30 September 2009

» Home » Media Indonesia » Fungsi Operasi Payment dalam Sistem Moneter

Fungsi Operasi Payment dalam Sistem Moneter

John Stuart Mill mengingatkan: "All the natural monopolies (meaning thereby those which are created by circumstances, and not by law) which produce or aggravate the disparities in the remuneration of different kinds of labour, operate similarly between different employments of capital." Itulah yang akhirnya menjadi dasar ekonomi dari sistem pembayaran dan serah yang efisien. Dengan demikian sistem ekonomi menuntut perbankan untuk memiliki bank yang berspesialisasi pada bank pembayaran seperti Bank BCA. Dalam menciptakan efisiensi pembayaran perumahan, keberadaan bank seperti Bank BTN juga diperlukan. Dalam operasi moneter dengan salah satu fungsi uang adalah sebagai alat pertukaran, operasi pembayaran dan penyerahan harus memperlancar arus barang dan jasa akibat pertukaran.

Sistem moneter harus menjaga fungsi uang sebagai alat tukar secara efisien sehingga kebijakan moneter yang memengaruhi likuiditas perekonomian menjadi sangat efektif dalam menekan biaya tinggi yang mungkin disebabkan oleh sistem pembayaran dan penyerahan. Bukan hanya itu. Bank sentral juga berkewajiban untuk menjaga agar sistem pembayaran dan penyerahan berlangsung secara likuid, transparan, dan efisien. Bank sentral harus menjamin bahwa proses gagal bayar dan/atau gagal serah dapat dilakukan seminimal mungkin dengan biaya yang juga seefisien mungkin.
Kepercayaan publik terhadap uang juga dipengaruhi oleh seberapa andal sistem pembayaran dan penyerahan dalam mendukung fungsi uang sebagai alat pertukaran (termasuk alat tukar nonuang lainnya). Permasalahannya adalah kondisi Indonesia sendiri yang berpotensi akan mengalami inefisiensi. Daerah-daerah tempat tidak semua bank berpartisipasi akan membuat transaksi antarbank menjadi sangat mahal. Bahkan di daerah yang terdapat banyak bank sekalipun kerap kali transaksi tidak terjadi akibat tidak tersedianya uang berupa kas. Konsekuensinya reliabilitas sistem tukar uang antarbank juga tergantung pada kualitas teknologi yang digunakan (apa pun jenis alat tukarnya). Tanpa dukungan teknologi pembayaran, biaya pembayaran dan penyerahan menjadi relatif mahal.
Jevons dalam bukunya The Theory of Political Economy (1871) menggunakan marginal utility dari nilai dalam menerangkan terjadinya pertukaran dengan diperlukan adanya persamaan keinginan dari minimal dua pihak yang terjadi secara kebetulan dalam jenis barang dan jasa, kapan dan di mana penawaran dilakukan. Dalam konteks itulah alat tukar berfungsi. Fungsi alat tukar juga tidak lepas dari pengaruh Hukum Gresham sehingga bank sentral harus lebih berhati-hati dalam menjalankan fungsi operasi pembayaran dalam sistem moneter. Intinya Gresham mengatakan: "Where legal tender laws exist, bad money drives out good money." Artinya efisiensi dan reliabilitas sistem operasi payment juga bergantung pada seberapa besar sisitem moneter bebas dari bad money.
Permasalahannya adalah sistem tersebut berbentuk asimtutis sehingga semakin efisien sebuah sistem maka akan terjadi secara relatif kecil jumlah bad money (namun tidak bebas dari bad money). Di Amerika Serikat sendiri yang sistemnya dapat dianggap maju terdapat kurang lebih $135 miliar bad money berbentuk obligasi treasury milik pemerintah Amerika Serikat yang bergerak lintas negara pada Juni 2009. Ini artinya hampir setengah nilai remitansi dari tenaga kerja migran yang juga mengandalkan kepada efisiensi operasi payment sistem moneter.
Berdasarkan pendekatan asimtutis tersebut, tampaknya sistem moneter dunia masih memerlukan terobosan agar efek asimtutis dapat diperkecil. Artinya nilai total remitansi berpotensi terserap oleh bad money! Alangkah malangnya nasib negara berkembang yang mengandalkan remitansi sebagai sumber devisa dan modal perekonomian jika akhirnya terserap oleh bad money. Dapat diperkirakan bahwa bad money di Uni Eropa akan lebih besar lagi proporsinya ketimbang uang beredar karena masalah koordinasi antarnegara yang menjadi anggota Uni Eropa merupakan masalah serius.
