KEMUNCULAN aliran sesat Sabdo Kusumo di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, membuat banyak pihak prihatin mengingat wilayah itu merupakan basis siswa dan santri menuntut ilmu.
Penulis juga merasa waswas dan khawatir pengikut aliran tersebut ada yang berasal dari kalangan siswa dan santri. Alasannya selama ini setiap aliran sesat yang muncul di Indonesia selalu menjadikan siswa, santri, dan mahasiswa sebagai target utamanya.
Misalnya Al Qiyadah Islamiyah pimpinan Ahmad Mushaddeq yang mengklaim memiliki 41.000 pengikut (SM, 1 November 2007) itu, ternyata tidak sedikit pengikutnya dari kalangan siswa dan mahasiswa.
Fenomena menjadikan remaja, khususnya siswa dan mahasiswa sebagai target utama serta basis penyebaran aliran itu dikarenakan pada umumnya kualitas akidah mereka belum begitu kuat.
Pengetahuan serta wawasan keagamaannya masih minim dan penghayatan terhadap agamanya pun belum mendalam sehingga relatif mudah dipengaruhi.
Karena adanya faktor-faktor mendasar itulah yang menyebabkan pemimpin aliran sesat di Indonesia selalu menjadikan siswa dan mahasiswa sebagai sasaran empuknya.
Mereka yakin kalau siswa dan mahasiswa dapat lebih mudah dipengaruhi untuk mengikuti ajaran sesatnya.
Dalam hal ini, pihak sekolah atau madrasah hendaknya dapat memastikan bahwa tidak ada satu pun siswanya yang terjerumus masuk mengikuti aliran sesat. Dalam rangka itu, seluruh komponen sekolah seyogianya ikut aktif mewaspadai masuknya aliran sesat di sekolah.
Kepala sekolah dalam hal ini mempunyai tanggung jawab besar mengingat pada dasarnya apa yang terjadi di sekolah, baik kejadian berskala besar maupun kecil, merupakan tanggung jawabnya.
Kepala sekolah sepatutnya bertindak tegas, jangan ragu-ragu dan jangan ada kata toleransi kepada mereka yang melakukan penyimpangan.
Peringatan, pembinaan ataupun bahkan sanksi juga harus dijatuhkan kepada karyawan dan siswa yang nyata-nyata membawa aliran sesat ke sekolah.
Guru juga mempunyai tanggung jawab dan peranan menentukan. Pasalnya mereka lebih banyak dapat memantau gerak gerik dan tingkah laku siswa saat di sekolah.
Khususnya, saat proses belajar mengajar di dalam kelas.
Berbeda dari kasek yang hanya dapat memantau siswa dari jauh (luar kelas). Dengan nilai lebih yang dimilikinya, diharapkan guru dapat selalu memantau dan mengamati gerak gerik siswa-siswinya.
Membimbing Bila dalam pemantauannya kedapatan ada siswa yang mencurigakan, aneh, dan cenderung berubah akidahnya, guru hendaknya segera menyelidiki dan membimbingnya.
Guru harus segera melaporkan kepada guru agama agar siswa tersebut ditangani serta dibina dengan serius.
Masalah akidah siswa pada hakikatnya merupakan tanggung jawab guru agama. Guru agamalah yang paling bertanggung jawab atas akidah dan keberagamaan siswa.
Bahkan dapat dikatakan bahwa bila di suatu sekolah ada siswa mengikuti aliran sesat, maka dapat dibilang hal itu merupakan ”kegagalan” guru agamanya, atau sebaliknya.
Mengingat begitu besarnya tanggung jawab dan peranan guru agama, mereka dituntut jauh lebih peka dibandingkan guru lain atau komponen lainnya, seperti halnya pegawai sekolah. Karena itu, seyogianya guru agama dalam mengajar dan mendidik hendaknya lebih memprioritaskan penanaman akidah.
Dia perlu meletakkan akidah secara mendalam ke seluruh hati sanubari siswa agar mereka tidak akan mempan dan mudah dimasuki berbagai aliran sesat yang terus bermunculan.
Wali murid pun punya tanggung jawab dalam upaya menyelamatklan siswa dari pengaruh aliran sesat. Tanpa dukungan penuh dari wali murid, misi menyelamatkan siswa dari aliran sesat tidak akan berhasil.
Pasalnya hanya wali muridlah yang dapat memantau dan membimbing penuh waktu di luar jam sekolah. Untuk itu, setiap saat wali murid diharapkan dapat selalu memantau serta mengawasi anaknya, khususnya mengawasi akidah dan ibadahnya.
Apabila wali murid melihat anaknya terindikasi terpengaruh ajaran aliran sesat, maka harus segera menasihatinya untuk kembali ke akidah yang benar.
Dia juga perlu meminta bantuan kiai dan ustad di lingkungannya dan mengabari pihak sekolah.
Siswa pun diharapkan mampu membentengi dirinya sendiri dari berbagai bujukan aliran sesat. Salah satu cara agar siswa dapat membentengi serta menyelamatkan dirinya dari pengaruh aliran sesat adalah dengan cara dapat memahami dan membedakan mana aliran yang benar dan yang sesat. (10)
— M Saifuddin Alia, guru MTs Negeri Wirosari Grobogan dan MA Ismailiyyah Nalumsari, Jepara
Wacana Suara Merdeka 2 Desember 2009