07 Januari 2011

» Home » AnalisaDaily » Opini » Menanggalkan Budaya Boros Anggaran Negara

Menanggalkan Budaya Boros Anggaran Negara

Oleh : Farman Exon, SSos
Anggaran keuangan negara maupun daerah atau APBD adalah urat nadi dalam perencanaan keuangan menyeluruh untuk membiayai pembangunan. DPR dan DPRD yang mempunyai hak untuk menyusun anggaran ini sering mengabaikan kebutuhan rakyat.
Infrastruktur tidak dibangun dengan alasan keuangan terbatas. Di sisi lain, anggaran untuk mereka sendiri, apakah untuk mobil dinas, jalan-jalan ke luar daerah/ke luar negeri tetap besar. Kalau mau hemat harus diawali dari penyusunan anggaran ini.
Jangan ada kesan ''Saya dapat apa dari penyusunan anggaran ini.'' Mereka harus sadar menggunakan setiap sen anggaran semestinya seefisien dan seefektif mungkin, agar bisa menghasilkan sesuatu yang lebih besar bagi kemajuan bangsa ini. Problem utama sesungguhnya terletak pada proses perancangannya yang tidak terbuka. Agar tercipta APBD yang sesuai peruntukan dan efisien, sepatutnya proses itu dirombak. APBD perlu dirancang secara terbuka dan memberi kesempatan publik untuk memberi masukan. Implementasi rencana pembangunan lebih penting untuk segera direalisasikan. Program populis sebaiknya segera ditinggalkan karena tantangan ekonomi global yang menuntut daya saing tinggi pada perekonomian nasional makin tak terelakkan.
Permasalahan Otonomi Daerah
Penyelenggaraan otonomi daerah belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan dan gagal mewujudkan tujuan menyejahterakan masyarakat. Banyak permasalahan seputar otonomi daerah yang belum bisa diselesaikan, misalnya banyak aturan yang tumpang tindih dan pengelolaan hubungan kewenangan daerah dan antardaerah. Tata kelola yang baik dalam pelaksanaan anggaran sudah tentu barang mutlak. Kita tegaskan lagi soal itu karena di sana memang titik lemahnya. Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan, misalnya, pengelolaan anggaran di daerah bahkan menunjukkan kecenderungan memburuk.
Jumlah laporan keuangan daerah yang mendapat penilaian wajar tanpa syarat makin menurun, sementara yang disclaimer atau auditor tidak berpendapat (karena buruk) makin meningkat. Kalau dicermati lebih jauh bahwa pengelolaan anggaran Negara dan daerah dari tahun ke tahun hampir tidak ada mengalami perubahan. Bahkan ada kesan pemerintah cenderung sangat konservatif dan bekerja apa adanya. Tak terlihat optimisme dan keinginan kuat bekerja lebih keras mewujudkan pertumbuhan lebih tinggi dan berkualitas agar bisa lebih banyak menekan kemiskinan.
Sejauh mana setiap persen pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan perbaikan kesejahteraan bagi rakyat, terutama dalam bentuk pengurangan kemiskinan dan pengangguran, dan pada saat bersamaan mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah. Volume APBD terus menggelembung. Namun, ini sering kali tak berkorelasi langsung dengan tingkat kesejahteraan sebagian besar rakyat sehingga muncul pertanyaan, siapa sebenarnya yang menikmati pembangunan? Memang tak fair dan tak sehat terlalu bergantung pada APBD, tetapi di situlah peran pemerintah dan APBD sebagai instrumen negara untuk mengendalikan arah pembangunan.
Tidak ada target-target definitif perbaikan kesejahteraan rakyat dan APBD gagal menjalankan fungsinya sebagai instrumen pemerataan dan keadilan sosial. Dalam otonomi daerah, hal yang patut menjadi fokus perhatian adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan pembangunan di segala bidang. Dalam beberapa tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi yang kita nikmati sebagian besar bertumpu pada sisi konsumtif. Pertumbuhan seperti ini tidak mungkin bisa diandalkan, selain tidak berjangka panjang juga tidak sejalan dengan harapan kita untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Untuk mencapai pertumbuhan tinggi dan berkualitas, diperlukan landasan kuat dan upaya kongkret menghapus hambatan. Infrastruktur yang kurang mendukung, buruknya sistem logistik, keputusan lambat dan tak tepat waktu, implementasi program kerja pemerintah dan penyerapan anggaran yang lemah adalah sederet masalah yang mesti cepat direspon.
Bagaimanapun bahwa bangsa Indonesia yang ingin dibangun bukan hanya yang maju, tetapi juga mandiri. Konsep kemandirian ini bukanlah kemandirian dalam keterisolasian. Pertumbuhan ekonomi yang ditunjang investasi sangat penting untuk memerangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya. Pertumbuhan yang berkualitas bukan pencitraan penguasa, merupakan pintu gerbang utama bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Tak ada jaminan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi berpengaruh langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk tahun mendatang, pemerintah tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi semata. Justru, pemerintah harus kembali pada visi awal yang diamanatkan UUD 1945, yaitu negara bertanggung jawab untuk menyejahterakan rakyatnya. Salah satunya dengan menanggalkan budaya anggaran boros dalam pengelolaan keuangan Negara dan daerah serta mengarahkannya pada peningkatan kesejahteraan rakyat. ***
Penulis adalah pemerhati masalah hukum, sosial politik dan kemasyarakatan, tinggal di kota Medan
Opini Analisa Daily 7 Januari 2011