01 Desember 2009

» Home » Media Indonesia » Konsep Settlement Uni Eropa

Konsep Settlement Uni Eropa

Ron Paul: 'A system of capitalism presumes sound money, not fiat money manipulated by a central bank. Capitalism cherishes voluntary contracts and interest rates that are determined by savings, not credit creation by a central bank'. Itulah yang sebetulnya menjadi konsep settlement di Uni Eropa dengan munculnya European Central Bank. Mempelajari konsep settlement yang berada di Uni Eropa bukan saja menarik, melainkan juga penting bagi Indonesia.


Perkembangan sistem settlement di Uni Eropa sangat dipengaruhi oleh perkembangan sistem politik dan ekonomi. Karena itu, pergerakan ke depan sistem politik dan ekonomi di kawasan Asia akan menentukan bentuk sistem settlement-nya. Bahkan bukan hanya penting bagi Indonesia, melainkan juga penting bagi negara-negara Asia lainnya. Misalnya konsep settlement di Uni Eropa pada awalnya didesain untuk semata-mata memenuhi kebutuhan domestik tiap anggota Uni Eropa. Artinya sistem mereka tidak didesain untuk sistem ekonomi dengan mata uang tunggal.
Akibatnya diperlukan infrastruktur baru untuk memperlancar pergerakan pembayaran dan sekuritas di Uni Eropa. Hinrichs et al, 2004, mengatakan 'PayPal allows any business or consumer with an e-mail address to securely, conveniently and cost-effectively send and receive payments online. Its network builds on the existing financial infrastructure of bank accounts and credit cards to create a global, real-time payment solution. PayPal's service, which lets users send payments for free, can be used from personal computers or web-enabled mobile phone'. PayPal memperbesar pangsa pembayaran di Uni Eropa dengan mengakuisisi Ebay pada Oktober 2002 yang lalu. Hatoyama, perdana menteri Jepang, mengingatkan kepada kita bahwa negara Asia seyogianya bersatu menghadapi Uni Eropa dan Amerika Serikat. Namun, harus diingat bahwa selain visi Hatoyama tersebut, sebetulnya pada saat ini telah terjadi harmonisasi perjanjian perdagangan bebas di antara sesama negara ASEAN, APEC, dan perjanjian perdagangan bilateral. Sejauh mana perkembangan ini akan memengaruhi bentuk sistem settlement di Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan ini. Misalnya dengan adanya pasar bersama ASEAN, dengan sendirinya dituntut adanya kesamaan sistem settlement di ASEAN. ASEAN harus belajar dari Uni Eropa dalam melakukan proses revolusi dari sistem settlement-nya.
Tentunya dengan adanya pasar bersama ASEAN, adanya bank sentral ASEAN semakin diperlukan. Dalam rangka itu maka pengawasan sistem settlement dalam tiap negara anggota ASEAN harus diintegrasikan dengan sistem settlement tunggal di ASEAN. Untuk awalnya, seperti yang terjadi di Uni Eropa, mungkin hanya beberapa negara ASEAN yang dapat langsung bergabung dengan sistem settlement ASEAN.
Karena itu, ASEAN harus memiliki persyaratan-persyaratan bagi setiap anggota ASEAN untuk secara sadar memiliki persyaratan yang diperlukan dalam menopang sistem settlement bersama di ASEAN. Persyaratan tersebut juga harus mendukung sistem settlement ASEAN yang juga diharapkan memiliki kompatibilitas dengan sistem settlement di Jepang, Korea Selatan, dan China. Untuk itu, divisi sistem pembayaran di ASEAN harus segera mengadakan evaluasi secara dini tentang kesiapan sistem pembayaran ASEAN untuk menjadi inti dari sistem pembayaran di Asia. Ada baiknya, ASEAN juga melakukan pengkajian bersama dengan Jepang, Korea Selatan, dan China dalam pembentukan sistem settlement bersama. Dengan demikian, pasaran bersama ASEAN harus didesain untuk menjangkau sistem settlement yang lebih luas daripada keanggotaan negara-negara ASEAN itu sendiri.
