PADA 11 Desember 2009, Blora memasuki usianya yang ke-260. Usia yang sudah tidak muda lagi. Tetapi betapapun harus diakui bahwa pembangunan di kabupaten kawasan perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur ini masih harus menapaki jalan panjang dan berliku.
Tercatat 890.000 lebih warga di Blora. Ironisnya, di Jawa Tengah sendiri, daerah ini termasuk sebagai salah satu yang tertinggal. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketertinggalan pembangunan daerah ini dari kabupaten lain.
Pertama, potensi sumber daya alam (SDA) yang realitanya lebih banyak milik negara.
Dari 182.058.777 ha luas wilayah kabupaten ini, lebih dari 45% merupakan kawasan hutan yang dikelola negara. Otomatis, Blora menjadi kabupaten relatif stagnan hanya bisa memanfaatkan sekitar 55% dari
Kedua, minimnya sumber daya manusia (SDM), yang masih belum cukup memadai untuk membangun secara maksimal.
Memang, tidak sedikit warga Blora yang punya potensi dan kapasitas, tetapi berapa dari mereka yang kembali ke tanah kelahirannya, dan ikut cancut taliwanda membangun kabupaten ini?
Ketiga, kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi secara maksimal dalam rangka pembangunan daerah, juga belum cukup dirasakan. Sebagian dari mereka masih berpikir terhadap diri sendiri, tanpa peduli terhadap lingkungan sekitar.
Ketiga hal itu adalah problem yang ada saat ini. Tentu saja, masih banyak problem lain, baik politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan, serta fenomena lapangan lainnya.
Sadar akan kondisi objektif-subjektif ini, maka pembangunan daerah saat inipun lebih diarahkan bagaimana meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakatnya.
Itulah sebabnya, hingga saat ini wareg, waras, wasis, dan wilujeng atau yang biasa dikenal dengan 4 (catur W) kian lekat di hati menjadi visi dan misi daerah yang tetap harus diperjuangkan bersama.
Dukungan legislatif dalam upaya mewujudkan 4 W tersebut juga sangat baik sehingga ada kesinambungan dan sinergi. Hal ini tentu menjadi angin segar dan lampu hijau dalam upaya pembangunan daerah yang lebih dekat mewujudkan rakyat sejahtera, di tengah keterbatasan.
Visi kabupaten ini sejalan dengan visi Gubernur Jateng Bibit Waluyo: Bali Ndesa Mbangun Desa, sehingga bagi warga Blora yang kebanyakan masyarakat petani diberi perhatian lebih.
Perhatian Gubernur diwujudkan dengan bantuan ribuan sumur pitu (lapang) bagi petani. Perhatian besar tersebut turut memotivasi masyarakat untuk tetap berjuang dalam keterbatasan. Sumur pitu dilhami dari gagasan yang disertai harapan bisa maslahat pitung turunan dan pitulungan.
Visi daerah kabupaten yang sejalan dengan visi provinsi menjadi pekerjaan berat, mengingat masih banyaknya tingkat kemiskinan. Sekitar 35% warga saat ini masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Momentum HUT ini adalah saat tepat untuk melakukan refleksi, terkait berbagai hal yang telah, tengah, dan bakal kita lakukan. Berbagai agenda kerja itu, sekaligus untuk menganalisis yang sudah dilakukan tetapi belum maksimal, sekaligus merumuskan berbagai hal yang belum dilakukan untuk membangun daerah ini.
Untuk itu, hal pertama yang harus disadari adalah, berbagai kekurangan termasuk kemiskinan, lambannya pembangunan daerah, jangan dilihat sebagai pekerjaan eksekutif dan legislatif semata, melainkan persoalan bersama yang harus dicarikan solusi bersama pula.
Dengan kesadaran itulah, peran serta berbagai pihak, akan muncul untuk melakukan pembangunan daerah. Sosok sedulur Pramugi Prawiro Wijoyo, tokoh samin yang pernah mendapatkan Kalpataru di era Orde Baru dan pada 5 November lalu mendapatkan penghargaan di bidang pembangunan lingkungan dari Presiden RI, selayaknya menjadi teladan sebagai masyarakat yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri tetapi juga memikirkan masyarakat sekitarnya, termasuk menjaga lingkungan.
Sebagai bangsa negeri yang pekerja keras, pemberani, pantang menyerah wekel kecekel lan kebak petung haruslah berani merobek lembaran masa yang suram.
Kita sepaham, kondisi ideal sudah lebih dekat Blora bakal jadi 5 besar di provinsi ini. Kuncinya adalah wutuh lan waluyo guna memantapkan Blora yang wareg, waras, wasis, dan wilujeng.
Untuk itu, keterlibatan masyarakat daerah ini secara luas, baik yang tinggal di Blora sebagai cah dan wong Blora atau di daerah lain, adalah wujud tanggung jawab akan daerah, demi mewujudkan masyarakat yang sejahtera. (10)
— RM Yudhi Sancoyo, Bupati Blora
Wacana Suara Merdeka 19 Desember 2009