19 Mei 2010

» Home » Media Indonesia » Mewaspadai Hot Money

Mewaspadai Hot Money

Aliran dana asing yang belakangan ini dengan deras masuk ke Indonesia memang menggembirakan. Kenapa demikian? Karena hal itu memberi sinyal bahwa investor asing menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi investasi yang prospektif.


Meski demikian, aliran dana asing yang kian kencang tetap harus diwaspadai. Sebab, dikhawatirkan aliran dana yang masuk itu adalah hot money yang dapat mudah keluar. Pendek kata, kewaspadaan ini penting, sebab arus modal dalam bentuk hot money itu sangat rentan untuk ditarik kembali lantaran terpengaruh oleh isu-isu tertentu. Dengan demikian tiba-tiba bisa keluar dan membuat guncangan-guncangan lain.

Meski demikian, pemerintah tetap optimistis sistem perekonomian tetap stabil dan mantap. Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini cukup bagus, yakni 5,7%. Nilai tukar rupiah juga menguat di kisaran 9.050 per dolar AS. Inflasi dalam empat bulan pertama juga relatif terkendali di kisaran 3,5% year on year. Cadangan devisa pun bertambah, kini ada di kisaran US$78 miliar. Cukup untuk membiayai keperluan impor hingga enam bulan ke depan.

Kendati fondasi perekonomian cukup stabil, jangan sampai membuat terlena pemerintah dan bank sentral terhadap derasnya aliran modal asing. Jauh lebih baik apabila arus modal itu lebih dimanfaatkan untuk sektor produktif dan permanen.

Oleh sebab itu, pemerintah seyogianya mewadahinya dalam bentuk iklim investasi yang bisa mendorong berbagai arus modal itu masuk ke sektor produktif. Untuk itu, pemerintah harus tetap menjaga kewaspadaan dari sisi kebijakan sektoralnya agar iklim investasi ke sektor riil dapat dijadikan tempat yang paling tepat bagi modal asing.

***
Di sisi lain, otoritas atau regulator finansial harus membuat kebijakan yang menguntungkan banyak pihak, terutama bangsa Indonesia. Dalam hal ini yang perlu ditekankan adalah bahwa aliran dana asing yang masuk ke dalam negeri bukannya harus dibatasi, melainkan harus diwaspadai.

Cara mewaspadainya adalah dengan mencermati ke mana gerakan dana asing tadi. Apakah masuk ke instrumen surat utang di pasar modal melalui pembelian saham, obligasi, dan surat utang pemerintah lainnya. Ataukah masuk ke sektor riil dalam bentuk investasi langsung (foreign direct investment/FDI). Kalau bentuknya FDI, tentu ini menggembirakan dan mestinya tercatat dalam register Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Harapannya tentu investasi asing itu tidak hanya terkonsentrasi di pasar modal (dalam bentuk portofolio investasi), tapi juga masuk ke dunia usaha secara nyata. Dengan dukungan iklim investasi yang semakin baik dan diperkuat kondisi makroekonomi yang stabil, tentu pilihan investasi asing ke Indonesia tidak salah jalan.

Jika mengingat investasi asing tidak hanya satu-dua tahun ke depan saja, tetapi puluhan tahun, menjadi tugas pemerintah untuk terus memberikan iklim investasi yang tetap positif. Kestabilan sosial politik harus dilakukan. Ketertiban masyarakat juga harus diupayakan. Keamanan juga harus terus ditingkatkan, terutama terhadap aksi-aksi terorisme.

Sejalan dengan itu, kegiatan roadshow ke luar negeri terutama Eropa, Amerika, dan Timur Tengah harus terus dilakukan untuk memberikan informasi terkini tentang betapa menariknya investasi di Indonesia.

Promosi melalui jaringan televisi kabel internasional seperti CNN, CNBC, dan Bloomberg--untuk menyebut beberapa kanal televisi kelas dunia--harus dilakukan agar para calon investor mengenal lebih dekat Indonesia. Tentu dibutuhkan dana besar untuk membiayai semua kegiatan promosi itu.

Tapi, karena yang ‘dijual’ adalah Indonesia, apalah artinya dana sebesar itu apabila dari kegiatan itu memberikan dampak finansial dan nonfinansial (intangible benefits) yang besar bagi bangsa dan negara.

***
Kembali ke soal hot money, sejatinya pemilik ‘dana panas’ tidak akan segera hengkang dari Indonesia, sehingga memberikan dampak negatif karena timbulnya guncangan-guncangan, apabila pemerintah mampu menciptakan iklim investasi di pasar keuangan yang kondusif. Dalam konteks kebijakan, pemerintah diharapkan mampu mengeluarkan kebijakan yang ramah investor (investor friendly).

Kebijakan yang konsisten dan penuh kepastian dengan dukungan perangkat perundang-undangan yang kuat. Suatu kebijakan yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi investor. Bagi investor yang akan menanamkan modalnya di sektor riil dengan horizon waktu yang panjang, kepastian soal kebijakan mutlak diperlukan. Rezim pemerintahan boleh berganti, tapi hendaknya kebijakan tidak berubah alias tetap.

Masuknya investor asing ke pasar modal di Indonesia sebenarnya juga memberikan dampak positif karena roda perekonomian terdorong bergerak lebih cepat. Pasalnya, pasar modal adalah tempat bertemunya pihak yang berkelebihan modal (investor) dan pihak yang membutuhkan modal (emiten perseroan). Investor akan memperoleh imbal hasil berupa capital gain dan dividen, sementara emiten perseroan memperoleh dana segar untuk menunjang kegiatan ekspansi usahanya yang kelak akan memberikan keuntungan bagi perseroan.

Jadi, hot money tidak harus dibatasi, tapi yang lebih penting adalah diawasi. Lebih penting dari semua itu, tentunya bagaimana menjaga agar hot money bertahan lama di Indonesia untuk memberikan manfaat bagi Indonesia. ***

Oleh Ryan Kiryanto Analis ekonomi dan keuangan
opini media indonesia 20 mei 2010