MENINGKATNYA investasi langsung (direct investment) menjadi kekuatan utama perbaikan kondisi ekonomi di Jawa Barat tahun 2010 ini. Prestasi ini tahun depan sangat mungkin untuk dapat lebih ditingkatkan. Tahun 2010 mencetak realisasi investasi langsung Rp 46,6 triliun atau meningkat 54,25 persen dibandingkan dengan 2009. Peningkatan investasi langsung sepanjang 2010 juga dikabarkan mampu menyerap tenaga kerja hingga 218.000 orang. Bagi penulis, peningkatan sebesar itu sudah luar biasa. Mengapa?
Pertama, aliran dana sektor perbankan dan keuangan tahun ini tergolong lamban. Berbagai survei lembaga domestik dan internasional masih menempatkan hambatan birokrasi sebagai penghambat utama perkembangan aktivitas bisnis di Indonesia. Persaingan bisnis di dalam negeri juga semakin ketat sebagai dampak liberalisasi perdagangan ditambah kenaikan daya beli yang tidak terlalu fantastis. Keuntungan rata-rata perusahaan/sektor bisnis di luar sektor perbankan dan keuangan dan sektor-sektor komoditas primer (pertambangan dan perkebunan) tidak terlalu tinggi. Dilihat dari target awal tahun, realisasi PMA/PMDN mencapai 130 persen atau jauh di atas target awal tahun.
Jika dilihat dari nilai investasinya, pendorong utama investasi di Jabar adalah sektor telekomunikasi dan power plant. Pemerintah dan BUMN masih menempatkan diri sebagai pendorong investasi utama di Jabar. Investasi terbesar (Rp 5,7 triliun) ditanamkan PT Telkom Tbk., melalui salah satu anak perusahaannya. Peringkat kedua investasi di power plant yang ditanamkan di Kabupaten Cirebon, yang mencapai Rp 5 triliun.
Dilihat dari wilayah (kabupaten/kota) primadona investasi, tahun ini juga terdapat beberapa perubahan peringkat. Contoh, Kota Bandung tahun ini menyodok di urutan pertama peringkat nilai investasi, dengan nilai total Rp 14,1 triliun atau kurang lebih setara dengan 30 persen total nilai investasi di Jabar. Wilayah lain yang juga masuk papan atas adalah Kabupaten Cirebon di peringkat keempat. Lima besar peringkat nilai investasi, sebagian besar wajah lama, yaitu Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bogor, Kota Bandung, dan Kabupaten Cirebon. Daerah-daerah lain di Jabar tahun depan harus lebih agresif dalam mempromosikan peluang investasi di daerahnya. Tingginya persaingan alokasi investasi langsung menuntut pemerintah kabupaten/kota yang kreatif.
Meskipun tingkat investasi di Kota Bandung tahun ini teratas (peringkat 1 dilihat dari nilai), dalam hal penyerapan tenaga kerja, terkait investasi yang dilakukan, tidak masuk dalam lima besar daerah yang tertinggi tingkat penyerapan tenaga kerjanya. Padahal selain meraih peringkat tertinggi dalam alokasi nilai investasi, Kota Bandung juga meraih peringkat keempat dalam hal jumlah projek (PMA/PMDN). Ini artinya, persoalan penyerapan tenaga kerja di kota-kota besar seperti Bandung masih merupakan masalah yang sangat pelik.
Pada satu sisi, nilai investasi tertinggi dan jumlah projek sangat banyak (51 projek). Akan tetapi, penyerapan tenaga kerjanya relatif sangat minim. Masalah kompleks Jabar terutama karena tingginya jumlah penduduk dan penyerapan tenaga kerja kurang berkembang sejalan dengan peningkatan investasi. Hasil sensus 2010 menunjukkan, jumlah penduduk Jabar tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain (43 juta jiwa).
Meskipun demikian, tentu kita tidak pesimis dalam menyonsong 2011, sepanjang terus ada usaha memperbaiki pencapaian investasi. Apalagi peluang investasi 2011 masih terbuka lebar. Faktor utama yang menjanjikan di antaranya pasar (konsumen) yang tinggi. Penduduk yang banyak, pendapatan yang mulai meningkat, ditambah upaya kuat dalam pengendalian tingkat inflasi dan korupsi, maka ada dukungan positif terhadap perbaikan kinerja investasi Jabar. Pemerintah Provinsi Jabar sudah memberikan remunerasi melalui tambahan penghasilan pegawai (TPP). Logikanya, praktik korupsi bisa ditekan.
Faktor lain, kita juga berharap ada dampak dari perbaikan alokasi bidang infrastruktur Pemprov Jabar tahun ini yang dikabarkan bergerak di atas angka Rp 1 triliun terhadap peningkatan investasi 2011. Artinya, kalau masalah infrastruktur masih menjadi hambatan, paling tidak dengan peningkatan alokasi anggaran bidang infrastruktur tahun 2010, masalah itu sedikit banyak bisa dikurangi. Diharapkan bisa terlihat efek peningkatan anggaran infrastruktur terhadap peningkatan investasi di Jabar.
Tantangan lain di 2011 juga pada usaha memperbesar alokasi investasi negara-negara yang dibidik Jabar sebagai calon investor di 2011.
Terakhir, peningkatan kapitalisasi pasar di sektor keuangan/likuiditas perbankan bisa berdampak pada peningkatan investasi langsung. Ini bisa tercapai jika ada penurunan tingkat bunga dan upaya serius pemerintah pusat untuk menekan penerbitan surat utang pemerintah. Belakangan BI semakin gencar merelaksasi aturan-aturan terkait perbankan yang lebih prosektor riil.
Peluang kinclong-nya investasi tahun depan (2011), tampaknya selalu ada. Wilayah Jabar punya banyak sumber daya untuk mendukung itu. Tinggal masalah bagaimana memperkuat manajemen dan strateginya.
Harga komoditas global tahun depan diperkirakan meningkat. Membaiknya kondisi perekonomian global pada akhirnya diperkirakan mendongkrak permintaan. Komoditas ekspor nonmigas utama kita otomatis diperkirakan juga ikut tertarik, selain berkembangnya konsumsi domestik. Kalau itu betul terjadi, prospek investasi di Jabar semakin cerah.***
Penulis, dosen FE Unpas dan pengurus ISEI Bandung Koordinator Jabar.
Opini Pikiran Rakyat 29 Desember 2010