04 Oktober 2009

» Home » Media Indonesia » 8 Windu Pengabdian TNI

8 Windu Pengabdian TNI

TENTARA Nasional Indonesia (TNI) lahir dari rahim Ibu Pertiwi, kemudian tumbuh dan berkembang hingga mencapai usia 64 tahun pada hari Senin, 5 Oktober 2009. Untuk ukuran manusia, usia ini tergolong matang dalam pemikiran dan dewasa dalam tindakan.

Cikal bakalnya, rakyat yang berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya selalu bersama rakyat untuk menjaga kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan NKRI.

Sejalan dengan bergulirnya reformasi nasional tahun 1998, rakyat Indonesia berkehendak untuk menata ulang posisi dan peran tentara. Maka sejak 1 April 1999, kembali digunakan nama Tentara Nasional Indonesia, setelah dipisahkan dengan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Dua institusi yang sebelumnya menyatu dan terintegrasi dalam institusi ABRI. Penataan ini secara resmi dikukuhkan melalui Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, serta Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.

Peran tentara dan reformasi

Setelah 8 windu berlalu, peran tentara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada dasarnya dapat dibedakan dalam 2 periode waktu. Periode pertama, sejak kelahirannya hingga akhir pemerintahan Orde Baru. Pada periode ini sesungguhnya tentara berperan sebagai kekuatan pertahanan keamanan sekaligus kekuatan sosial politik. Dua peran yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Dwifungsi ABRI dalam UU RI Nomor 20/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia.

Kekurangan dan kelebihan dalam mengimplementasikan peran ABRI pada masa itu kelak menjadi pembicaraan publik di kemudian hari. Suatu kondisi yang pada akhirnya kita sadari kurang sesuai dengan alam demokrasi, walaupun peran tersebut sesungguhnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Karena itu, pengalaman pada periode ini mengandung pembelajaran untuk menatap masa depan yang lebih baik.

Era reformasi, terutama setelah keluarnya UU RI Nomor 34 Tahun 2004, merupakan periode kedua pengabdian TNI dengan peran selaku alat negara di bidang pertahanan. Peran baru yang selaras dengan paradigma baru menyongsong abad XXI yang dirumuskan TNI pada tahun 1998. Intinya bahwa apa pun yang dilakukan TNI senantiasa dalam rangka pemberdayaan institusi fungsional dan dilaksanakan bersama komponen lain (TNI tidak berpretensi untuk dapat menyelesaikan semua permasalahan bangsa), TNI merupakan bagian dari sistem nasional, serta segenap peran dan tugas TNI dalam kehidupan berbangsa dilakukan atas kesepakatan bangsa dengan pengaturan secara konstitusional.

Paradigma baru inilah yang merupakan landasan utama TNI dalam melaksanakan reformasi internal, melakukan perubahan dan penataan struktur, doktrin dan kultur menuju TNI yang solid, profesional, tangguh, modern, berwawasan kebangsaan, serta mencintai dan dicintai rakyat. Berpedoman pada amanat Undang-Undang TNI, reformasi dilaksanakan melalui lima agenda utama untuk membentuk TNI yang netral dan tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, taat hukum, profesional, dan sejahtera.

Setelah sebelas tahun berjalan, reformasi internal TNI telah membuahkan banyak perubahan. Banyak pihak memberi apresiasi atas hasil yang dicapai TNI, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Kesemuanya tidak bisa dipisahkan dari peran serta dan dukungan rakyat dan segenap komponen bangsa Indonesia. Namun, bila mencermati kelima agenda utama, harus diakui bahwa pencapaiannya masih jauh dari sasaran yang diharapkan. Penyebabnya, karena TNI hanya merupakan bagian dari sistem nasional yang tidak mungkin menentukan sendiri langkah menuju sasaran yang disepakati bersama.

Agenda netralitas dan tidak berpolitik praktis secara nyata telah dapat dibuktikan oleh TNI dalam pilkada di beberapa daerah dan terakhir dalam rangkaian kegiatan pesta demokrasi, Pemilihan Umum 2009. Mengenai pengalihan bisnis dan peradilan militer, TNI berada dalam posisi menunggu hasil keputusan akhir dari proses yang sedang berlangsung di tingkat pemerintah. Adapun profesionalisme dan kesejahteraan, sangat tergantung pada banyak faktor. Setidaknya berkaitan dengan kemampuan keuangan negara serta kebijakan dan keputusan politik negara.

