SETELAH mengalami penundaan beberapa kali akhirnya kompetisi Divisi Utama PSSI bergulir juga. Dari 35 klub peserta kompetisi (seharusnya 36 klub tapi PS Banyuasin mengundurkan diri) yang berlaga di Divisi Utama, PPSM Sakti Magelang berada dalam grup II bersama PSIS Semarang dan Persis Solo. Sementara 9 klub lainnya berasal dari luar Jawa Tengah. Setiap grup terdiri atas 12 klub.
Dibandingkan dengan PSIS dan Persis, bisa dibilang PPSM Sakti merupakan pendatang baru dalam kancah sepak bola nasional. Bukan hal yang mudah baginya untuk menembus kasta kedua di Liga Indonesia ini. Perjalanan klub kebanggaan warga Magelang itu cukup panjang dan berliku.
Berawal dari tahun 2005 berlaga di divisi III Liga Indonesia setelah sebelumnya (tahun 2004) hanya bermain di Divisi II A Zona Jateng. Kemudian tahun 2006 lolos ke Divisi II karena bergabung dengan klub asal Sleman, Panca Sakti. Karenanya, sejak berlaga di kompetisi Divisi II 2007, Divisi I 2008, dan Divisi Utama sekarang ini kata Sakti menjadi bagian dari PPSM.
Terlepas dari penggabungan kedua klub itu ternyata kata Sakti memiliki nilai sejarah tersendiri bagi pencinta bola di Magelang. Pada tahun 1979-1982 di kota ini ada klub Tidar Sakti yang merupakan salah satu pendiri kompetisi Galatama. Bahkan, dari 14 klub yang berlaga kala itu (Warna Agung, Niac Mitra, Tunas Inti, dan lain-lain) hanya Tidar Sakti yang memiliki stadion sendiri yakni, Stadion Abu Bakrin.
Pada zaman kolonial Belanda, PPSM (Persatuan Paguyuban Sepak Bola Magelang, dulu bernama IVBM) yang berdiri tahun 1919 merupakan salah satu pendiri PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia).
Kala itu pada 19 April 1930 di Yogyakarta berkumpullah pemuda-pemuda yang tergabung dalam organisasi sepak bola. Sjamsoedin dari Voetbalbond Indonesische Jakarta (VIJ), Gatot dari Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB), Daslam Hadiwasito, A Hamid, dan M Amir Notopratomo dari PSM (Persatuan Sepak Bola Mataram) Yogyakarta. Soekarno dari Solo Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB), Kartodarmoedjo dari Madioensche Voetbal Bond (MVB), EA Mangindaan dari Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM), dan Pamoedji dari Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Pertemuan tersebut menempatkan Ir Soeratin Soesrosoegondho sebagai ketua PSSI.
Sebenarnya amat disayangkan, Magelang yang ikut mewarnai latar sejarah persepakbolaan nasional namun dalam perjalanannya klub di kota getuk ini belum banyak menorehkan prestasi. Hasil terbaik yang pernah diraihnya adalah menjadi juara ke-3 tahun 1935 dan masuk 18 besar pada tahun 1975 (liga perserikatan). Selanjutnya baru lima tahun terakhir ini geliat PPSM Sakti menunjukkan grafik peningkatan yang menggembirakan.
Seiring dengan harapan prestasi yang didambakan warga Magelang terhadap klub kesayangannya, agaknya masih berbanding lurus dengan keinginan Pemkot Magelang dalam menyediakan fasilitas olahraga.
Saat ini Pemkot sedang membangun stadion madya yang rencananya akan menjadi homebase bagi skuad pemain PPSM Sakti pada masa datang. Nantinya, diharapkan stadion tersebut mampu menjadi pemacu semangat bagi klub yang berjuluk Laskar Macan Tidar itu untuk mengejar prestasi di persepakbolaan nasional.
Memiliki Stadion
Selain itu, sudah menjadi keharusan bagi setiap klub untuk memiliki stadion yang memenuhi syarat guna menggelar pertandingan setingkat Divisi Utama maupun Liga Super. Sungguh sangat tak mengenakan bagi sebuah klub sepak bola yang harus bermain kandang tapi di stadion milik klub lain hanya karena tak memiliki stadion yang memadai.
Terlebih lagi, kini infrastruktur stadion merupakan persyaratan mutlak yang diwajibkan oleh PT Liga Indonesia kepada peserta kompetisi. Namun sementara waktu, PPSM Sakti harus berbesar hati menggunakan stadion yang lama (Abu Bakrin) dalam menjamu ìtamu-tamunya.î
Dukungan masyarakat Magelang dan sekitarnya terhadap kemajuan PPSM Sakti sangat diharapkan. Terlebih klub dari Lembah Tidar ini merupakan satu-satunya tim dari wilayah Tengah dan Selatan Jateng yang mampu berlaga di Divisi Utama. Setelah selama beberapa tahun hanya klub-klub dari pesisir utara Jateng yang mampu merasakan kerasnya perhelatan sepak bola nasional. Misalnya PSIS Semarang, Persijap Jepara, Persiku Kudus, dan PSIR Rembang.
Kini saatnya PPSM Sakti menjadi pioner guna membangkitkan semangat persepakbolaan di wilayah eks- Karesidenan Kedu (Magelang, Purworejo, Wonosobo, dan Temanggung).
Tentu sangat membanggakan sekali, jika klub ini tidak hanya numpang lewat di kompetisi Divisi Utama namun sanggup melangkah lebih jauh hingga ke tangga Liga Super Indonesia. Ayo Macan Tidar mengaumlah! Getarkan jagad sepak bola nasional dengan torehan prestasimu! (10)
— Nur Khafid, pencinta sepak bola,tinggal di Magelang
Wacana Suara Merdeka 28 November 2009