19 Mei 2010

» Home » Republika » Setgab Koalisi dan Kepentingan Publik

Setgab Koalisi dan Kepentingan Publik

Apa arti kehadiran sekretariat bersama parpol koalisi yang mendukung pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono bagi kepentingan publik? Pertanyaan ini menarik untuk diajukan karena hadirnya sekretariat bersama partai-partai koalisi tersebut memang bisa berimplikasi manfaat dan bisa juga mudharat bagi kepentingan publik.

Ia bermanfaat ketika kehadiran itu berimplikasi pada soliditas koalisi yang dimaksudkan untuk mengawal dan menjaga keefektifan implementasi kebijakan pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Di era demokrasi ini kita tahu bahwa DPR mempunyai posisi tawar yang tinggi terhadap pemerintah. Praktik kehidupan bernegara di era demokrasi pascaruntuhnya pemerintahan Orde Baru berimplikasi pada hadirnya posisi tawar DPR yang tinggi tersebut.

Fungsi konstitusional DPR yang secara filosofi ditujukan agar DPR dapat menjalankan tugasnya menyejahterakan rakyat, tapi dalam pandangan praktikal dan pragmatis bermakna posisi tawar yang kuat terhadap pemerintah. Fungsi-fungsi konstitusi DPR tersebut adalah; pertama, fungsi budgeting. Penentuan anggaran dan belanja negara harus dengan persetujuan DPR. Implikasinya, semua kebijakan pemerintah yang tidak diterima oleh DPR akan berimplikasi sulit untuk diimplementasikan karena kesulitan dukungan anggaran terhadap kebijakan tersebut. Program penting dan strategis pemerintah tentulah perlu dukungan politik anggaran yang memadai dan untuk itu dukungan politik DPR mutlak diperlukan.

Dukungan ini akan berbiaya transaksi rendah jika telah ada kesepahaman politik kekuatan-kekuatan semua partai pendukung. Kalau tidak ada hal tersebut, seorang menteri harus bersusah payah melakukan lobi ke berbagai entitas pendukung politik yang semua itu bukan saja melelahkan, tetapi juga membutuhkan biaya yang tinggi untuk mendapatkan dukungan politik anggaran yang memadai bagi program dan kebijakan kementeriannya.

Kedua DPR mempunyai fungsi legislasi (membuat undang-undang). Sebagai negara hokum, semua tindakan dan perilaku pemerintah harus didukung oleh payung hukum yang bernama undang-undang. Akan banyak kesulitan yang akan dihadapi oleh pemerintah ketika payung hukum yang dibutuhkannya untuk menjalankan kebijakan dan program tidak di-support oleh DPR.

Ketiga, adalah fungsi pengawasan, dimana DPR mengawasi kinerja pemerintah dalam menjalankan semua undang-undang yang ada. Dan mengiringi fungsi ini DPR mempunyai hak untuk bertanya dan mengumpulkan data (hak angket) seperti dalam kasus Bank Century bahkan hak untuk menyatakan pendapat yang bisa berimplikasi pada pengajuan pemakzulan kepala Negara.

Tentu pemerintah berkepentingan agar fungsi konstitusional DPR tersebut tidak berimplikasi pada menghambat jalannya roda pemerintahan. Karena DPR dari kacamata politik praktis adalah terdiri atas politisi dan parpol, maka adalah urgen untuk menciptakan konsensus bersama tentang bagaimana, oleh siapa dan seperti apa kinerja pemerintahan ini. Konsensus akan mengikat semua pihak jika dilakukan oleh semua parpol pendukung koalisi. Dalam konteks ini sekretariat bersama adalah indentik dengan manajemen pencapaian titik temu parpol-parpol koalisi. Dan ketika semua itu dilakukan dalam rangka menjaga kesuksesan pemerintahan dalam menjalankan tugasnya mensejahterakan rakyat maka kehadirannya sekretariat bersama adalah inovasi politik yang layak untuk diapresiasi.

Tetapi harus diakui pula sekretariat bersama Koalisi Parpol bisa berimplikasi mudarat yakni bermakna persekongkolan politik dalam rangka dagang sapi dan membagi akses rente ekonomi politik pada semua stake holder koalisi yang berdampak hilang fungsi Negara dalam mensejahterakan rakyatnya.

Tentu, peluang hadirnya mudarat dari kehadiran sekretariat bersama ini bisa juga terjadi karena: Pertama, sebagaimana yang dikemukakan Lord Acton kekuasaan itu cenderung kepada perilaku korup semakin kuat kekuasaan yang dimiliki maka semakin kuat juga perilaku korupnya. Ketika motif hadirnya sekretariat bersama dalam rangka mempermudah pembagian kue-kue kekuasaan semata beserta rente ekonomi politiknya, hampir dapat dipastikan bahwa apa yang dikemukakan oleh Lord Acton tersebut akan menjadi kenyataan.

Kedua, sebagaimana yang dikemukakan oleh Becker (1976) bahwa motif umum dari politisi adalah self interest. Motif altruistik (untuk kepentingan rakyat atau bangsa) adalah motif pencilan dari para politisi, kalaupun ada posisinya adalah tidak bermakna dalam menentukan pengambilan keputusan politik secara kolektif. Dua motif ini kalau diresultansikan maka yang dominan pengaruhnya adalah motif self interest. Artinya yang lebih menentukan keputusan politik DPR sebagai suatu entitas politik adalah motif self interest tersebut. Setiap tindakan-tindakan politik yang diambil selalu dikalkulasikan pada dampaknya pada keuntungan pribadi dan partainya bukan untuk rakyat atau bangsanya.

Agar yang berpeluang hadir dihadapan kita adalah manfaat bagi kepentingan publik dari kehadiran sekretariat bersama partai koalisi, maka saya lebih menekankan pada urgensi peran masyarakat madani khususnya media, akademisi, LSM dan beragam paguyuban kelas menengah sosial lainnya. Misi utamanya adalah memasukkan interest publik sebagai pertimbangan penting parpol dan politisi dalam pengambilan keputusan mereka. Demokrasi kita percaya bisa menjadi senjata penting bagi masyarakat madani untuk mengontrol perilaku-perilaku self interest para politisi.

Opini Repiblika 19 Mei 2010