20 Mei 2010

» Home » Suara Merdeka » Meramal Demokrat

Meramal Demokrat

KALAU ditanya partai apa yang ketua umumnya relatif kurang begitu dikenal publik maka jawabnya adalah Partai Demokrat (PD). Sejak dulu dipimpin Subur Budhisantoso dan kini Hadi Utomo, figur orang nomor satu tak begitu populer. Orang hanya melihat partai pemenang pemilu itu identik dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Maka sang ketua umum haruslah rela untuk sekadar menjadi bagian dari struktur partai. Bukan menjadi magnet atau pusat kekuasaan seperti layaknya Megawati di PDIP, Wiranto di Hanura, dan Prabowo Subianto di Gerindra.

Tentu ini bukan sekadar faktor popularitas melainkan juga mencerminkan realitas politik. Siapa berani menyangkal bahwa Demokrat milik SBY dan karena itu pula keberlangsungannya nanti sangat tergantung pada figur tersebut. Kecuali, partai itu mampu berkembang menjadi partai modern, solid, dan mandiri untuk tidak dikatakan tak bergantung lagi pada figur.


Dalam perspektif itu pula kita mesti melihat berbagai dinamika dan fenomena pada Kongres II Partai Demokrat di Bandung 21-23 Mei 2010. Kalaupun sekarang hiruk-pikuk dan memanasnya suhu politik di internal terasa lebih dibanding sebelumnya, adakah itu pertanda bahwa posisi ketua umum bakal lebih penting dan menentukan, terutama untuk kaderisasi dan penentuan nasib partai pada tahun-tahun mendatang. Sudah sanggupkah partai itu bertahan sebagai juara tanpa mengandalkan figur SBY?

Dilihat dari figur kandidat ketua umum yang muncul memang relatif menjanjikan. Dalam arti yang tampil sudah pada level menteri, ketua DPR, atau setidaknya ketua fraksi di DPR. Mereka adalah Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, dan Marzuki Alie yang sudah biasa menjadi konsumsi pemberitaan di media massa. Dari segi popularitas mungkin sudah tak kalah dibanding ketua umum partai lain.

Matang Berpolitik

Survei yang dilakukan Cyrus Surveyors Group dan Pusat Kajian Psikologi Politik Universitas Indonesia terhadap 150 opinion leader di 15 ibu kota provinsi tentang profiling calon ketua umum menempatkan Anas pada posisi pertama, Andi Mallarangeng urutan kedua, dan Marzuki Alie ketiga. Mereka dinilai dari banyak dimensi seperti visi, intelektualitas, kepemimpinan, keterampilan politik, stabilitas emosi, hingga religiositas,
Hanya pada dimensi intelektualitas dan penampilan, Andi bisa mengimbangi Anas. Selebihnya Menteri Negara Pemuda dan Olahraga yang terkenal sejak menjadi juru bicara SBY tersebut masih berada di bawah Anas yang dikenal lebih matang berpolitik karena pengalaman organisasinya. Ketua DPR Marzuki Alie harus rela berada di urutan ketiga dengan jarak relatif jauh.

Tentu saja kualitas personel tidak menggambarkan sama sekali bagaimana peta kekuatannya? Benarkah restu Cikeas akan berpengaruh besar nantinya serta bagaimana kemungkinan koalisi antarkandidat yang bakal terjadi.

Survei profiling itu hanya menggambarkan urutan namun bagaimana seandainya ditanyakan apakah sebenarnya ketiganya sudah bisa dikatakan layak tampil sebagai ketua umum partai yang nantinya harus bisa berdiri sejajar dengan ketua umum partai-partai lainnya.

Saya yakin masih banyak yang meragukan karena berbagai pertimbangan termasuk ‘’jam terbang’’í. Apalagi kalau harus bersanding dengan tokoh seperti Aburizal Bakrie yang sekarang bahkan menjadi Ketua Harian Sekber Koalisi. Maka orang pun mempertanyakan tidakkah diperlukan calon alternatif dan kalau perlu yang berasal dari luar partai? Nama yang disebut-sebut misalnya Menkopolhukam Djoko Suyanto. Karena bagaimana pun semua mulai meneropong peta persaingan politik tahun 2014, termasuk dalam menghadapi pilpres.

Haruslah diakui partai yang berdiri sejak 2002 itu belum benar-benar teruji. Kepiawaian kadernya di DPR juga seringkali masih belum mampu mengimbangi politikus senior dari Golkar dan PDIP. Kekalahannya di banyak pilkada juga menunjukkan mekanisme dan sistem kepartaian secara internal belum terbangun betul.
Kalaupun bisa mencapai kemenangan dalam pemilu 2009 semua itu tak lepas dari figur SBY yang memang sejak awal merancang dan merintis partai itu sebagai kendaraan politiknya.

Meskipun demikian partai garis tengah seperti Demokrat, Golkar, dan PDIP tetap memiliki prospek yang baik asalkan memiliki figur pimpinan yang mampu menjadi sosok yang layak jual. Di samping itu sebagai the ruling party, maka nama baik atau sebaliknya nama buruknya akan ditentukan oleh kinerja pemerintahan.

Kalau semua menyadari bahwa Partai Demokrat masih milik SBY maka siapa ketua umum partai dan hasil-hasil kongres di Bandung tak akan lepas dari kehendak yang empunya. Sayangnya sampai sekarang peta itu masih belum terlihat benar. Secara logika politik posisi Andi yang menggandeng Ibas, putra SBY sebagai calon sekjen, lebih kuat dan mendapatkan restu. Akan tetapi yang terjadi kemudian bisa jadi adalah pembiaran terhadap mekanisme demokrasi yang berlangsung di kongres.

Tampaknya SBY akan sangat berhati-hati untuk tidak gegabah mengintervensi kongres dan itu tidak terlepas dari karakter yang dimilikinya. Maka peluang Anas yang dikabarkan akan berkoalisi dengan Marzuki Alie bisa lebih kuat. (10)

— Sasongko Tedjo, wartawan Suara Merdeka di Semarang

Wacana Suara Merdeka 21 Mei 2010