London juga tidak lepas dari pengaruh bad money. Apalagi nilai tukar dari poundsterling juga kian melemah akibat melemahnya perekonomian domestik selain itu Inggris juga menjadi induk dari negara-negara Persemakmuran (Commonwealth) yang memungkinkan terjadinya dominasi bad money. Bank sentral juga memiliki keinginan untuk menjaga stabilitas dari sistem keuangan sehingga fungsi operasi payment dalam sistem moneter menjadi bagian tak terpisahkan dari tugas bank sentral. Dalam kondisi krisis maka bank sentral berkewajiban menjaga stabilitas sistem moneter yang tentunya membutuhkan fungsi payment dan serah dalam jumlah nilai yang besar untuk menyelamatkan sistem pembayaran. Selain itu, bank sentral juga harus memperhitungkan overvalued-nya aset di dalam negeri. Jika bank yang dilindungi merupakan bank yang memiliki pengaruh dominan dalam sistem payment, dapat dipastikan bank sentral akan menggunakan likuiditas yang besar sebagai instrumen. Selanjutnya bank sentral juga membutuhkan sistem pembayaran dan serah untuk melakukan open market operation dalam rangka mencapai tujuan moneter yang ditetapkan (tingkat suku bunga jangka pendek).
Dalam realitasnya sistem moneter dalam konteks operasi pembayaran dan serah berpotensi mengalami risiko sistemik dan permasalahan dalam berkoordinasi. Kahneman menyebutnya sebagai 'the fact that people often demand much more to give up an object than they would be willing to pay to acquire it'. Jika ada salah satu anggota ada yang mengalami gagal bayar atau gagal serah akibat mengalami operasional stres, sistem operasi harus bersifat konvergen dan bukan divergen. Karena itulah, hasil rapat FOMC baru-baru ini menetapkan pinjaman overnight masih pada 0%, tetapi horizon hawkish ke depan mulai terangkat. Sistem konvergen bergerak serah dengan bandwagon effect dengan 'the probability of any individual adopting it increasing with the proportion who have already done so (Colman 2003)'.
Sistem operasi harus memiliki operasi kunci yang bebas dari ancaman risiko sistemik. Karena itu, sistem harus didesain untuk sintas dalam kondisi apa pun. Di sinilah pentingnya memiliki koneksi antara sistem pembayaran dan serah dengan sistem fiskal karena dengan hancurnya sistem pembayaran maka mekanisme fiskal dipastikan akan lumpuh. Instrumen fiskal harus mampu menopang sistem pembayaran agar tidak kolaps. Sistem seperti ini akan mampu menghilangkan negative externalities secara sistematis karena anggota juga akan berpikir akan besarnya potensi biaya yang akan ditanggung oleh anggota lainnya karena kegagalannya. Metcalfe mengatakan, "Customers needed Ethernet cards to grow above a certain critical mass if they were to reap the benefits of their network." Untuk itu, sistem harus memberikan harga premium agar jaminan bagi kehandalan sistem dapat dipertahankan. Apalagi sistem real-time gross settlement tidak bersifat deferred yang justru menciptakan ketergantungan likuiditas. Semakin efisien sistem juga tidak dijamin sempurna karena perbedaan besarnya operasi bisnis masing-masing peserta dan bedanya orientasi bisnis mereka. Sistem pembayaran dan serah yang efisien pada gilirannya akan terkonsentrasi kepada skala ekonomis yang berbentuk monopoli alamiah. Benarlah yang dikatakan oleh Mill: "If a business can only be advantageously carried on by a large capital, this in most countries limits so narrowly the class of persons who can enter into the employment, that they are enabled to keep their rate of profit above the general level." Dengan demikian, biaya operasi dari sistem pembayaran dan serah akan semakin efisien dengan semakin banyaknya nilai transaksi yang terjadi. Untuk mencapai struktur yang semakin efisien, hadirnya bank yang memiliki spesialisasi sebagai bank pembayaran merupakan keharusan!



Opini Media Indonesia 1 Oktober 2009
Oleh Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis