18 Maret 2010

» Home » Suara Merdeka » Belajar dari Anang-Syahrini

Belajar dari Anang-Syahrini

AKHIR-AKHIR ini kita disodori kemesraan Anang Hermansyah dan Syahrini. Tak satu pun media melepaskan kemesraan bekas suami Kris Dayanti (KD), salah satu diva pop Indonesia itu dengan pasangan duet barunya.

Seorang pemred majalah hiburan di Jakarta begitu gusar gara-gara fotografernya tidak mendapatkan gambar eksklusif pasangan yang sedang dimabuk asmara itu. Stasiun televisi nasional juga berlomba menampilkan keduanya dalam talk show atau musik secara live. Tak heran, dalam hari yang sama pasangan itu bisa tampil di beberapa stasiun televisi yang berbeda, hanya beda jam.



Penyanyi dan pencipta lagu alumnus Gang Potlot itu memang tengah menunjukkan kemesraan di depan kamera wartawan. Bermula saat manggung di Hong Kong, Anang tertangkap kamera mencium punggung Syahrini. Dilanjutkan jalan-jalan di negeri bekas koloni Inggris itu hingga saling suap pada acara makan malam nan romantis.

Sebelumnya, di stasiun teve nasional, Anang terlihat begitu mesra mencium kening my princess, sebutan sayang Anang kepada sang pasangan duetnya itu.
Begitu dendamkah Anang terhadap KD yang telah (kabarnya beberapa kali) mengkhianatinya sehingga dia mengumbar kemesraannya itu di media?

Apakah Anang sudah tidak peduli terhadap KD sehingga tidak mau menjaga perasaan bekas istri? Atau baginya, KD benar-benar masa lalu yang harus dilupakan? Hanya Ananglah yang tahu.

Kepada Syahrini, jauh-jauh hari Anang memberikan sinyal yang demikian jelas. Dia ingin menegaskan sebagai sosok yang tidak menoleransi pengkhianatan. Tentunya melalui syair lagu barunya, ”Jangan memilih aku, jika kau tak sanggup setia. Kau tlah mengerti aku, diriku yang pernah terluka”

Apakah Anang benar-benar menemukan the true love pada sosok Syahrini? Atau dia hanya sekadar show of force kepada sang mantan, bahwa dia masih (cepat) laku. Dan, pengganti KD adalah sosok cantik (dan masih lajang). Padahal, predikatnya adalah duda dengan dua anak.
***

Lalu, apa pelajaran yang bisa kita petik? Paling tidak, para pasutri agar saling memupuk kepercayaan dan tidak (saling) selingkuh karena akibatnya sungguh fatal.
Ketika sudah tidak ada kata maaf dari pasangan, maka predikat janda atau duda sangat tidak sedap didengar di telinga (jika predikat itu buah dari perceraian).
Anehnya, publik pun lebih memihak Anang. Terbukti publik begitu senang dan mendukung pasangan itu. Dalam setiap kesempatan berdialog di beberapa stasiun teve, pemirsa menginginkan agar keduanya segera menikah.

Bagaimana dengan KD? Kerja barengnya dengan Titi DJ, Maia Estianti (bekas istri Ahmad Dhani, pentolan grup musik Dewa 19), dan Siti Nurhaliza cukup dikenal, memang. Namun tidak seheboh sambutan media dan publik terhadap duet Anang-Syahrini.

Melihat perpisahan Anang-KD dan kemesraan Anang-Syahrini, penulis teringat wejangan Mamah Dede dalam acara ”Mamah dan Aa’ ” yang dipandu komedian Abdel, disiarkan setiap pukul 05.00-06.00 di sebuah stasiun teve.

”Jadi istri jangan suka nantangin suami. Marahan sedikit, langsung minta cerai. Jangan dikira enak menyandang predikat janda,” nasihat si Mamah kepada seorang penanya.

Hj Istiqomah, mubalighot asal Semarang di depan ibu-ibu jamaah Masjid Al-Falah Kalipancur, Ngaliyan, Semarang, baru-baru ini juga menyatakan, ”Istri harus pandai menanam pohon kurma (bersyukur dan menerima). Artinya, istri harus selalu bersyukur jika misalnya, gaji suami kecil dan mau menerima segala kekurangan suami.”

Kita jangan terjebak dengan pepatah rumput di halaman tetangga lebih hijau daripada di halaman sendiri. Justru ada baiknya kita simak pernyataan tokoh Han, seorang Yakuza dalam film Tokyo Drift. ”Life is simple. Ketika kita sudah memilih (maka pertahankanlah) dan jangan sekali pun menyesalinya.”
Ironisnya, tetap saja begitu banyak kasus perceraian di sekeliling kita. Bahkan banyak seleb di negeri ini begitu mudahnya mengajak bubar pasangannya.

Seakan tak mau berkaca dari pedihnya perceraian, sebagian seleb kita masih tetap ngotot menggugat cerai pasangannya lewat Pengadilan Agama. Alasannya beragam, ada yang kesannya dicari-cari hingga yang tidak bisa kita pahami sama sekali. (Ali Arifin, wartawan Suara Merdeka-10)

Wacana Suara Merdeka 19 Maret 2010