25 Oktober 2009

» Home » Media Indonesia » Calak Edu

Calak Edu

Di tengah hiruk pikuk pujian terhadap kiprah dan peran Jusuf Kalla (JK) sebagai wakil presiden 5 tahun terakhir datang bertubi-tubi, Edu justru prihatin dengan warisan yang sudah ditinggalkannya. The legacy of JK seperti tak ada habisnya, apalagi jika yang menilai adalah sejawat, kolega, bahkan keluarga. Image tentang ketegasan, kecepatan dalam bertindak, tangkas, cerdas, sederhana, tak suka basa-basi, seperti melekat pada semua sisi dan wajah JK. Seperti Napoleon dan Julio Caesar layaknya, kecilnya tubuh tak menyebabkan pendeknya akal.

Komaruddin Hidayat bilang bahwa dari aspek kultural, JK merupakan wajah Islam moderat yang nasionalis, di mana antara keislaman dan keindonesiaan bergabung jadi satu. Budaya pedagang dan budaya orang pantai merupakan karakteristik yang sangat menarik pada diri JK. Budaya ini dalam keseharian tergambar dari cara JK yang selalu ingin menerima tamu jika mereka datang, dan ketika keluar, dia selalu mencari kawan, bukan lawan.

Selama 5 tahun bertugas, JK telah menjadi sahabat media, bahkan dalam bahasa Soeryopratomo, JK merupakan representasi dari darling of the media, kekasihnya media. Sebagai dan laksana kekasih, JK selalu tampil semringah dan serius ketika berbicara di depan media. Tindakan dan pernyataannya selalu ditunggu media meskipun penuh kontroversi. Jangan lupa, kontroversi adalah bagian tak terpisahkan dari batang tubuh dan pikiran JK selama lima tahun terakhir. Tapi bagi Edu JK tetap tak sempurna, dan kepadanya kita harus mengkritik beberapa kebijakan yang melukai anak bangsa. Salah satu warisan kebijakan buruk dari JK adalah sokongannya yang begitu kuat terhadap kebijakan ujian nasional (UN). Seperti Mendiknas lama yang akuntan dan JK yang pedagang, perihal nasib anak-anak sekolah pun dihitung secara kalkulatif dan kuantitatif.

JK tak menimbang betapa gelapnya situasi pendidikan kita di tingkat sekolah, segelap ruang-ruang pikiran guru yang selalu dikejar-kejar target kelulusan. Padahal ada begitu banyak anak tangga persoalan pendidikan yang harus disusun secara perlahan dan bijaksana, bukan atas nama kecepatan dan ketergesaan. Sejauh bahwa kesenjangan fasilitas, kesenjangan kemampuan guru dan siswa, serta kemampuan para orang tua belum sepenuhnya dipecahkan, maka target kuantitatif ujian nasional adalah sebuah kenaifan. Mungkin inilah salah satu sisi naif JK yang diingatkan oleh Surya Paloh. Meskipun demikian, sesungguhnyalah, pada diri seorang JK terdapat sifat dan sikap seorang guru (bangsa) yang mampu memberikan inspirasi bagi tumbuhnya kesadaran untuk bertindak, berpikir, dan berasa.

JK, bak seorang master dari Tibet (dalam Zen Meditation, 2004:110), adalah sosok yang memiliki kemampuan untuk menggabungkan kesadaran dan tindakan meskipun hal itu sangat sulit karena seperti mencampur minyak dengan air, seperti mencoba keluar dari kulit kita sendiri. Meski demikian, JK seperti kita lihat memang mempunyai kesadaran penuh untuk menyinergikan perbedaan-perbedaan tersebut.

Hakikatnya guru bangsa adalah bagian dari hierarki moral kebangsaan. Melalui mereka atau lebih tepatnya melalui kebijaksanaan mereka, rakyat dituntun agar tetap berada di jalan yang benar. Mulder menyebutkan bahwa guru adalah orang yang memiliki wahyu untuk membagi pewahyuan, membagi kebenaran kepada murid sehingga murid tersebut mempunyai kebijaksanaan (2007:189). Contoh dan perilaku JK akan dicatat sejarah sebagai sebuah awal dari kebangkitan moralitas kebangsaan yang selalu berusaha untuk terus memperbaiki diri.
Seperti sebuah proses belajar mengajar yang tak ada akhirnya, contoh-contoh tersebut harus mampu kita daur ulang secara genetik dalam pikiran dan perasaan anak-anak kita saat ini. Setidaknya, seperti dituahkan oleh Dryden dan Vos (2000:296), proses pembelajaran yang telah dilakukan JK telah memberi ruang kepada kita untuk senantiasa berusaha menciptakan kondisi yang benar, mempresentasikan dengan benar, memikirkan, mengekspresikan, mempraktikkan, serta tak segan untuk dievaluasi dengan benar.

William Arthur Ward pernah bilang, "The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires." Semoga saja apa yang pernah dikatakan, diterangkan, serta dilakukan oleh JK tentang suatu hal, benar-benar akan memberi inspirasi bagi anak bangsa ini untuk melangkah ke depan.

JK, sang Guru Bangsa
Ahmad Baedowi

Opini Media Indonesia 26 Oktober 2009