STASIUN Semarang Gudang yang terletak di utara bekas Stasiun Kemijen saat ini merupakan aset bersejarah PT Kereta Api (Persero), khususnya Daop IV. Sangat disayangkan bila stasiun tersebut dinonaktifkan kemudian dimusnahkan.
Menurut dosen Fakultas Teknik Arsitektur Unika Soegijapranata Semarang Ir Tjahjono Rahardjo MT bangunan Stasiun Semarang Gudang saat ini merupakan bangunan baru dan didirikan tahun 1950-1960-an.
Sedangkan bangunan yang asli telah lenyap.
Bertahun-tahun Stasiun Semarang Gudang digunakan untuk menyimpan dan mengangkut barang-barang yang tiba melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Namun stasiun tersebut tidak beroperasi lantaran berhentinya aktivitas angkutan barang dari dan ke pelabuhan.
Berdasarkan data yang penulis himpun, KA barang terakhir melintas adalah KA Barang Pusri pada Juni 2006.
Pemberhentian operasional pengangkutan barang di stasiun itu otomatis mematikan jalur KA antara stasiun itu dan pelabuhan. Jalur kereta tersebut juga semakin tak terawat dipenuhinya rerumputan liar.
Sebagian rel telah berkarat lantaran terendam rob termasuk rel yang berada di peron stasiun. Selain itu banyak besi rel yang semula merupakan bagian dari deretan sepur, akhirnya hilang dijarah. Bahkan peralatan seperti wesel elektrik, sampai sinyal elektrik juga menjadi sasaran korban vandalisme.
Deretan gerbong GGW PT Pusri juga dibiarkan terguling tanpa bogi.
Kondisi menyedihkan ini memang tidak bisa dibiarkan, karena lambat tapi pasti stasiun bersejarah tersebut akan lenyap dan pihak Daop IV PT Kereta Api (Persero) akan merasa kehilangan.
Upaya penyelamatan perlu dilakukan sejak dini, misalnya dengan mengupayakan fungsi stasiun tersebut sebagai stasiun untuk menunjang aktivitas bongkar muat barang, baik dari pelabuhan maupun dari truk peti kemas untuk dialihkan ke angkutan kereta api peti kemas menuju Surabaya, Solo, Yogya, Bandung, atau Jakarta.
Seandainya kegiatan tersebut bisa terwujud maka denyut aktivitas Stasiun Semarang Gudang akan berjalan lagi dan tentu saja menambah pemasukan bagi stasiun itu.
Sebelumnya April 2007 ada wacana untuk menjadikan stasiun tersebut sebagai terminal peti kemas. Gagasan itu bukannya mengubah atau mematikan fungsi stasiun itu sendiri, melainkan menciptakan kerja sama dalam hal angkutan barang.
Pengamanan prasarana dari pelabuhan hingga stasiun tersebut, dan Stasiun Alastuwa, perlu melibatkan aparat kepolisian dengan berpatroli mendampingi petugas pengecekan rel.
Selain itu hendaknya melibatkan masyarakat atau penduduk sekitar yang belum memperoleh pekerjaan untuk menjadi tenaga bongkar muat barang. Menciptakan lapangan kerja itu perlu karena dapat menekan pengangguran.
Bangunan stasiun kuno itu juga perlu ditinggikan dari ancaman genangan rob. Stasiun dan sekitarnya menjadi langganan rob karena kawasan rawa di sekitar stasiun banyak beralih fungsi untuk lahan rumah penduduk, sehingga tak ada lagi penampungan air buangan.
Selain itu kondisi tanahnya makin menurun karena makin banyaknya pengambilan air tanah. Salah satu jalan adalah membuat tinggi bangunan stasiun tanpa mengubah bentuk keaslian bangunan, serta meninggikan posisi rel, sehingga rel di sekitar stasiun bisa dilalui lokomotif jenis diesel elektrik.
Dengan kondisi rel yang tidak terendam air, maka transmisi elektrik pada bagian dekat bogi lokomotif bisa diselamatkan.
Jadi, tak perlu lagi bergantung pada lokomotif diesel hidrolik yang mampu menerabas genangan air di atas rel tetapi boros dalam penggunaan bahan bakar.
Perbaikan prasarana tersebut juga berlaku di sepanjang jalur KA antara pelabuhan dan jalur di sebelah timur Stasiun Semarang Gudang. Kemudian disusul dengan perbaikan dan pengadaan wesel elektrik serta sinyal elektrik.
Bila prasarana telah dibenahi maka stasiun tersebut dapat diaktifkan kembali. Dengan demikian bisa tetap dipertahankan fungsinya, sekaligus dipertahankan sebagai situs bangunan yang dilestarikan dan dilindungi oleh Pemerintah Kota Semarang. (10)
— Nugroho Wahyu Utomo ST, peneliti KA di Peduli KA Masinis Putra (PeKAMatra) dan mantan anggota Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Semarang
Wacana Suara Merdeka 27 Januari 2010