Ketika kita melintas di depan RSU Kardinah Tegal, apa yang terlintas dalam pikiran kita?. Banyak orang yang tidak tahu kenapa rumah sakit itu dinamakan Kardinah.
Gelap memang sejarah Kardinah. Hal ini bukan tanpa alasan, di samping karena Kardinah sendiri sengaja memendam cerita tentang kehidupannya.
Meskipun hampir separuh umur ia habiskan untuk Tegal. Karena pengabdian Kardinah berbalas tuba, yang ditumpahkan oleh Kutil dalam peristiwa ‘’tombreng-tombreng’’, Kardinah diarak keliling kota dengan baju karung goni. Peristiwa gelap ini menjadi traumatik dirinya terhadap Tegal.
Di Tegal pemberontakan Tiga Daerah yang dipimpin Kutil melumpuhkan pemerintahan sah di Tegal.
Kutil bersama gerombolan menyebar kebencian kepada pamong praja, tidak terkecuali kepada Kardinah, meskipun saat itu sang suami telah meninggal, ia tetap dipandang sebagai kaum priayi dan tetap menjadi simbol pamong praja.
Kardinah diculik dan diarak dengan diberi pakaian karung goni dan rencananya Kardinah akan dibunuh, tetapi pada saat diarak di depan Rumah Sakit Tegal, Kardinah pura-pura sakit dan oleh beberapa orang yang mengaraknya dimasukkan ke rumah sakit dan dirawat, tetapi malam harinya ada usaha penyelamatan sehingga Kardinah bisa selamat, belum diketahui siapa yang menyelamatkan Kardinah pada saat itu, dimungkinkan diselamatkan oleh orang-orang yang loyal dan melihat jasa Kardinah yang besar bagi Tegal.
Jejak Kardinah semenjak peristiwa itu seperti tenggelam ditelan bumi, tidak diketahui lagi keberadaanya.
Di Tegal cerita Kardinah cuma tinggal cerita dari mulut ke mulut masyarakat Tegal.
Sampai pada saat Sumiati Sarjoe, istri Walikota Tegal merupakan orang yang menaruh perhatian besar untuk menyingkap
keberadaaan Kardinah.
Upaya ini dilakukan dengan mendatangi beberapa keluarga Kardinah di Jepara, meski di sana ia tidak menemukan jejak Kardinah.
Keberadaan Kardinah baru terendus di Salatiga setelah hampir 24 tahun sejak peristiwa Kutil. Sumiati Sarjoe menemui Kardinah di Salatiga.
Pada saat kali pertama pertemuan dengan Kardinah masih menunjukkan kecurigaan ketika ada orang Tegal
mencarinya, ia masih memiliki rekam jejak yang kelam tentang orang-orang Tegal, setelah dijelaskan tentang maksud keinginan mengangkat jejak perjuangan Kardinah beliau akhirnya mau menemui Sumiati Sarjoe.
Kardinah kemudian diajak berkunjung ke Tegal, setelah dibujuk terus oleh Sumiati Sarjoe akhirnya Kardinah mau ke Tegal. Dalam pikiran Kardinah mungkin ingin sekali menengok kuburan suaminya di Tegal Arum. Keinginan ini mampu mengubur pengalaman traumatiknya. Tahun 1969 Kardinah berkunjung ke Tegal.
Mengukir Tegal Kardinah seharusnya dipahami sebagai nama besar yang patut disejajarkan dengan Kartini, karena ketika melihatnya harus dipahami bahwa nama besar Kartini lebih ditopang oleh gagasan yang tertuang
Habis Gelap Terbitlah Terang yang kemudian gagasan itu terkubur dengan meninggalnya Kartini, sementara Kardinah berada pada sisi operasional yang mengimplementasikan gagasan besar Kartini, melakukan program-program sosial secara nyata dengan membangun pendidikan dan kesehatan berupa rumah sakit.
Khazanah sejarah tentang Kardinah bagi masyarakat Tegal harusnya menjadi lengkap.
Melihat Kardinah bukan hanya sepotong karena dikenal sebagai saudara kandung dari Kartini, yang tergabung dalam organisasi tiga serangkai bersama saudara lainnya Kardinah (1981-1971), Kartini (1879-1904),
Rukmini (1880-1951). Tetapi juga harus dilihat ketika Kardinah sebagai pengukir nama Tegal lewat jasa sosialnya.
Ia mendirikan sekolah Kaputren Wisma Pranawa, yang kemudian sekolah itu diambil alih oleh Belanda tahun 1920 diberi ganti rugi, dari hasil ganti rugi tersebut tahun 1927 dengan biaya pertama 16.000 gulden ditambah penjualan hasil buku karya tulisnya digunakan untuk mendirikan rumah sakit (sekarang Rumah Sakit Umum Kardinah).
Hal itu ia lakukan karena dorongan hasrat untuk menolong rakyat miskin, khususnya kaum wanita yang waktu itu belum mendapatkan pelayanan kesehatan secara layak.
Sekarang kita mengerti kenapa nama Kardinah ada di dinding nama Rumah Sakit Tegal. Pada 1971 Kardinah tutup usia di Salatiga. Dengan inisiatif warga Tegal berusaha membawa jenazah Kardinah untuk dimakamkan di Tegal.
Sebagai daerah puritan yang jauh dari pusat pemerintahan klasik, Tegal memang miskin sejarah, oleh karenanya masyarakat butuh sosok kebanggaan. Kardinah menjadi salah satu sosok pahlawan wanita yang bisa menjadi kebanggaan.
Kardinah dimakamkan di kompleks pemakaman Amangkurat I di Tegal Arum, di samping makam suaminya RM Sujitno Reksonegoro IX.
Rekam jejak Kardinah ini baru bagian kecil nukilan, tentunya perlu pene-lusuran sejarah yang lebih mendalam. Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah kota Tegal dan masyarakat sejarah untuk menyusun kembali serakan-serakan sejarah Kardinah yang tercecer.
Sebagai rentang sejarah madya, tentu hal ini tidak sulit untuk menggali sejarah Kardinah. (35)
—Tomi dan Turah Untung, pegiat pada Majalah Warta Bahari
Wacana Suara Merdeka 28 Oktober 2009