Harga nyawa saat ini juga terlalu murah. Tidak bisa kontrol emosi, inginnya setiap kejadian diselesaikan dengan kekerasan. Manusia merasa paling kuat, sehingga menindas yang lemah.
Di antara sekian bencana yang terus meland kita, nalar kita terus bertanya apa yang sesungguhnya terjadi dengan bangsa ini. Ketika nalar tidak cukup untuk memaknainya, maka kita hanya mengandalkan intuisi. Intuisi kita berusaha menjelaskan pelbagai peristiwa yang datang. Peristiwa-peristiwa di bawah ini merupakan simbol-simbol yang harus kita maknai bersama.
Saya mempunyai sahabat, konglomerat di Aceh. Ketika terjadi gempa tsunami yang menewaskan 200.000 orang dalam tempo 15 menit harta benda, rumah mewah dan lain-lain milik miliarder tersebut disapu bersih.
Dia selamat. Kekayaan yang dimiliki tinggal 50%, namun jumlahnya tetap miliaran rupiah.
Dia bersama keluarga memutuskan pindah ke pemukiman rumah mewah di Jakarta. Trauma tsunami masih menghantui pikirannya. Dia merasa aman di Jakarta. Namun saat terjadi gempa di Tasikmalaya, dia kembali ketar-ketir tentang proyek besarnya di Padang.
Setelah lebaran dia berangkat ke Padang dalam rencana menjual semua aset bisnisnya di Padang. Namun ternyata dia mendapat musibah gempa bumi. Dia terkubur bersama harta bendanya yang berlimpah, kekayaannya terbuang sia-sia. Seorang rekan saya yang lain rajin beramal bersedekah saat ada bencana atau tidak. Ternyata keluarganya yang berada di Pariaman selamat semua.
Bencana alam gempa bumi di Padang (Sumbar) yang berkekuatan 7,6 skala richter (SR) awal Oktober merupakan peristiwa yang mengerikan. Korbannya ribuan rumah hancur, 739 orang meninggal dunia, 863 orang luka berat, 1.356 orang luka ringan, 418 orang mengungsi (sumber: 7 Oktober 2009 Sarkolak Sumbar). Sumber Unesco bahkan lebih mencengangkan. Tewas 1.000 orang lebih. Menurut perhitungan saya mungkin lebih karena masih banyak jenazah yang belum diketemukan (sekitar 300 orang hilang). Gempa bumi susulan bisa saja terjadi di sekitar kita.
Negeri Bencana
Sebelumnya hati kita juga miris dengan gempa bumi Tasikmalaya (Jabar) yang berkekuatan 7,3 SR awal September lalu. Indonesia, Jepang dan Cina memang rawan dengan gempa bumi. Pasalnya dikepung dengan gunung berapi. Dan gempa bumi bisa saja terjadi kapan saja dan di mana saja di Indonesia.
Menurut saya bumi ini memang sudah tua. Namun menurut Lawrence E yang menulis buku Kiamat 2012, saya tidak sepaham. Pasalnya kiamat tidak bisa dipastikan tanggalnya oleh siapa pun. Namun kalau kiamat sudah dekat saya sangat setuju, kendati dekatnya beberapa hari, bulan dan tahun lagi tetap menjadi misteri. Tentang tanggal, bulan dan tahun kita tidak bisa memastikan. Itu semua rahasia Ilahi, hanya Tuhan yang tahu.
Sekali lagi saya katakan dunia sudah tua. Dan tak ada lagi rasa nyaman dan aman lagi di muka bumi ini. Kejahatan, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, korupsi terjadi di mana-mana seolah-olah orang tak takut lagi berbuat dosa.
Rumah terbuat dari tembok tinggi, untuk menghindari kebanjiran, namun sangat riskan untuk gempa bumi. Kalau rumah dibuat rendah, takut kebanjiran. Kalau rumah supaya bisa meredam gempa, buatlah dari kayu, namun jika terjadi kebakaran gampang ludes.
Yang terpenting adalah melakukan tobat nasional. Tingkatkan ibadah kita sesuai agama kita masing-masing sehingga sewaktu-waktu ajal menjemput, kita sudah siap dan berada dalam iman yang tinggi.
Saat ini banyak manusia yang sombong. Kekayaan adalah milik Tuhan, namun berapa banyak yang sudah benar-benar menyalurkan berkat-berkat tersebut? Bahkan harta benda berlimpah sering membuat orang semena-mena terhadap orang yang lemah.
Seperti contoh pimpinan terlambat menggaji pegawai. Jika pegawai terlambat masuk atau izin tidak masuk (ada keperluan keluarga) dipotong gajinya. Namun kalau pimpinan telat memberikan gaji, tidak ada yang protes.
Sikap tidak semena-mena lainnya muncul. Jika pembantu rumah tangga (PRT) sakit disuruh pulang. Padahal yang benar seharusnya pembantu yang sakit diajak berobat hingga sembuh dengan biaya majikannya. Waktu sehat tenaga PRT dipakai, waktu sakit PRT dibuang. Padahal PRT juga manusia yang memiliki hati dan perasaan.
Banyak manusia memiliki sifat iri hati, dengki yang kerjanya menebar gosip sehingga mengadu domba, membuat orang lain berkelahi. Harga nyawa saat ini juga terlalu murah. Tidak bisa kontrol emosi, inginnya setiap kejadian diselesaikan dengan kekerasan. Manusia merasa paling kuat, sehingga menindas yang lemah. Yang kuat tidak melindungi yang lemah. Itulah kejahatan yang sering kita saksikan sehari-hari.
Lupa Beribadah
Kita perlu bersembahyang sebelum disembahyangkan. Terlalu sibuk bekerja kadang membuat kita lupa beribadah, jarang mendengarkan firman Tuhan, membuat mata kita buta melihat, telinga tuli mendengar penderitaan sekitar kita. Dan biasanya jika tengah sakit, menderita, hidup susah baru ingat Tuhan, baru rajin berdoa dan lain-lainnya.
Ada pula yang berlimpah harta menjadi lupa akan Tuhan. Hidup berfoya-foya, menghamburkan duit di meja judi, berlibur keluar negeri, mabuk dan lain-lainnya.
Karena itu, penting kiranya tobat yang dilakukan melalui ritual yang dipimpin oleh pemimpin nasional. (80)
—Hengky Sukemi SPd, Kepala SMA Advent Semarang
Wacana Suara Merdeka 22 Oktober 2009