13 Desember 2010

» Home » Opini » Sinar Harapan » Membangun Rasa Saling Percaya

Membangun Rasa Saling Percaya

Seorang ibu rumah tangga selalu setia terhadap suami­nya. Dia selalu menunggu kedatangan suaminya untuk pulang dari kantor untuk menyambutnya dengan cinta dan kasih sayang.

Suatu hari ibu itu ingin memasak makanan istimewa untuk suaminya. Dia menelepon ke kantor sang suami un­tuk menanyakan apa makan­an yang diinginkan hari itu. Na­mun tidak ada jawaban. Sam­pai tiga kali ia menelepon suaminya. Kali yang terakhir yang menjawab justru seorang cewek. Wajah ibu itu menjadi merah padam. Na­mun, ia ber­usaha menahan kemarah­an­nya. Ia mematikan teleponnya dengan sangat sabar dan hati-hati.
Sore harinya, saat sang suami pulang, ibu itu masih marah. Ia tidak mau me­nyam­­but suaminya dengan kasih sayang. Tidak ada cium­an pipi yang ia berikan untuk sua­minya. Sang suami menjadi heran atas perubahan da­lam diri istrinya. Namun ia ti­dak mau gegabah. Ia mem­biar­kan suasana menjadi tenang.
Waktu makan malam, sang suami menanyakan kondisi istrinya. Menurutnya, ia punya hak untuk mena­nya­kan hal itu. Jawaban istrinya sangat mengagetkan suami­nya. Ia mengatakan bahwa ia mulai bosan hidup bersama sua­mi­nya itu. Apa­lagi sua­mi­nya sudah mulai kurang setia padanya.
Namun suaminya tidak putus asa. Ia tidak mau mengambil keputusan yang ceroboh. Ia mengajaknya untuk mendiskusikan hal itu. Ia pun menjelaskan alasan kemarahan istrinya. Menurut suaminya, cewek yang menjawab telepon istrinya adalah seorang sekretaris di kantornya. Jadi tidak ada alasan bagi istrinya untuk menuduhnya berselingkuh. Beberapa saat kemudian sang istri mulai sadar atas kesalahpahamannya. Ia pun meminta maaf dan berjanji untuk tetap setia pada suaminya.
Sahabat, salah paham selalu terjadi dalam hidup manusia. Ada berbagai alasan orang dapat salah paham. Salah satunya adalah orang hanya memasang telinganya sendiri untuk mendengarkan persoalan hidup. Orang tidak mau mendengarkan sesama­nya. Padahal, kalau orang mampu mendengarkan orang lain, tidak perlu terjadi kesalahpahaman.
Untuk itu, orang mesti belajar untuk mengumpulkan informasi dari sumber yang benar. Tidak cukup orang hanya mendengarkan dari satu sumber. Orang perlu mende­ngarkan dari sumber-sumber lain. Kalau ini yang terjadi, hidup ini akan selalu harmonis. Orang akan mengalami suka cita dan damai dalam hidupnya, karena orang memiliki rasa percaya terhadap dirinya.
Untuk itu, orang mesti membangun saling percaya dalam hidup bersama. Hal ini akan membantu orang untuk menemukan makna hidup ini. Kalau orang menemukan makna hidup ini, orang akan mengalami sukacita dan damai dalam hidupnya. Orang akan menemukan hidup itu sungguh-sungguh bernilai bagi diri dan sesama.
Sebagai orang beriman, membangun rasa saling percaya itu mesti dilandasi iman yang kokoh pada Tuhan. Orang yakin bahwa Tuhan selalu menjadi bagian dalam hidupnya, Tuhan senantiasa menemani perjalanan hidupnya. Tuhan selalu terlibat dalam hidupnya, sehingga hidup ini memiliki nilai yang tinggi. Tuhan memberkati.
OLEH: FRANS DE SALES, SCJ
Penulis adalah Imam yang ­bekerja di Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Palembang.

Opini Sinar Harapan 13 Desember 2010