21 Februari 2010

» Home » Suara Merdeka » Proporsi Menyambut Obama

Proporsi Menyambut Obama

KUNJUNGAN Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan keluarga ke Indonesia akan dilaksanakan pada pertengahan Maret 2010. Namun riuh-rendah persiapan penyambutan serta hingar-bingar pro- kontra sudah mulai terasa.

Berkaca pada kunjungan George W Bush di Bali dan Bogor sebelumnya, penyambutan menghabiskan dana miliaran rupiah. Apalagi dikabarkan Obama berminat mengunjungi Borobudur dan menyampaikan pidato terbuka di Jakarta. Apa makna strategis dari  kunjungan ini dan bagaimana agar penyambutan kita proporsional?


Meminjam pemikiran Conway Henderson tentang urgensi peran individu dalam hubungan antarbangsa dalam bukunya International Relations: Conflict and Cooperation in The Turn of 21th Century (1998), sebagai pribadi Obama menjadi sosok penting karena perannya sebagai public actor yang mewakili dan memimpin  negara super power  di satu sisi serta sebagai private actor yang merefleksikan simbol moral (moral cause). Ini terutama dikaitkan dengan penganugerahan Nobel Perdamaian 2009 di Oslo padanya meski mengejutkan dan banyak menuai kritik.

Bagi Indonesia, setidaknya rencana kunjungan Obama akan memiliki makna simbolis strategis dan makna emosional  personal. Pertama, secara simbolis, kunjungan menandakan arti penting Indonesia bagi Amerika dan posisi strategis kita yang diperhitungkan dalam perpolitikan global.

Poin ini bisa kita cermati dari siaran pers yang dikeluarkan Gedung Putih bahwa Obama menyebutkan Indonesia sebagai negara terbesar keempat di dunia, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, dan negara muslim terbesar di dunia. Selain itu bagi beberapa pengamat seperti Dewi Fortuna Anwar dari LIPI misalnya, kunjungan ini dinilai meningkatkan citra kita.

Duta Besar AS untuk Indonesia, Cameron R Hume menyebut kunjungan ini sebagai simbol bahwa Indonesia semakin pentingnya  bagi AS serta memperkokoh hubungan kedua negara dalam membangun kemitraan komprehensif berbasis kepentingan bersama.

Hal senada disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Politik Luar Negeri Dino Patti Djalal bahwa dalam kunjungan tersebut Presiden Obama dan Presiden SBY akan meluncurkan kemitraan strategis sebagaimana pernah dibicarakan pada saat kunjungan SBY ke Washington, November 2008.

Kemitraan strategis ini tidak hanya terpaku pada isu tertentu saja seperti dahulu, yaitu soal demokrasi, HAM, atau soal Timor Leste, tetapi menyeluruh meliputi berbagai program, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Kedua, secara personal emosional, kunjungan ini monumental karena tidak seperti biasanya yang dilakukan oleh Presiden Amerika lainnya, Presiden Obama akan mengajak keluarganya untuk bernostalgia ke tempat-tempat di mana ia pernah tinggal dan bersekolah pada masa kecilnya.

Obama, yang dikenal sebagai Barry Kecil ketika tinggal di Jakarta menghabiskan sebagian masa kanak-kanaknya di Indonesia setelah ibunya yang telah bercerai menikahi seorang pria Indonesia dan mengenyam pendidikan sekolah dasar di Jakarta antara 1967 dan 1971.

Hubungan masa kanak-kanak itu dan pengetahuannya mengenai beberapa kata bahasa Indonesia kita harapan menjadi personal touch yang melengkapi segenap persepsi dan citra akan Indonesia dan pada gilirannya memperkuat diplomasi kita.

Selain itu, atas rencana kunjungan Obama ke SDN Menteng 01 (dulu SD Besuki), bisa menjadi motivasi, penyemangat bagi siswa untuk terus belajar dengan rajin agar menjadi orang hebat seperti Obama.

Mencermati pemberitaan yang berkembang, kita melihat koordinasi antarpihak terkait, baik dari aspek keamanan maupun protokoler dan acara menjadi riuh-rendah mulai dari bandara hingga sekolah dan rumah masa kecil Obama.

