23 April 2010

» Home » Kompas » Bisnis dan Ideologi Media

Bisnis dan Ideologi Media

Menarik melihat perkembangan penyajian berita dan nonberita di media, khususnya di media elektronik.
Demikian juga menarik membaca artikel Bung Novel Ali di Kompas tanggal 15/4 yang berjudul ”Ideologi Media Massa”. Orang sering mempertentangkan kegiatan bisnis dan idealisme pers. Seolah-olah bila kegiatan bisnis dijalankan atau diutamakan, dengan sendirinya akan mengorbankan idealisme. Demikian juga sebaliknya.
Menurut saya bisnis yang baik adalah yang dijalankan sesuai dengan ideologi yang bermanfaat buat masyarakat. Menjalankan ideologi media bukan berarti mengorbankan bisnis media.
Pada dasarnya, demokrasi politik dan media berawal dari filsafat dan ideologi liberal yang kemudian dikoreksi. Tidak cukup hanya mementingkan jaminan terhadap hak sipil dan hak politik dalam bentuk kebebasan berpendapat dan berorganisasi, tetapi diperlukan juga jaminan terhadap hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya. Tanpa itu, terjadi ketimpangan dalam kehidupan ekonomi dan sosial.


Dalam kehidupan ekonomi, ekonomi pasar adalah keharusan. Namun, ekonomi pasar perlu dikontrol agar punya arti sosial atau disebut ekonomi pasar sosial. Bila tidak, ekonomi pasar yang esktrem akan melahirkan dominasi dan monopoli baru, melahirkan otoritarianisme baru atau otoritarianisme kapital.
Undang-Undang Dasar 1945 menganut prinsip ekonomi pasar sosial yang menekankan pentingnya keadilan dan perlunya peran negara (lihat Pasal 26-33).
Dalam dunia media, jaminan terhadap freedom of expression, freedom of speech, dan freedom of the press adalah keharusan. Namun, itu saja tidak cukup. Diperlukan jaminan terhadap diversity of content, diversity of voices, dan diversity of ownership. Tanpa jaminan tambahan, akan lahir penguasaan serta monopoli media dan informasi atas nama freedom yang akhirnya akan membunuh proses demokratisasi media.
Semua di atas adalah ideologi, termasuk ideologi media. Bisnis media seharusnya dijalankan berdasarkan ideologi itu. Dalam praktiknya, ada yang mengutamakan hiburan dibandingkan dengan news (berita) karena dianggap lebih menguntungkan secara komersial. Tidak ada salahnya sepanjang isinya tidak melanggar pedoman perilaku penyiaran dan kode etik jurnalistik.
Selanjutnya ada media yang mengutamakan berita, menjalankan pekerjaan jurnalistik, dan menganut prinsip-prinsip dasar jurnalisme sebagai ideologi. Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, pengabdian pada kebenaran dan kepentingan publik adalah prinsip dasar jurnalisme. Inilah yang bersifat ideologis.
Bertentangankah ideologi dengan bisnis media? Tentu tidak! Media yang konsisten menjalankan jurnalisme dan kode etik jurnalistik tentu akan dipercaya masyarakat mampu membentuk opini publik dan mendapat keuntungan komersial.
Orang menduga, berita yang disajikan stasiun televisi dengan gaya dan bentuknya sekarang rating-nya tinggi dan untung secara komersial. Ternyata tidak!
Berdasarkan data AGB Nielsen Indonesia ( 28/3-10/4), dalam hal rating dan market share posisi stasiun televisi dengan berita sebagai menu utama, seperti TV One dan Metro TV, berada pada posisi kesembilan dan ke-10 dari 10 stasiun televisi swasta.
Berita Vs bukan berita
Rating dan market share berita jauh di bawah program bukan berita, terlempar jauh di bawah peringkat ke-75. Yang masuk 10 besar antara lain Opera Van Java, Cinta Fitri, Take Celebrity Out, dan Termehek-mehek.
Praktisi pertelevisian paham betul, hanya stasiun televisi peringkat pertama-keempat yang mendapat iklan besar dan untung. Stasiun televisi peringkat kelima ke bawah ”berdarah-darah” dan merugi. Ini yang perlu menjadi bahan koreksi terhadap penyajian dan prinsip kerja jurnalistik selama ini.
Kita perlu kehidupan dan isi media yang sehat, yang terikat pada ideologi bangsa dan ideologi media. Agar media sehat, perlu pengawasan dan kontrol yang bersifat self regulatory ataupun tidak, seperti Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia.
Kita berharap regulator media dapat berperan aktif dan masyarakat bisa ikut memantau regulator media.
Amir Effendi siregar Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA)

Opini Kompas 24 April 2010