19 Mei 2010

» Home » Suara Merdeka » Dampak Positif Tol bagi Salatiga

Dampak Positif Tol bagi Salatiga

PEMBANGUNAN jalan tol Semarang-Solo yang kini masih dalam tahap pengerjaan ditargetkan rampung pada 2012.  Sebagian wilayah di  Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Sukoharjo, bakal dilalui jalur bebas hambatan tersebut.

Keberadaan  jalan  itu diyakini berdampak positif , terutama dari sisi perekonomian dan transportasi bagi daerah yang dilewati, termasuk Kota Salatiga. Secara umum bagi masyarakat di Provinsi Jawa Tengah.

Kota Salatiga dengan empat kecamatan ini berada pada titik tengah jalur tol itu. Daerah ini menyimpan sejumlah potensi besar untuk dikembangkan apabila jalan  tol sepanjang 79 kilometer tersebut sudah jadi.

Di kaki Gunung Merbabu, Salatiga dikenal dengan  kota berhawa sejuk sehingga menjadi alternatif bagi para pensiunan yang berduit dalam mengisi hari tuanya.

Dua perguruan tinggi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) menjadi trade mark pendidikan di kota multietnis ini.


Dikatakan multietnis, karena kota yang kini dipimpin Wali Kota John M Manoppo SH ini bisa ditemukan beragam  penduduk dari berbagai suku di Indonesia. Data Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, terdapat 14 suku mendiami kota kecil ini. Belum lagi warga negara asing yang juga ikut tinggal.  

Pusat bisnis (perdagangan), tersentral memanjang di Jalan Jenderal Soedirman. Lalu, bagaimana dampak positif  bagi Salatiga ke depan setelah jalan tol Semarang-Solo difungsikan?

Dengan adanya jalan tol itu sangat dimungkinkan predikat Kota Salatiga seperti dijelaskan di atas akan bertambah. Selama ini sudah ada tanda-tanda, kota ini layak sebagai kota jasa dan pusat perkantoran.

Setelah jalan  tol Semarang-Solo difungsikan,predikat sebagai pusat jasa dan perkantoran akan semakin berkibar seiring dengan berkembangnya industri di sepanjang jalan tol.
Pasalnya, kawasan  industri sangat berpotensi tumbuh  di Salatiga dan sekitarnya yang masuk wilayah Kabupaten Semarang dan Boyolali. Lahan yang tersedia untuk kawasan industri masih cukup di daerah itu.

Akses angkutan  ke Pelabuhan Tanjung Emas dan  ke dua bandara, yakni Bandara A Yani Semarang dan Bandara Adi Soemarmo, juga semakin dengan dekat dengan adanya jalan tol tersebut.

Di samping itu, dengan adanya kawasan industri itu, para investor lebih melirik Kota Salatiga sebagai pusat  jasa dan perkantoran, karena letaknya yang strategis. Sebab, akan terlalu jauh kalau menjadikan Semarang ataupun Solo sebagai pusat jasa dan perkantorannya.
Bisnis Perumahan Selain industri,  sektor lain juga berpotensi tumbuh adalah  real estate atau perumahan. Dengan adanya jalan  tol, kemudahan transportasi ke Salatiga kian cepat dan mudah. Hal ini memberi peluang bagi investor /pengembang untuk membangun permukiman di wilayah Salatiga.

Dengan keunggulan daerah sejuk, bebas banjir, dan akses jalan tol menjadikan warga Kota Semarang, terutama yang berduit, akan bermigrasi ke Salatiga. Jarak Salatiga-Semarang sekitar 50 kilometer, dengan kondisi jalan sekarang, jarak sejauh itu harus ditempuh rata-rata satu  setengah jam.  Dengan adanya jalan tol akan mempersingkat waktu perjalanan.

Apalagi dengan kondisi Kota Semarang yang rentan terjadi banjir, kian mendorong warga Ibu Kota Jateng ini untuk bermigrasi ke wilayah selatan, termasuk ke Kota Salatiga.

Dengan demikian, kekhawatiran Salatiga akan menjadi kota mati sebenarnya tidaklah benar. Justru dengan adanya jalan tol, kota dengan empat kecamatan ini bakal berkembang.
Antisipasi yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah, baik Pemprov Jateng maupun pemerintah kabupaten/kota yang dilewati tol adalah mengatur ulang rencana tata ruang wilayah (RTRW) di wilayahnya.

Misalnya, menjadikan lahan  tidak produktif sebagai kawasan  industri. Juga menata ulang pusat kota untuk dijadikan daerah perkantoran dan jasa. Dengan kata lain, pemerintah daerah  perlu membuat regulasi baru agar mendukung  investor yang ingin masuk. Peluang ini perlu ditangkap secara dini oleh pemerintah daerah, investor dan masyarakat. (10)

— Jamaludin Al Ashari, pegawai Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga

Wacana Suara Merdeka 20 Mei 2010