21 Februari 2010

» Home » Kompas » Tanggulangi Banjir Bersama

Tanggulangi Banjir Bersama

Sudah diketahui pelestarian hutan di hulu sungai perlu untuk menangkap curah hujan, menyalurkannya ke sungai, dan mencegah banjir. Lalu, mengapa hutan tetap dirusak sehingga banjir tak terelakkan? Bagaimana menanggulangi?
Hutan adalah ”barang publik” yang tak mengenal mekanisme ekonomi pasar. Tak ada ”pasar hutan” yang menjual jasa hutan menyerap curah hujan, mencegah tanah longsor, erosi, menyerap karbon, mencegah banjir, memasok air tawar yang semua ini bermanfaat bagi publik. Namun, semua manfaat ini tak secara langsung bermanfaat menaikkan pendapatan penduduk lokal. Sebaliknya, bila hutan dibuka, tanah bisa ditanam tumbuhan yang menghasilkan pendapatan bagi penduduk lokal.


Sungai adalah ”barang publik” yang tak masuk mekanisme ekonomi pasar. Tak ada ”pasar sungai” yang menjual jasa sungai sebagai air minum, mandi-cuci, air pabrik, dan lain-lain. Semua jasa sungai itu gratis digunakan penduduk konsumennya. Bahkan, badan sungai secara gratis digunakan jadi ”tong sampah”. Perusahaan air minum di hilir sungai mengolahnya jadi air minum. Pabrik, seperti Krakatau Steel (KS), menggunakan air sungai dalam proses produksinya. Semua ini berlangsung secara gratis.
Karena hutan ataupun sungai sebagai barang publik tidak punya ”harga pasar”, keduanya dieksploitasi habis-habisan. Semua orang merasa bebas memanfaatkan tanpa mengindahkan pemeliharaan dan dampak eksploitasi bagi kelangsungan sumber daya alam ini. Ini salah satu sebab pokok lahirnya banjir secara berkala di Tanah Air kita.
Maka, arah pemecahan banjir perlu diusahakan dengan mengoreksi kelemahan ekonomi pasar dengan ”memberi harga” pada fungsi hutan dan sungai. Penduduk hulu sungai perlu dibayar untuk ”melestarikan dan menanam hutan” oleh penduduk hilir yang ”memanfaatkan air”. Dan, ”pasar” menghubungkan kepentingan penduduk hulu dengan konsumen hilir diciptakan secara sadar melalui konsultasi dan musyawarah.
Proses menciptakan ”pasar” ini berhasil dilaksanakan LP3ES bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Banten, PT KS, dan lembaga masyarakat desa di hulu Sungai Cidanau, di Rawa Dano, dan hilirnya yang mengalir di tepi kawasan PT KS. Aktivis dari LP3ES, Munawir, mondar-mandir mempertemukan ”kesediaan membayar” pengusaha PT KS guna mencegah turunnya debet aliran air dengan ”kesediaan menerima imbalan” penduduk di hulu Cidanau untuk memelihara dan menanam hutan.
Dengan disepakatinya ”keseimbangan harga antara pembayar dan penerima” dicapai persetujuan memelihara sungai dari hulu ke hilir melalui cara yang menguntungkan kedua pihak. Hingga sekarang, hutan di hulu terpelihara karena penduduk memperoleh uang sebagai alternatif menanam dan melestarikan hutan, sedangkan PT KS membayar biaya tercegahnya debet air sungai menurun.
Intervensi
Hakikat model intervensi pengelolaan sungai seperti ini bisa ditiru di daerah aliran sungai lain. Karena ada ratusan ribu sungai dengan cabang dan ranting sungai, pola pendekatan ini perlu keterlibatan banyak kelompok masyarakat desa dalam hubungan kerja sama pemerintah, pengusaha, dan masyarakat sipil.
Logika alur pikiran mengembangkan ”pasar buatan” dalam menangani jasa-jasa lingkungan bisa diterapkan di banyak hal serupa.
Apabila sungai dipadati buangan sampah plastik, penting untuk mengendalikan salah satu sumbernya, yaitu supermarket Carrefour, Hero, dan sebagainya serta mal yang banyak memakai kantong plastik.
Di Jepang, kantong plastik digantikan kantong kain dan daun pandan atau bahan alami lain sesuai kearifan leluhur nenek moyang, ”Mottainai”. Pembuatan kantong ini bisa membuka lapangan kerja bagi ibu-ibu rumah tangga. Fungsi hutan menyerap air hujan bisa juga ditunjang usaha menggali ratusan ribu biopori sebagai lubang penyerapan air hujan sekaligus memperbesar volume air tanah.
Insentif dan disinsentif adalah alat ampuh mengajak masyarakat ikut serta membangun gerakan besar menanggulangi banjir. Jika pemerintah melaksanakan secara konsekuen program pengendalian banjir dan diimbangi gerakan masyarakat mengembangkan biopori, cekdam, mengganti kantong plastik dengan bahan alami dan semua ini dikerjakan dalam pasar yang dikoreksi, pasar memberi imbalan pada jasa lingkungan hutan dan sungai, akan tumbuh harapan banjir bisa kita tanggulangi.
Emil Salim Mantan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup