Mukhamad Misbakhun
Anggota FPKS DPR RI
Rekomendasi Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Bibit-Chandra menyibak selubung misteri di balik kucuran dana Rp 6,7 triliun ke Bank Century. Konstruksi kebijakan bailout dikategorikan sebagai kasus korupsi. Fakta hukum yang terkandung di dalamnya menuntut Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menuntaskan kasus tersebut.
Kegundahan publik sebelumnya telah terkuak. Pernyataan pemerintah yang mengategorikan Bank Century sebagai bank gagal pada Oktober 2008 justru kembali beroperasi pada 20 November 2008. Keesokan harinya, Bank Century kembali dinyatakan gagal.
Kucuran dana pun tak terhindari setelah memperoleh legitimasi sebagai bank gagal. Proses kebijakan semakin menuai persoalan.
Perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) pada 30 Oktober 2008, dari PBI No 10/26/PBI/2008 yang menyebut persyaratan pengajuan fasilitas pembiayaan jangka pendek (FPJP) kepada bank-bank yang memiliki minimum CAR 8 persen, berubah dalam kurun waktu yang sangat singkat. Pada 14 November 2008, BI mengeluarkan PBI No 10/30/PBI/2008 tentang perubahan persyaratan minimum CAR 8 persen menjadi positif. Bank Century pun memenuhi kualifikasi menerima fasilitas pembiayaan darurat (FPD).
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Departemen Keuangan keberatan atas analisis sistemik yang diajukan BI. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan hasil pemeriksaan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus Bank Century pun menyatakan keraguannya atas analisis sistemik BI sebab size Bank Century tidak besar dan secara finansial tidak menularkan keresahan terhadap bank-bank lain.
Nalar publik
Berbagai spekulasi pun merebak mengaitkan Bank Century dengan kasus yang menjerat dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, serta menelisik kembali kasus Antasari Azhar. Terlepas dari itu, kekeliruan tidak bisa dilepaskan dari sistem pengawasan yang diemban BI. Ketika nasabah menyuarakan keluh kesahnya di hadapan publik, berarti persoalan bank telah menjadi persoalan publik yang perlu dijelaskan secara terbuka dan transparan. Kebijakan yang sudah diambil terkait Century menunjukkan adanya pengabaian dalam sistem pengawasan yang menyangkut kepentingan publik. Karena itu, pihak-pihak yang bertanggung jawab harus menunjukkan berani menjelaskan.
Di balik harapan tersebut, kita memiliki institusi yang berwenang untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah. Mekanisme prosedural demokratis di lingkungan lembaga legislatif telah menitipkan mekanisme hak angket sebagai jalan untuk meminta kejelasan dan pertanggungjawaban pengelola negara terkait kebijakan yang menyangkut hajat publik. Mekanisme tersebut tidak boleh dipandang semata sebagai tindakan politik, tapi lebih pada proses memenuhi aspirasi rakyat.
Hakikat demokrasi adalah suara rakyat untuk rakyat. Sejatinya, tidak ada perbedaan antara kepentingan rakyat dan kepentingan pemerintah karena apa yang dilaksanakan pemerintah merupakan amanah rakyat. Konsensus itulah yang sesuai dengan nalar publik, nalar yang tidak melawan arus opini rakyat.
Nalar publik selalu menghasilkan dua prinsip keadilan. Pertama, kebijakan semaksimal mungkin menciptakan persamaan dan kebebasan yang mencakup seluruh warga negara.
Kedua, apabila terdapat ketidaksamaan, itu harus menguntungkan orang-orang yang tidak beruntung. Kasus Bank Century telah menjadi ganjalan dan misteri dalam keberlangsungan kehidupan bernegara. Sejatinya, masalah ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut sehingga membuat akal sehat publik terganggu. Sudah saatnya persoalan tersebut dibuka (public sphere) untuk diperbincangkan dan diuji kebenarannya tanpa harus ditutuptutupi.
Rekomendasi Tim 8
Tim 8 adalah tim independen yang ditunjuk oleh presiden selaku kepala negara. Secara logis, rekomendasi Tim 8 adalah rekomendasi kepercayaan presiden. Rekomendasi Tim 8 menyatakan bahwa kasus Bank Century adalah kasus korupsi yang harus dituntaskan. Seluruh mekanisme politik, hukum, dan keuangan dituntut bekerja sama dan bersinergi dalam menuntaskan kasus ini. Atas dasar itulah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berupaya menggunakan hak politiknya meminta penjelasan dan tanggung jawab eksekutif dalam mengelola kepentingan yang menyangkut kepentingan rakyat. Tuntutan hak angket memiliki kadar kewajaran secara konstitusional sekaligus kadar keharusan karena menyangkut hajat hidup rakyat.
Tidak ada alasan rasional untuk menolak hak angket. Hasil investigasi BPK yang dirilis pada Senin, 20 November 2009, menunjukkan, sistem pengawasan perbankan yang menjadi tanggung jawab BI tidak terlaksana dengan baik. Entah disengaja atau tidak, BI telah membuka jalan bagi munculnya kebijakankebijakan yang tidak prosuderal dan melanggar ketentuan perundangundangan. Secara struktural, Komite Koordinasi (KK) bukan lembaga yang dibentuk berdasarkan undangundang. Hal ini memengaruhi keabsahan yuridis penanganan Bank Century. Sebab, KK adalah lembaga yang menyerahkan penanganan Bank Century kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
BI tidak memberi informasi lengkap bagi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan tidak memiliki kriteria tentang kondisi perbankan yang dipandang sistemis. Aspek keuangan tidak memberi rasionalitas yang cukup untuk melegakan nalar publik. Size Bank Century tidak signifikan dibandingkan industri perbankan secara nasional. BI bersandar pada aspek pasar yang bersifat spekulatif. Penyelamatan adalah upaya sistemis untuk mengantisipasi aspek psikologi pasar yang menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan memengaruhi stabilitas ekonomi.
Kasus Bank Century telah masuk wilayah hukum yang harus diselesaikan secara hukum. DPR berwenang meminta kejelasan dan tanggung jawab mereka yang terlibat dalam kebijakan ini, agar tidak menjadi fitnah bagi pihak tertentu. Sangat lumrah jika hampir separuh anggota DPR telah membubuhkan tanda tangan––bukan segelintir orang yang dipandang 'hanya' mencari popularitas. Argumen yang menyatakan bahwa DPR hanya mencari popularitas sangat tidak rasional.
Sebab, pembentukan Tim 8 telah memperoleh respons penerimaan bulat dari seluruh mitra koalisi Partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu. Jika pada akhirnya angket menjadi sebuah realisasi hak konstitusional, rasionalitas pihak yang enggan menandatangani hak angket sangat diragukan.
Nalar publik sudah jenuh dengan kebohongan dan kelicikan pihak yang mengambil keuntungan di balik keluh kesah rakyat. Kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) 1998-1999 mengingatkan publik tentang kemungkinan kasus Bank Century menjadi fosil tak bertuan. Mekanisme pengucuran yang memiliki prosedur sama dikhawatirkan terbentur arus kekuasaan.
Awal masa tugas parlemen menjadi taruhan publik atas wewenang dan amanah yang diemban di pundak para anggota dewan. Hal itu pula yang seharusnya dimaklumi eksekutif. Kesuksesan SBY meraup suara mayoritas rakyat harus dibalas dengan menjunjung aspirasi publik.
Hak angket adalah mekanisme konstitusional untuk menguji kebenaran di ruang publik dengan menggunakan akal sehat. Tidak bertujuan menjegal lawan politik. Hak angket dilakukan untuk menjernihkan nalar publik yang terganggu dan menganggap ada ketidakadilan dalam kebijakan bailout tersebut. BPK telah menunjukkan keganjilan dalam penanganan Bank Century. Terbuka kesempatan meminta pertanggungjawaban pemerintah, termasuk DPR.
Karena itu, bukan tempatnya menyisakan persepsi negatif ke para pengusul ataupun inisiator, melebihi yang tidak berani bertanggung jawab dan secara tegas menjelaskan di hadapan publik. Pada akhirnya, publik akan tahu siapa yang sedang memolitisasi dan mengambil keuntungan dalam kasus ini.
Opini Republika 24 November 2009
24 November 2009
Angket dan Nalar Publik
Thank You!