13 Desember 2010

» Home » Opini » Pikiran Rakyat » Memaknai Laut Nusantara

Memaknai Laut Nusantara

Oleh Indra Yusuf

Tanggal 13 Desember telah ditetapkan pemerintah sebagai Hari Nusantara melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara. Penetapan tersebut didasari beberapa pertimbangan, di antaranya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut terluas, jumlah pulau terbanyak, dan bahkan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.

Pada peringatan Hari Nusantara terdapat tiga tujuan. (1) Untuk mengingatkan semangat bangsa Indonesia, hidup di negara kepulauan dan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia. (2) Meningkatkan kesadaran dan pemahaman bagi pengambil kebijakan pembangunan nasional bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang memiliki potensi sumber daya alam laut yang kaya dan melimpah yang dapat dipergunakan untuk menyejahterakan rakyatnya. (3) Menggugah semangat dan menumbuhkembangkan pemahaman nilai-nilai kelautannyang dimulai dari usia dini kepada segenap bangsa Indonesia. Sasarannya adalah tersosialisasikannya prinsip-prinsip Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state), dengan berbagai peluang, tantangan, kekuatan, dan kelemahannya, melalui kegiatan peringatan di berbagai instansi pusat maupun daerah serta lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal.

Sebenarnya, momentum peringatan Hari Nusantara tidak terlepas dari perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan kesatuan wilayah yang utuh. Perjuangan tersebut dilakukan melalui berbagai macam cara. Salah satunya melalui Deklarasi Djoeanda pada 13 Desember 1957. Kemudian berlanjut sampai dengan ditetapkannya Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (UNCLOS) 1982 yang mengakui prinsip-prinsip negara kepulauan nusantara. Hingga akhirnya Indonesia meratifikasinya melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 dan United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Dengan demikian, luas wilayah Indonesia bertambah 3,1 juta kilometer persegi, berupa laut teritorial dan 2,7 juta kilometer persegi wilayah laut zona ekonomi eksklusif (ZEE).

Baik secara geografis maupun historis bangsa kita memang diakui sebagai bangsa maritim dan negara kepulauan yang besar. Dua pertiga dari wilayah kita berupa perairan atau laut yang di dalamnya terdapat lebih dari 17.000 pulau. Tentu hal ini patut kita sadari, syukuri, dan kelola dengan sebaik-baiknya oleh segenap elemen bangsa Indonesia. Karena semua itu bagai dua mata pisau yang berlawanan. Satu sisi sebagai faktor pendukung atau peluang untuk dapat menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sisi lainnya justru sebagai tantangan yang juga dapat menjadi bumerang bagi bangsa dan negara kita. Dalam konteks geopolitik dan geostrategi, Indonesia yang terletak pada posisi silang dan lintas utama internasional serta berbatasan dengan sepuluh negara mempunyai implikasi pertahanan yang rawan dan patut untuk diwaspadai.

Momentum peringatan Hari Nusantara juga dapat dijadikan sebagai titik tolak dimulainya pembangunan sektor kelautan dan perikanan sebagai penggerak utama pembangunan nasional. Terkait hal itu, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah menetapkan visi "Indonesia sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015 mendatang". Untuk merealisasikannya, DKP menerapkan grand strategy yang dikenal dengan The Blue Revolution Policies.

Strategi pertama yang dilakukan dengan memperkuat kelembagaan dan sumber daya manusia secara terintegrasi. Hal ini bertujuan membangun kegiatan usaha perikanan yang memiliki atmosfer sehat sehingga memberikan ruang untuk berlaba dan berpendapatan bagi pelakunya.

Strategi kedua, pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan dengan memperhatikan konservasi tetapi tetap memberi ruang bagi pengembangan ekonomi terutama untuk kawasan pulau-pulau kecil.

Strategi ketiga, meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan sehingga produksi kelautan dan perikanan memiliki komoditas unggulan sehingga mampu menghadirkan produk yang bermutu dan memenuhi persyaratan pasar.

Strategi keempat, menciptakan dan memperluas akses pasar domestik dan internasional. Oleh karena itu, pemerintah akan menerapkan kebijakan mencari pasar dahulu sebelum memproduksi. Hal ini dilakukan agar produksi tidak melimpah tanpa pasar sehingga dapat menurunkan harga dan membuat nelayan dan pembudidaya ikan mengalami kerugian.

Tema peringatan Hari Nusantara kali ini "Melalui Hari Nusantara Bangkitkan Budaya Bahari". Kita ketahui dari sejarah, bangsa ini pernah mencapai puncak kebudayaan bahari pada masa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Namun, budaya bahari mulai luntur di kalangan masyarakat Indonesia. Sektor kelautan yang seyogianya menjadi sumber penunjang utama perekonomian masyarakat masih tersisihkan sehingga berbagai potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal. Kita juga melihat kesejahteraan masyarakat di kawasan timur Indonesia yang cenderung sangat rendah. Padahal kawasan timur Indonesia memiliki luas wilayah 61 persen dari luas wilayah Indonesia dengan potensi kekayaan sumber daya kelautan yang melimpah (70 persen dari total potensi perikanan laut nasional). Oleh karena itu, sektor kelautan harus menjadi mainstream dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

Peringatan Hari Nusantara 2010 diharapkan menyadarkan bangsa ini akan pentingnya potensi sumber daya kelautan dan budaya bahari bangsa Indonesia. Dengan luas laut mencapai 17,508 juta meter persegi, Indonesia dapat dikatakan sebagai benua maritim. Dengan potensi laut yang begitu besar, tentu kita harus mengembangkan berbagai industri yang berkaitan dengan kelautan. Jika potensi kelautan kita dayagunakan dengan sebaik-baiknya akan berkontribusi terhadap kesejahteraan rakyat. Semoga bangsa Indonesia sebagai pelaut dan negara Indenesia sebagai negeri bahari tidak menjadi slogan semata.***

Penulis, guru geografi SMA Negeri 7 Cirebon, alumni Jurusan Geografi UPI Bandung.

Opini Pikiran Rakyat 13 Desember 2010