28 Desember 2009

» Home » Republika » Pemakzulan (wakil) Presiden

Pemakzulan (wakil) Presiden

Oleh : Oce Madril
(Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM)

Di antara semua hiruk-pikuk masalah hukum mutakhir, yang paling serius adalah skandal bailout senilai 6,7 triliun yang dikucurkan untuk Bank Century. Audit investigatif BPK menemukan adanya sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh elite pemerintahan dan perbankan.

Saat ini, kasus tersebut sedang diselidiki oleh DPR melalui hak angket. Panitia angket pun sudah bekerja. Ini merupakan hak angket pertama pada masa pemerintahan SBY-Boediono. Apakah hak angket ini akan berujung pada proses pemakzulan presiden dan atau wakil presiden?

Hak angket
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, hak angket kali pertama digunakan DPR pada tahun 1950-an. Ihwalnya berawal dari usul resolusi RM Margono Djojohadikusumo agar DPR mengadakan angket atas usaha memperoleh dan cara mempergunakan devisa. Panitia angket yang kemudian dibentuk beranggota 13 orang yang diketuai Margono. Tugasnya adalah menyelidiki untung-rugi mempertahankan  devisen-regime berdasarkan Undang-Undang Pengawasan Devisen 1940 dan perubahan-perubahannya.

Pascareformasi, hak angket pernah digunakan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid. Hak angket digunakan terkait upaya penyelidikan terhadap penyelewengan dana Bulog serta bantuan dana dari sultan Brunei, atau yang lebih dikenal dengan istilah Buloggate dan Bruneigate. Hak angket itu berujung pada  impeachment presiden.

Pada masa pemerintahan SBY-JK, hak angket pernah beberapa kali dicoba seperti terhadap kebijakan 'impor beras' (2006) dan kasus BLBI (2008). Namun, hak angket tersebut kandas di tengah jalan karena fraksi-fraksi di DPR menarik dukungannya. Satu-satunya yang berhasil, yakni hak angket terkait kebijakan kenaikan harga BBM. Akan tetapi, hasil kerja panitia angket BBM tidak memberikan hasil yang signifikan. 

Secara yuridis, berdasarkan UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah. Ada tiga unsur penting yang menjadi prasyarat digunakannya hak angket.

Pertama, kebijakan yang akan diselidiki harus kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kedua, kebijakan tersebut diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Ketiga, kebijakan tersebut dilaksanakan oleh presiden, wakil presiden (wapres), menteri, atau pejabat negara lainnya. 

Terkait skandal Century, unsur-unsur tersebut jelas telah terpenuhi. Kebijakan  bailout 6,7 triliun merupakan kebijakan yang strategis dan memberikan dampak pada masyarakat luas. Kebijakan tersebut juga diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan berpotensi menyebabkan kerugian negara, yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Merujuk hasil audit investigatif BPK, ditegaskan bahwa telah terjadi berbagai pelanggaran baik pada proses pendirian Bank Century maupun pada saat pengucuran dana talangan.

Untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut, DPR telah membentuk Panitia Angket. Panitia yang terdiri atas 30 orang anggota tersebut merupakan perwakilan dari semua unsur fraksi partai politik yang ada di parlemen. Berdasarkan undang-undang, masa kerja Panitia Angket adalah paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak pembentukannya. 

Panitia Angket memiliki kedudukan hukum yang sangat kuat. Buktinya, dalam melakukan penyelidikan, Panitia Angket dapat memanggil siapa pun. Selain pemerintah, Panitia Angket dapat juga meminta keterangan dari saksi, pakar, organisasi profesi, atau pihak terkait lainnya. Bahkan, Panitia Angket juga dapat memanggil warga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk memberikan keterangan, dan mereka yang dipanggil, wajib memenuhi panggilan itu. Jika ada yang menolak setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, Panitia Angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan pihak kepolisian.

Ketentuan hukum tersebut menunjukkan betapa kuatnya kedudukan dan besarnya peranan Panitia Angket dalam mengungkap suatu skandal hukum. Oleh karena itu, DPR hendaknya tidak ragu untuk menggunakan segala kewenangan yang melekat padanya untuk melakukan investigasi menyeluruh, dan mengungkap siapa pun yang terlibat dalam skandal hukum Century ini.

Pemakzulan
Jika kesimpulan penyelidikan Panitia Angket mengarah pada adanya dugaan kuat pelanggaran ketentuan perundang-undangan yang dilanggar oleh pemerintah, pintu pemakzulan  (impeachment) terbuka lebar. Dalam konstitusi, aturan mengenai pemakzulan diatur pada Pasal 7A UUD 1945  (impeachment article).

Dinyatakan bahwa Presiden dan/atau Wapres dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wapres.

Berdasarkan Pasal 7B, proses pemakzulan berlangsung tiga tahap. Pertama, dugaan penyimpangan Presiden/Wapres diajukan DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua, MK menguji kesahihan pendapat DPR. Dan terakhir, jika MK menyatakan bahwa Presiden/Wapres telah melanggar  impeachment article , DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemakzulan kepada MPR.

Proses politik di sidang majelis MPR-lah yang akan menentukan nasib Presiden/Wapres. Pada tahap ini, segala kemungkinan masih bisa terjadi. Meski MK menyatakan Presiden/Wapres bersalah, bisa saja proses politik di MPR memutuskan tidak mencopot mereka.


Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, terdapat dua presiden yang diberhentikan pada saat menjabat, yaitu Presiden Soekarno di masa orde lama dan Presiden Abdurahman Wahid di masa reformasi. Presiden Soekarno diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) tahun 1967, setelah terbit Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) yang menuduh Presiden Soekarno terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.

Sedangkan Presiden Abdurahman Wahid, diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) karena adanya Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat yang menuduh Presiden Abdurahman Wahid terlibat dalam penyalahgunaan uang milik Yayasan Dana Kesejahteraan Bulog yang merupakan tindak pidana korupsi (Hamdan Zoelva: 2005).

Mencermati perkembangan politik terakhir, bisa jadi pemakzulan merupakan ancaman yang amat diperhitungkan saat ini. Pemakzulan tersebut bisa diarahkan pada presiden ataupun wakil presiden. Dalam kasus Century, posisi Presiden SBY dinilai masih aman, namun pemakzulan berpotensi diarahkan pada Wakil Presiden, Boediono, karena dua hal.

Pertama, Boediono merupakan gubernur BI yang merangkap sebagai anggota Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) pada saat kasus Century terjadi. Sementara itu, BI dan KSSK merupakan dua pihak utama yang diduga telah melakukan pelanggaran hukum dalam pencairan  bailout.

Kedua, secara politik, posisi Boediono relatif rapuh karena tidak punya basis pendukung partai politik di parlemen. Kondisi ini tentunya akan dimanfaatkan oleh beberapa partai politik demi kepentingan politik tertentu. Apalagi, di tengah derasnya tuntutan agar Wapres Boediono mundur dari jabatannya, skenario pemakzulan Wakil Presiden sangat mungkin terjadi.

Opini Republika 29 Desember 2009