Harian Suara Merdeka (18/2/10) menulis bahwa pengamanan kunjungan melibatkan tujuh kekuatan polda. Di media elektronik dikabarkan pedagang jajanan sekolah akan dilarang berjualan selama seminggu akibat kedatangan Obama.

Pemindahan Patung Obama dari Taman Menteng ke SDN Menteng 01 juga dilakukan, selain sebagai tindak lanjut dari keberatan yang sempat diajukan beberapa komunitas masyarakat mengenai penempatan patung. Pihak SD berniat mempersembahkan pertunjukan seni yang dibawakan oleh murid-murid SD Menteng sendiri, antara lain tarian dan nyayian daerah.

Dari pihak keluarga, selain seluruh keluarga hadir, rambutan dan bakso sebagai makanan favorit Obama waktu kecil pun siap disediakan. Kedutaan Besar Amerika secara khusus menggelar kompetisi di facebook 12 Februari hingga 12 Maret 2010 ini dalam rangka mencari penggemar terberat Obama.

Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi menyambut baik rencana kedatangan Obama karena dinilai menawarkan sebuah penyembuh untuk hubungan AS dan dunia muslim setelah ketegangan pada era (mantan Presiden) George W Bush, dengan catatan tidak terlalu menaruh harapan berlebih.

Di pihak lain, suara- suara yang kritis dan kontra mengomentari rencana kunjungan juga menyeruak. Front Pembela Islam (FPI) mengingatkan bangsa Indonesia agar jangan terlena dengan kedatangan Obama.

Sebaliknya, masyarakat harus mewaspadai adanya agenda terselubung di balik kedatangannya. Kelompok Hizbut Tahrir Indonesia bahkan mengatakan menentang lawatan Obama. Kebijakan Obama merugikan negara-negara muslim di dunia, seperti Pakistan dan Afganistan sehingga dinilai tidak layak mengunjungi Indonesia.

Belajar dari  beberapa kali kunjungan tamu negara penting yang menimbulkan pro-kontra catatan berikut patut dicermati. Pertama adalah sebagai tamu negara, kita berkewajiban menerima dengan baik sesuai aturan protokoler. Ada komentar menarik di web site eramuslim ketika pengelola situs bertanya bermanfaatkah kunjungan Obama.

Di antara banyak tulisan yang bernada miring, ada komentar yang menulis bahwa seyogianya kita sambut sebagaimana layaknya Islam mengajarkan kita menghormati tamu. Saya kira prinsip ini menjadi panduan moral dan formal universal sebagai bangsa beradab.

Kedua, kita berharap penyambutan tamu negara dengan aneka aturan baku pengamanan dan protokolernya tidak selalu berbenturan dengan hajat hidup rakyat kecil. Apa yang biasa terjadi janganlah terulang, bahwa kehadiran tamu negara memangkas peluang nafkah sopir angkutan, pedagang kecil dan sebagainyal.

Banyak komentar di internet yang menyiratkan kekhawatiran bahwa pemerintah akan bertindak sangat berlebihan, hatta jika perlu maka akan mengorbankan kepentingan umum yang tidak lain adalah rakyatnya sendiri.

Komentar lain menulis agar kunjungan jangan sampai ”merepotkan” rakyat Indonesia dengan menghambur-hamburkan banyak dana demi pengamanan, yang semestinya lebih diperlukan untuk rakyat yang tertinggal.

Ketiga, suara yang kritis ataupun kontra sebaiknya diartikulasikan secara terlembaga dan baik. Ekspresi kebebasan berpendapat tetap diletakkan dalam koridor hukum. Kalau tidak, alih-alih mengubah keadaan dan menarik simpati, ditakutkan bisa menjadi bumerang bagi semua.  

Penghormatan terhadap tamu negara yang sejalan dengan prinsip norma dan agama serta praktik kebiasaan bangsa beradab semestinya tidak dibarengi dengan penghamburan biaya, peminggiran hak rakyat dan kepentingan umum lain.  Semoga proporsionalitas penyambutan kita mampu meraup sebesar-besarnya manfaat bagi kepentingan nasional. (10)

— Andi Purwono, dosen hubungan internasional, Dekan FISIP Universitas Wahid Hasyim Semarang
Wacana Suara Merdeka 22 Februari 2010