- Keir Radnedge
Saat Barcelona menjuarai Liga Champions 2009, mahkota dan kegembiraan bukan sekadar milik bangsa Spanyol atau suku bangsa Catalan, tetapi juga penikmat sepak bola indah di seluruh dunia.
Seperti kata Keir Radnege, kolumnis senior
Agak sulit mencari definisi paling pas dari kata ”kemurnian” sepak bola. Namun, kira-kira yang dimaksud Radnege adalah sepak bola yang dimainkan Barcelona sungguh bertumpu pada filosofi sifat dasar manusia yang mengejar kegembiraan dalam permainan (
Tak hanya penonton, lewat motivasi yang disuntikkan Pelatih Pep Guardiola, Barcelona tampil memukau lawan-lawannya. Manchester United (MU), klub elite juara Inggris yang dihadapi pada final Liga Champions di Stadion Olimpico, Roma, dibuat seperti tim medioker.
Pesta di Olimpico dan seluruh wilayah Catalunia hanyalah satu dari enam sukses yang diraih Carles Puyol dan kawan-kawan. Lima gelar lain mereka raih sepanjang 2009, juara Liga Spanyol, Copa Del Rey, Piala Super Spanyol, Piala Super Eropa, dan terakhir bendera ”L’equip blaugrana” kembali berkibar megah di Abu Dhabi saat merebut Piala Dunia Antarklub FIFA.
Dengan gelar keenam sepanjang tahun, Barcelona tidak sekadar mencapai atap dunia, tetapi juga mengukir sejarah. Benar kata Guardiola, meski Puyol dan kawan-kawan bukanlah tim terbaik dalam sejarah Barcelona, mereka mengalami musim paling hebat dan prestasi mereka akan kekal dikenang sepanjang masa.
Pilar sukses Barcelona tak pelak adalah tiga pemain bertubuh mungil untuk ukuran Eropa: Xavi Hernandez, Andres Iniesta, dan terutama Lionel Messi. Messi membuat dunia tercengang berkat penampilannya yang brilian hampir sepanjang perjalanan prestasi Barca tahun 2008-2009. Pemain berkebangsaan Argentina ini kemudian terpilih sebagai penerima Ballon d’Or, pengakuan paling sahih sebagai Pemain Terbaik Eropa.
Seusai mencetak gol kemenangan Barca atas Estudiantes pada final di Abu Dhabi, Messi yang bergabung di Barcelona sejak usia 13 tahun tak terbendung untuk menyabet gelar Pemain Terbaik Dunia FIFA. Messi menjadi pemain Argentina pertama yang meraih gelar paling bergengsi ini, yang mulai diperkenalkan tahun 1991.
Sementara itu, musim panas lalu, saat Barcelona baru mengumpulkan tiga gelar atau
Prestasi spektakuler Barca membuat kubu Bernabeu kebakaran jenggot. Dimotori sang presiden yang kembali terpilih, Florentino Perez, Real Madrid bertekad membangun kembali pasukan Galacticos dengan mendatangkan pemain-pemain paling hot di muka Bumi, terutama Cristiano Ronaldo dan Kaka. Ambisi Perez harus dibiayai dengan dana yang amat besar, sekitar 250 juta euro atau sekitar Rp 3,25 triliun.
Bagi Spanyol, perjalanan 2009 tidak melulu kisah gemilang Barcelona dan rivalitasnya dengan Real Madrid, tetapi juga penampilan super tim nasionalnya. Meski gagal di Piala Konfederasi, Spanyol melaju ke putaran final Piala Dunia 2010 dengan penampilan sempurna di babak kualifikasi dengan mencetak 10 kemenangan dari 10 laga. Sebelumnya, tim yang kini dilatih Vicente del Bosque itu juga mencatat 35 laga tanpa kalah di ajang resmi internasional untuk menyamai rekor Brasil.
Seusai menjuarai Piala Eropa 2008, Spanyol memang kandidat terkuat dalam kontes agung Piala Dunia tahun depan di Afrika Selatan. Mereka didukung pemain-pemain terbaik di posisinya yang juga mendominasi daftar nomine pemain terbaik 2009. Spanyol menempatkan enam pemain: Puyol, Xavi, Iniesta, Iker Casillas, David Villa, dan Fernando Torres.
Sukses Barcelona dan Spanyol memang menjadi gerhana bagi keberhasilan kompetisi, terutama di negara-negara utama Eropa. Inggris, misalnya, yang mengepung Barcelona di babak empat besar Liga Champions, tak kuasa menahan Messi dan kawan-kawan untuk menjadi jawara Eropa. MU juga harus kehilangan Pemain Terbaik Dunia 2008, Cristiano Ronaldo, yang hijrah ke Real Madrid karena faktor dominasi ”El Barca”.
Meski begitu, tim nasional Inggris tetap punya karisma tersendiri. Sejak ditangani Fabio Capello, ”The Three Lions” selalu tampil memikat dan mereka praktis melenggang dengan mudah menuju Afrika Selatan tahun depan.
Di tingkat klub, Inggris masih jadi patron meski musim ini kehilangan Liverpool di babak
Musim lalu, Chelsea sebenarnya paling berpeluang menjadi juara Eropa. Namun, penampilan defensif dan cenderung
Di Italia, Inter Milan memang kembali jadi juara Serie A. Namun, Jose Mourinho gagal menjadikan ”Nerazzurri” sebagai tim yang memikat. Di bawah Mourinho, Inter tampil sebagai tim yang lebih menonjolkan
Opini Kompas 30 Desember 2009