, Solo, atau Yogyakarta dan sekitarnya. Bagi murid kelas 6  atau siswa SMP minimal pergi ke Ibu Kota. Untuk siswa SMA paling tidak diwajibkan berkunjung ke Pulau Bali.

Meski dengan menggerutu, biasanya orang tua akan berupaya mencari biaya untuk anak-anaknya agar bisa mengikuti. Meski diembel-embeli nama studi atau karya, praktiknya sekolah belum seluruhnya memberikan tugas yang benar-benar dilaksanakan anak selama berkunjung ke suatu objek.

Ketika seorang guru atau wali kelas menjadi pendamping, sebenarnya ada beban tugas dan tanggung jawab yang berat agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan misalnya ketika berwisata ke pantai ya jangan terjadi ada anak yang sampai terseret ombak. Ketika ke Pulau Dewata jangan sampai anak-anak SMA yang sedang dibimbingnya sampai melakukan hal-hal yang tidak senonoh misalnya.

Berdasar pengalaman-pengalaman itu, alangkah baiknya jika studi wisata atau karya wisata yang menjadi program rutin tahunan sekolah diubah arah haluannya. Maksudnya, progran tetap dijalankan namun yang dikunjungi adalah objek-objek di wilayah kabupaten masing-masing.

Untuk daerah Kabupaten Semarang banyak sekali potensi wisata yang bisa dikunjungi di daerah yang berada di lereng Gunung Ungaran, Merbabu, dan Telomoyo ini.

Di Ambarawa ada Museum Palagan dan Museum Kereta Api. Di Museum Kereta Api banyak koleksi lokomotif yang usianya sudah tua. Ada gerbong kereta bergerigi yang tidak bisa ditemukan di setiap stasiun. Ada lori yang bisa dinaiki pula.

Memang untuk kereta api uap bergerigi, tiketnya cukup mahal. Tiket terasa mahal kalau kita naik secara perorangan.

Tentunya kalau secara berombongan, harga tiket bisa ditanggung bersama. Kalau studi wisata ke Bali saja mampu, kenapa ini tidak? Tapi rasanya harga yang mahal itu akan sebanding dengan pengalaman yang akan diperoleh jika anak-anak benar-benar berstudi wisata.

Selain merasakan asyiknya naik kereta uap bergerigi yang  berjalan di atas rel menanjak dan berkelok, anak-anak sekaligus bisa belajar sejarah perjuangan dan kemerdekaan Indonesia.

Demikian pula jika anak-anak diajak ke Palagan Ambarawa. Mereka akan bisa lebih mengenal Panglima Besar Jenderal Soedirman. Apa itu perang gerilya, dan sebagainya.

Lebih-lebih di sekitar Ambarawa juga banyak terdapat objek wisata seperti Bukit Cinta di daerah Muncul Banyubiru. Objek wisata Rawa Pening yang terkenal dengan legendanya Baru Klinthing. Ada Taman Wisata Bandungan.

Naik sedikit ada Candi Gedong Songo yang juga mengandung nilai sejarah. Sekarang juga sudag beroperasi wisata baru yang dilengkapi dengan berbagai sarana di objek wisata Umbul Sidomukti milik Mantan Menakertrans Siswono Yudho Husodo.
Dari Ambarawa ke arah selatan ada  Kopeng.

Ke utara di daerah Ungaran ada desa wisata Keji yang tak kalah menariknya karena di desa ini anak-anak bisa dikenalkan dengan berbagai jenis permainan anak-anak tradisional dan sebagainya.

Mestinya Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang melihat peluang ini sebagai usaha strategis untuk meningkatkan potensi wisata. Dinas Pariwisata bisa menjalin kerja sama dengan sekolah-sekolah untuk program studi wisata.

Dinas Pariwisata bisa bekerja sama atau memberdayakan masyarakat sekitar lokasi objek wisata untuk membuat  semacam home stay.

Rumah-rumah penduduk  dijadikan penginapan yang bisa menjadi tempat pembelajaran bagi anak-anak untuk merasakan nikmatnya sekaligus susahnya menjadi petani atau orang desa misalnya.

Saya kira ini akan menjadi pengalaman sekaligus pembelajaran yang tak terkira nilainya bagi anak-anak yang semakin tergerus oleh kemajuan zaman.

Tentu saja studi wisata akan benar-benar bermanfaat bagi pembelajaran jika anak-anak benar-benar diberi tugas yang berhubungan dengan pelajaran. Belum lagi bila mereka harus mempresentasikannya kembali di sekolah.

Penulis yakin jika potensi wisata dikembangkan seperti ini, diawali dengan menumbuhkan rasa cinta terhadap potensi objek wisata lokal, pasti ke depan akan mengundang anak-anak atau siswa dari sekolah-sekolah di kabupaten lain untuk berkunjung, berstudi wisata, dan menikmati indahnya wisata di Kabupaten Semarang.

Meminjam ungkapan dai kondang KH Abdullah Gymnastiar,  istilahnya 3M: mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang.(10)

— Sugiyati SPd, guru SMA Negeri 1 Ambarawa, Kabupaten Semarang
Wacana Suara Merdeka 23 Januari 2010