23 April 2010

» Home » Kompas » Sensus Jangan Sekadar Menghitung

Sensus Jangan Sekadar Menghitung

Pada tanggal 1 sampai dengan 31 Mei 2010 akan berlangsung Sensus Penduduk 2010, sebuah kerja demografi yang sangat strategis bagi kepentingan pendataan seputar masalah kependudukan.
Seperti yang disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik, sensus penduduk kali ini bukan hanya menghitung jumlah penduduk, melainkan juga mendata aspek-aspek kependudukan, seperti mortalitas, mobilitas, etnisitas dan jender. Arti strategis sensus penduduk ini juga menjadi dasar pijakan bagi pengambilan keputusan ekonomi dan politik yang membutuhkan akurasi data demografi.
Akurasi data penduduk adalah sebuah impian sekaligus keharusan bagi Indonesia sebagai basis pijakan kebijakan pemerintahan. Berkali-kali kita disibukkan oleh perdebatan tentang angka-angka statistik. Selama lima tahun terakhir ini, perdebatan tentang angka kemiskinan selalu mengemuka ketika pemerintah yang berkuasa menyebutkan angka kemiskinan yang semakin menurun untuk memperlihatkan ”keberhasilan” program pemerintah.


Hiruk-pikuk Pemilu 2009 juga diwarnai sengkarut soal daftar pemilih tetap (DPT) yang sempat menimbulkan ketegangan politik dan menjadi faktor penentu legitimasi hasil pemilihan legislatif dan pemilihan presiden-wakil presiden tahun 2009. Bahkan, masalah karut-marut DPT ini menjadi sengketa pemilu yang harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi RI.
Transparansi
Keraguan pada setiap data yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah sesuatu yang tak terhindarkan ketika transparansi dan akuntabilitas belum menjadi prinsip dasar dari gerak birokrasi di Indonesia. Terungkapnya praktik-praktik suap di berbagai kementerian memperlihatkan betapa kultur korupsi menjadi salah satu sumber penghambat terwujudnya tata birokrasi yang transparan dan akuntabel.
Data bisa dipermainkan bahkan disulap sebagai alat negosiasi. Selain itu, kultur asal bapak senang (ABS) juga menjadi faktor ketidakakuratan data karena yang dilaporkan harus menjadi hidangan enak bagi atasannya.
Penyangkalan terhadap data resmi Pemerintah Indonesia juga dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional yang (ironisnya) selama ini mendukung bahkan membiayai pembangunan di Indonesia.
Data resmi Pemerintah Indonesia mengenai angka kematian ibu melahirkan berdasarkan Statistik Demografi Kesehatan Indonesia adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Namun, lembaga- lembaga internasional, seperti Bank Dunia, ADB, UNDP, UNFPA, dan UNIFEM menyatakan, angka kematian ibu melahirkan masih tinggi, yaitu 420/100.000 kelahiran hidup. Hingga kini, tidak ada respons resmi dari Pemerintah Indonesia mengenai perbedaan data yang sangat mencolok ini.
Walau Indonesia telah memiliki Undang-Undang Administrasi Kependudukan dan Undang- Undang Kewarganegaraan, data kependudukannya masih sangat amburadul. Tidaklah mengherankan, pembuatan dokumen identitas aspal (asli tetapi palsu) menjadi bisnis subur dan turut mendorong maraknya kasus perdagangan manusia dan kejahatan transnasional lainnya.
Penulis pernah menemukan, salah satu desa di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menjadi produsen KTP aspal sebagai basis pembuatan paspor untuk calon buruh migran yang akan diberangkatkan ke Timur Tengah. Desa tersebut hanya memiliki sekitar 6.500 penduduk, tetapi setiap bulan yang ”diproduksi” desa tersebut bisa 15.000 KTP.
Data terpilah
Masalah lain yang diderita statistik demografi Indonesia adalah sulitnya mendapatkan data terpilah berbasis jender, terutama untuk data-data sektoral dan kewilayahan. Contoh paling kasat- mata adalah tidak adanya data terpilah mengenai jumlah buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri. Selama ini, sumber data mobilitas pekerja Indonesia keluar negeri diambil dari data ILO ataupun Bank Dunia.
Sensus Penduduk 2010 harus mampu menjawab semua keraguan mengenai data statistik demografi Indonesia dengan hasil yang kredibel. Dengan kompleksitas masalah kependudukan Indonesia, para pelaksana sensus ini bukan hanya dituntut mumpuni dalam soal penghitungan kuantitatif, melainkan juga harus memiliki kemampuan membaca konteks sosiologis masyarakat dan memiliki perspektif jender.
Jika Sensus Penduduk 2010 bisa menghasilkan data yang akurat dan komprehensif, langkah untuk menyelenggarakan single identity number (one person one ID) dalam skala nasional akan semakin mudah. Single identity number akan mempermudah pendataan bagi mobilitas penduduk, juga untuk basis data bagi pemilih dalam pemilihan umum.
Data hasil sensus juga bisa menjadi pijakan utama penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup manusia dalam skema global Sasaran Pembangunan Milenium. Skema ini membutuhkan indikator-indikator sosial-ekonomi yang datanya bisa digali dalam Sensus Penduduk 2010.
Aspek yang juga tak kalah penting dan tak boleh dilupakan adalah tingkat partisipasi penduduk sebagai subyek (bukan obyek) sensus penduduk. Tingkat kredibilitas data yang disampaikan penduduk dalam sensus penduduk sangat bergantung pada trust (kepercayaan) pada pelaksana(an) Sensus Penduduk 2010.
Wahyu Susilo International NGO Forum on Indonesian Development

Opini Kompas 24 April 2010