07 Desember 2009

» Home » Suara Merdeka » Optimalisasi KA Semarang-Solo

Optimalisasi KA Semarang-Solo

JALUR kereta api (KA) Semarang-Solo merupakan jalur yang menjadi tonggak awal dunia perkeretaapian di Indonesia. Salah satu dari bagian jalur itu adalah jalur KA antara Semarang dan Tanggung yang bersejarah dan perlu dirawat keberadaannya.

Apalagi seiring dengan pembangunan jalan tol Semarang-Solo yang seolah-olah mampu menjadi pesaing bagi layanan angkutan kereta di jalur itu.


Hingga kini jalur Semarang-Solo dilalui KRD Pandanwangi, KRDI Banyubiru, KA Bangunkarta, KA Matarmaja, KA Brantas, KA BBM Pertamina (Cepu-Gambringan-Gundih-Solo Balapan), serta KA Barang Semen.

Kepadatan lalu lintas kereta api di jalur itu hanya terjadi pada malam hari. Sedangkan pada siang hari jarang sekali dilalui kereta api.

Sementara beberapa daerah yang dilalui jalur kereta api merupakan kawasan jauh dari perkotaan. Seolah kawasan itu menjadi sebuah kawasan terisolasi yang jauh dari keramaian terutama pada malam hari.

Masyarakat di kawasan itu tentu membutuhkan transportasi massal yang sangat berguna bagi aktivitas mereka. Termasuk aktivitas perekonomian.

Sedangkan kereta api yang melintas di jalur itu tidak berhenti di setiap stasiun. Kondisi ini justru menimbulkan persoalan bagi masyarakat untuk mencari solusi yang tepat tentang pengadaan sarana transportasi.

Hingga akhirnya salah satu moda transportasi yang menjadi andalan adalah kereta api.

Bila kereta api termasuk jalur tersebut tidak segera dikembangkan, maka masyarakat akan beralih ke sarana transportasi lain.

Bahkan tidak menutup kemungkinan seiring dengan kemudahan pemberian kredit kepemilikan kendaraan pribadi seperti sepeda motor atau mobil, maka sarana transportasi kereta api Semarang-Solo kurang diperhatikan.

Lambat laun karena tidak ada penumpang, maka trayek kereta api kedua daerah itu dihapus. Kondisi itu berlanjut dengan kemungkinan jalur itu ditutup karena dianggap tidak membawa keuntungan finansial.

Kini adalah waktu yang tepat bagi Daerah Operasi IV dan VI PT Kereta Api (Persero) untuk melakukan pembenahan  sarana dan prasarana. Jalur Semarang-Gundih merupakan Daerah Operasi IV dan Goprak-Solo Balapan merupakan Daerah Operasi VI.

Bidang sarana, perlu ditambah jumlah  kereta api yang melintas di jalur peninggalan Nederlands Indische Spoorweg (NIS) itu. Pengadaan unit kereta api itu adalah kereta api penumpang yang berhenti di setiap stasiun sehingga akses transportasi penduduk yang daerahnya dilalui kereta api Semarang-Solo, bisa segera diwujudkan.
Usia Terbatas Kereta api penumpang yang melintas adalah kereta api kelas ekonomi, bukan kereta rel diesel (KRD). Karena usia mesin KRD sifatnya terbatas dan kerap mengalami gangguan dalam perjalanan hingga harus ditarik lokomotif.

Jika menggunakan kereta penumpang kelas ekonomi yang tidak bermesin seperti KRD, tentu akan lebih murah dan tidak merepotkan penumpang karena kereta api terlambat disebabkan kondisi mesin rusak.

Jadwal perjalanan kereta api penumpang tersebut dilakukan dalam sehari dua kali perjalanan pulang pergi. Mengapa memilih kereta api penumpang kelas ekonomi? Karena faktor daya beli tiket masyarakat antara Semarang dan Solo mayoritas adalah mampu membeli tiket kelas ekonomi.

Kondisi itu bisa dilihat dari perbandingan jumlah penumpang KRDI Banyubiru dengan KRD Pandanwangi. Jumlah penumpang KRD Pandanwangi yang melayani trayek Semarang Poncol-Solo Balapan pp justru lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penumpang KRDI Banyubiru untuk trayek Semarang Poncol-Solo Balapan-Sragen pp.  Selain karena faktor harga tiket yang murah, juga laju KRD Pandanwangi jauh lebih cepat daripada laju KRDI Banyubiru.

Berdasarkan penelitian penulis di lapangan, waktu tempuh KRD Pandanwangi dari Semarang Poncol-Solo Balapan pp adalah 3 jam. Sedangkan waktu tempuh KRDI Banyubiru untuk trayek yang sama adalah 3,5-4 jam.

Faktor lain yang menjadikan KRD Pandanwangi lebih banyak dibidik pengguna jasa kereta api adalah kondisi dan fasilitas di dalam ruangan kereta. Kondisi sirkulasi udara di dalam KRD Pandanwangi jauh lebih sejuk dan dilengkapi dengan fasilitas toilet, sedangkan KRDI Banyubiru justru sebaliknya.

Bercermin dari keberhasilan KRD Pandanwangi, maka Daop IV dan VI dapat mengupayakan pengadaan unit kereta api penumpang kelas ekonomi Semarang-Solo pp.

Bila diwujudkan, aktivitas ekonomi masyarakat di daerah bisa berkembang lebih baik karena didukung sarana transportasi kereta api sebagai akses antardaerah yang dilalui. Selain itu pendapatan kedua daop juga meningkat.  (10)

— Nugroho Wahyu Utomo ST, peneliti KA di Peduli Kereta Api Masinis Putra (PeKAMatra) dan mantan anggota Indonesian Railway Preservation Society (IRPS)
Wacana Suara Merdeka 7 November 2009