Kinerja TNI setahun terakhir

Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, pelaksanaan tugas TNI pada umumnya dapat berjalan sesuai program, berkat dukungan dan kerja sama berbagai pihak. Alokasi anggaran belanja negara yang masih jauh di bawah kebutuhan minimal, diupayakan penggunaannya secara optimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pengelolaannya dilaksanakan dengan lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya, hingga TNI dapat memperoleh predikat wajar dengan penilaian dari instansi berwenang.

Pengamanan di perbatasan merupakan tugas yang menarik banyak perhatian selama setahun terakhir. Terutama di perairan Ambalat dan pulau-pulau terluar, serta perbatasan darat dengan tiga negara tetangga Malaysia, Republik Demokratik Timor Leste, dan Papua Nugini. Patroli laut dan udara di perairan Ambalat dapat dilaksanakan sesuai kebutuhan berpedoman pada prosedur tetap operasi dengan mengerahkan kekuatan laut dan udara. Sebanyak tujuh pulau terluar yang belum berpenghuni, secara rutin dijaga oleh pasukan TNI-AL. Adapun lima pulau lain yang telah dihuni penduduk, diamankan oleh pasukan TNI-AD.

Pengamanan laut yurisdiksi nasional dan alur laut kepulauan Indonesia, khususnya Selat Malaka, dilaksanakan melalui operasi keamanan laut, didukung operasi udara, serta patroli laut/udara terkoordinasi dengan angkatan bersenjata negara tetangga. Hasilnya belum sepenuhnya memuaskan, sehingga masih terjadi pelanggaran wilayah laut dan kegiatan ilegal di laut (illegal fishing/logging/mining) yang sangat merugikan Indonesia.

Peningkatan kesiapan armada TNI-AL dan bahkan penambahan kapal-kapal patroli cepat, rasanya bukan hal yang berlebihan bagi negara Indonesia yang dipersatukan oleh laut atau perairan.

Wilayah udara yurisdiksi nasional terbentang luas dan memiliki potensi kekayaan dirgantara. Pengamanannya dilaksanakan oleh Komando Pertahanan Udara Nasional dengan unsur-unsur yang terdiri atas berbagai instansi. Selain memerlukan penambahan radar militer agar dapat menjangkau dan mengamati seluruh wilayah Indonesia, pemenuhan pesawat tempur sergap dan peluru kendali pertahanan udara merupakan kebutuhan yang perlu dipertimbangkan demi menjamin kedaulatan negara di udara dan dirgantara.

Tugas pemberdayaan wilayah oleh komando kewilayahan TNI secara umum menunjukkan hasil yang semakin baik, khususnya yang berkaitan dengan deteksi-cegah-tangkal dini untuk kepentingan tugas pertahanan negara. Adapun yang berhubungan dengan pembangunan nasional, telah terjalin kerja sama yang baik dengan berbagai instansi guna menunjang perbaikan taraf hidup masyarakat. Antara lain di bidang pertanian, kelautan, kehutanan, perumahan, sarana prasarana perdesaan, kesehatan, keluarga berencana, serta pendidikan dan pengajaran di daerah terpencil. Yang juga tidak pernah ketinggalan, keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana alam dan pengungsian penduduk.

Peran serta aktif TNI dalam tugas perdamaian dunia yang dimulai sejak tahun 1957 juga semakin mengharumkan nama Indonesia. Keberadaan sekitar 1.500 prajurit TNI mengemban mandat PBB di beberapa belahan dunia saat ini, seperti di Libanon, Kongo, Nepal, Sudan, Liberia, dan Georgia menjadi bukti nyata komitmen Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Harapan

Kejayaan pada tahun 1960-an ini merupakan impian TNI ke depan dan sekaligus diharapkan menjadi cita-cita bersama rakyat Indonesia. Terwujudnya TNI yang solid, profesional, tangguh, modern, berwawasan kebangsaan, serta mencintai dan dicintai rakyat diyakini bukanlah mimpi dan cita-cita yang akan sia-sia demi negara kepulauan Indonesia yang luas dan strategis serta memiliki kandungan kekayaan alam berlimpah. Apalagi dalam menghadapi perkembangan lingkungan global yang pasti tidak akan luput dari persaingan memperjuangkan kepentingan nasional setiap negara, termasuk perebutan sumber daya alam.

Opini Media Indonesia 5 Oktober 2009

Oleh Marsekal Muda TNI Sagom Tamboen, SIP, Kapuspen TNI