29 Desember 2009

» Home » Suara Merdeka » Menggali Identitas Kuliner Sate Ambal

Menggali Identitas Kuliner Sate Ambal

BERBICARA masalah sate, baik sate ayam, bebek, kelinci maupun kambing yang sangat beraneka ragam tata cara pengolahan dan penyajiannya tentu mampu menambah khazanah kuliner khas nusantara.

Kekayaan ragam makanan sate, utamanya sate ayam ternyata bukan monopoli daerah-daerah Madura atau Ponorogo yang masyarakatnya sejak lama memang hidup dari berjualan sate. Tidak ketinggalan juga daerah Kebumen.


Dari sekian banyak makanan khas yang ada di sana mungkin sate ambal adalah salah satu alternatif yang bisa dicoba.

Sate ambal ini mempunyai bumbu khas dan cita rasa tersendiri. Berasal dari sebuah desa kecil kawasan pantai selatan Pulau Jawa, (jalan lintas selatan-selatan) tepatnya di desa Ambal Resmi, wilayah Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen juga terdapat makanan sate ayam yang tidak kalah cita rasanya.

Sate ayam buatan masyarakat Desa Ambal Resmi, selain cita rasanya khas juga unik karena bumbunya menggunakan campuran tempe kedelai. Berbeda dari sambal sate umumnya yang menggunakan kecap atau bumbu kacang.

Dan karena yang membuat sate dengan ciri khas dan terkenal akan cita rasanya umumnya masyarakat Ambal secara turun-temurun, maka sate ayam ini populer dengan sebutan sate ambal.

Bahkan karena kekhasan dan keunikan itulah, Megawati Soekarnoputri saat masih menjabat sebagai presiden dan berkunjung ke Kabupaten Kebumen menyempatkan waktu untuk mencicipi makanan khas sate ayam ambal yang kesohor di wilayah itu.

Tidak hanya itu, mantan gubernur Jawa Tengah H Mardiyanto pun pernah menyempatkan diri berkunjung ke salah seorang pedagang sate ayam langsung di Desa Ambal Resmi untuk bersantap di tempat itu.

Tidak sedikit pejabat yang singgah ke warung-warung sate ayam ambal di Desa Ambal Resmi ini. 

Generasi penjual sate ambal diwariskan secara turun temurun. Dan penerus tradisi dagang sate ambal yang masih hidup saat ini di antaranya adalah Kasman (61).

Dia bersama lima anaknya yang masing-masing juga berdagang sate menularkan mata pencaharian itu ke warga desa lain yang sekarang jumlah pastinya tak terbilang lagi. Dari generasi  Kasman yang berlanjut ke anak-anaknya itu, tradisi berdagang sate ambal kian berkembang pesat.
Aroma Asap Karena banyaknya pedagang sate ayam di sepanjang jalan utama Kecamatan Ambal, tidak mengherankan jika aroma asap pembakaran daging ayam yang menggugah selera mudah tercium bagi mereka yang melintas Desa Ambal.

Papan-papan nama warung sate ambal juga banyak terpampang di tepian jalan sehingga menjadi semacam penanda bahwa Ambal merupakan desa sate.

Beberapa papan nama bahkan mencantumkan nama Pak Kasman sebagai pewaris tradisi pembuatan sate ayam ambal.

Berbeda dari sate ayam madura atau ponorogo dengan bumbu sambal kacangnya yang disajikan sekitar 10-15 tusuk per porsi, pedagang sate ayam ambal menyajikannya cukup banyak mencapai 25 tusuk sate per porsi dengan harga Rp 10.000.

Itu pun dengan irisan daging ayam yang jauh lebih besar dibanding irisan daging ayam sate madura atau  ponorogo.

Tidak seperti sate madura atau ponorogo yang bumbunya ditaburkan di atas tusuk-tusuk, bumbu sambal kacang bercampur tempe kedelai pada sate ambal ditempatkan dalam mangkuk terpisah sehingga mereka yang menyantap sate  dapat menikmati cita rasa bumbu-bumbu pada daging ayam bakar tersebut.

Di warung-warung yang berjajar di sepanjang jalan utama Kecamatan Ambal saja, dalam sehari setiap pedagang biasanya dapat memotong 30-40 ekor ayam kampung. Setiap ekor ayam berukuran besar menghasilkan sekitar 20-25 porsi sate.

Konsumen berasal dari berbagai daerah, terutama di seputar Kebumen. Bahkan, banyak instansi dan masyarakat yang memesan sate itu untuk keperluan jamuan resepsi, santapan rapat, dan lain-lain.
Peternak Produktif Kebutuhan ayam kampung dalam jumlah besar yang harus dipotong para pedagang sate setiap hari ternyata juga tidak ada kesulitan. Masyarakat kecamatan itu dan sekitarnya merupakan peternak-peternak ayam kampung yang produktif.

Oleh karena itu, bagi orang-orang yang melintas jalur antara Congot-Petanahan sejauh sekira 20 km akan mendapati banyak ayam kampung piaraan berkeliaran di jalan-jalan.

Meskipun sate ayamnya dengan keunikan dan cita rasanya yang khas telah melewati sejarah panjang, agaknya masyarakat Desa Ambal sendiri belum banyak yang berniat mengembangkannya di luar daerah.

Hanya ada beberapa penjual sate ambal yang ada di luar kecamatan, seperti di jalan lintas selatan di dekat Pasar Tlogo Mirit, Pasar Bendo dan Pasar Kutowinangun Kabupaten Kebumen.

Jika sate ambal telah dikenal daerah-daerah lain baik lokal maupun nasional, niscaya jenis makanan sate yang satu ini akan menambah khazanah kuliner sate dengan kekhasannya masing-masing di masyarakat. (10)

— Dedy Winarto, asal Kebumen, alumnus Fakultas Peternakan Undip, dosen di Universitas Boyolali
Wacana Suara Merdeka 30 Desember 2009