23 April 2010

» Home » Suara Merdeka » Memerangi Rokok dari Cikidang

Memerangi Rokok dari Cikidang

BERPIKIR global dan bertindak lokal dalam memandang rokok sebagai salah satu permasalahan kesehatan, hal inilah yang dilakukan Pemerintah Desa Cikidang, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, dengan mengeluarkan larangan merokok di tempat umum bagi warganya melalui Peraturan Desa Nomor 10 Tahun 2009.

Menurut data World Health Organization sampai 2008 hanya 5,4% penduduk dunia yang terlindungi oleh peraturan bebas asap rokok. Warga Cikidang sekarang menambah jumlah penduduk dunia yang terlindungi dari asap rokok melalui peraturan bebas asap rokok.


Sepertinya Cikidang tidak mau kalah dengan daerah lain, yang jauh lebih tinggi tingkatannya, seperti negara Kolombia, Djibouti, Guatemala, Mauritius, Panama, Turki, and Zambia serta kota-kota di Indonesia, Jakarta, Surabaya, ataupun Semarang untuk menggalakkan perilaku hidup bersih dan sehat bagi warganya, melalui pengaturan perilaku merokok dengan pengaturan kawasan tanpa rokok (KTR) dan kawasan terbatas merokok (KTM).

Pemerintahan Desa Cikidang memiliki pola pikir yang jauh lebih  maju dalam bidang kesehatan khususnya dalam pengendalian dampak akibat merokok.Hal yang unik dalam perdes tersebut adalah penggunaan poskamling sebagai area merokok  dan bagi warga yang merokok di luar tempat tersebut akan mendapatkan sanksi.

Perdes  ini telah menjadikan seluruh area desa sebagai KTM sehingga perdes tersebut berkesan tidak memerangi rokok, seperti pemberlakuan KTR yang melarang orang menjual rokok ataupun iklan rokok, tetapi lebih mengatur ketertiban masyarakat dalam hal merokok. Hal ini tentunya menjadikan perdes ini lebih luwes terhadap orang-orang yang ’’bergantung’’ pada rokok, dalam hal ini warga yang merokok atuapun yang berjualan rokok.

Biasanya KTM adalah kawasan instansi pemerintah dan tempat umum yang memungkinkan berkumpulnya banyak orang secara kontinu, misalnya hotel, restoran, dan pusat perbelanjaan. Hal yang luar biasa dari perdes tersebut adalah keberanian menjadikan rumah tiap warganya sebagai KTM. Rumah yang biasanya dianggap sebagai area pribadi  dan dikuasai oleh pemilik rumah dijadikan suatu area publik bagi anggota keluarga dan warga desa.

Menjadikan rumah sebagai bagian dari KTM secara langsung melindungi anggota keluarga dari asap rokok. Seperti diyakini dan diteliti banyak pakar kesehatan bahwa asap rokok berbahaya karena bersifat karsinogen. Pada wanita hamil yang terpapar asap tembakau lingkungan, angka kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) dan kehamilan negatif lebih tinggi.

Bayi dan anak yang terpapar asap tembakau lingkungan menunjukkan peningkatan angka kejadian bronkitis, pneumonia, infeksi telinga, dan penurunan pertumbuhan paru. Orang dewasa bukan perokok yang sering terpapar asap tembakau juga memperlihatkan angka kejadian kanker paru dan kanker lain lebih tinggi.
Melindungi Secara tidak langsung perdes ini telah turut serta dalam melindungi generasi muda desa tersebut dari kebiasaan merokok. Baru-baru ini kita dikejutkan dengan beredarnya video seorang anak kecil yang tengah merokok dan mengucapkan kata-kata yang tidak pantas, hal ini disinyalir karena anak tersebut meniru kebiasaan orang-orang di sekitarnya.

Sering kali tidak disadari orang tua sesungguhnya merupakan tokoh panutan bagi anak. Dengan adanya poskamling sebagi tempat merokok hal ini bisa menghindarkan anak-anak melihat orang dewasa merokok dan memperkecil kemungkinan mereka meniru kebiasaan merokok.

Diharapkan melalui proses pembelajaran sejak dini tentang toleransi dapat terbangun pemahaman akan toleransi dan jika suatu saat nanti anak-anak tersebut tetap menjadi perokok diha-rapkan mereka menjadi perokok yang bisa berto-leransi dengan orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok.

Dari sudut pandang ekonomi keberadaan peraturan tersebut dapat menambah kesejahteraan penduduk. Pada 2008, dari total 3.132 jiwa penduduk desa itu, ada 600 warga yang merokok. Sejak ada sosialisasi peraturan tersebut hingga kini, jumlah perokok tinggal 202 orang.

Desa Cikidang termasuk kategori desa miskin, dari 769 rumah, ada 413 rumah yang menerima bantuan langsung tunai. Dengan berhenti atau mengurangi merokok, uang yang biasanya untuk membeli rokok dapat digunakan membeli telur atau beras.

Data dari profil tembakau Indonesia (2008), menunjukkan bahwa belanja rokok rumah tangga perokok di Indonesia menempati urutan nomor 2 (10,4%) setelah makanan pokok padi-padian (11,3%), sementara pengeluaran untuk daging, telur dan susu besarnya rata-rata hanya 2%.  (10)

— Farid Sura Wijaya, dokter muda Fakultas Kedokteran Unsoed-Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto

 Wacana Suara Merdeka 24 April 2010