Dengan semakin melemahnya nilai tukar dolar dan adanya kecenderungan bahwa dolar tidak lagi menjadi alat pembayaran dalam perdagangan minyak mentah, perkembangan ini semakin menguatkan akan pentingnya sistem settlement yang mencakup Jepang, China, dan Korea Selatan. Dalam konteks ini, pemerintah Indonesia harus bertindak lebih aktif lagi karena infrastruktur pembentukan sistem settlement ASEAN haruslah kompatibel dengan infrastruktur yang mungkin akan dibentuk oleh Jepang, China, dan Korea Selatan. Hal ini sejalan dengan proses terbentuknya sistem pembayaran di Uni Eropa. Sangatlah masuk akal jika infrastruktur yang akan dibentuk memiliki inti dari infrastruktur milik Jepang, yaitu BOJ-NET. Untuk awalnya, ASEAN harus menuju sistem pembayaran bersama yang berbasis RUTGS. Selanjutnya, harus dibentuk platform teknis yang tunggal untuk negara-negara ASEAN yang mengakomodasi infrastruktur pembayaran yang berskala perdagangan besar. Untuk menghemat biaya, kedua tahap ini harus berjalan dalam satu koridor dengan mengombinasikan infrastruktur BOJ-NET. Platform teknis tunggal akan sangat menghemat biaya jika BOJ-NET dapat menjadi core infrastruktur. Untuk itu, harmonisasi sistem payment di ASEAN harus mengarah kepada sistem Jepang. Dalam mencapai itu, kerja sama antardivisi payment moneter antarbank sentral di ASEAN harus searah dengan sistem Jepang. Dengan demikian, sistem kerja sama antara pasar modal ASEAN dan Jepang juga harus segara dibuka. Tahap awalnya adalah menyelenggarakan sistem full disclosure yang sama antara negara-negara ASEAN dan sistem di Jepang. Tahap selanjutnya adalah dual listing serentak antara saham-saham tercatat di bursa efek ASEAN dan Bursa Tokyo dan/atau Osaka. Dalam kerja sama itu diharapkan biaya pencatatan dual listing tidak lagi menjadi beban. Karena itu, masalah tersebut harus segera dimasukkan agenda sistem settlement bersama antara ASEAN dan Jepang. Peraturan pencatatan, pengawasan, dan keanggotaan di bursa efek ASEAN harus segara mengadopsi sistem Jepang. Untuk itu, harus segera dibentuk liason officer antara bursa efek di ASEAN dan Bursa Tokyo. Di setiap bursa efek anggota negara ASEAN harus ada liason officer dari Bursa Tokyo dan juga sebaliknya dalam tiga tahun ke depan ini. Tanpa langkah itu, upaya untuk menciptakan sistem payment ASEAN yang setara dengan Fedwire dan Target (Uni Eropa) akan semakin jauh dapat tercapai. Sistem BOJ-NET Jepang merupakan sistem awal dari sistem settlement ASEAN dan jika langkah itu diterapkan, perekonomian ASEAN dapat memangkas biaya infrastruktur yang sangat besar. Dalam konteks itu, bank swasta di negara-negara ASEAN juga dapat dilibatkan untuk berperan lebih aktif lagi. Dalam kasus Indonesia bank seperti Bank BCA dapat memainkan peran yang lebih besar seperti Target 2 dan CCBM2 di Uni Eropa. Target 2 merupakan sistem settlement untuk sekuritas dan CCBM2 merupakan manajemen bagi sistem kolateral. Dalam sistem pembayaran tunggal di ASEAN peran bank sentral yang lebih dominan khususnya bagian internal accounting dan collateral management seperti di Uni Eropa. Namun, bank sentral bersama dengan bank swasta yang berspesialisasi dalam pembayaran di tiap negara ASEAN dapat mulai bekerja sama membentuk modul sistem bersama khususnya dalam membentuk pembayaran proses dan RTGS account.
Dalam dimensi yang lain perlu kerja sama dalam pembentukan home accounting module, standing facilities, dan reserve management. Tanpa kerja sama, kompatibilitasnya akan sulit dilakukan untuk tiap negara. Setelah tahap tersebut selesai, perlu dibentuk tiga subsistem lainnya, yaitu static data management, contingency module, dan information and control module. Dalam sistem BOJ-NET semua unsur ini sebetulnya telah terbentuk sehingga yang diperlukan adalah kompatibilitas sistem dengan negara-negara ASEAN. Yang belum ada adalah lembaga data warehouse dan customer relationship management (seperti Uni Eropa) yang mencakup semua bank sentral di ASEAN. Kedua lembaga yang terakhir ini baru dapat terbentuk jika sudah ada lembaga bank sentral tunggal! Dengan mempelajari apa yang terjadi di Uni Eropa, negara Asia khususnya ASEAN dapat menghemat biaya infrastruktur bersama dalam membangun sistem pembayaran tunggal yang efisien dan efektif. Konsep settlement Uni Eropa merupakan benchmark yang tepat dari konsep settlement ASEAN.

Oleh Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis
Opini Media Indonesia 2 Desember 2009