Jika petinju pro Semarang belum diminati promotor/ sponsor di Indonesia, berarti saatnya pembina tinju melepas mereka go international ke luar negeri
SEPINYA pertandingan tinju pro di Indonesia, membuat banyak petinju Semarang menganggur. Jika petinju Semarang menganggur, berarti tak ada pemasukan uang buat pelatih, manajer, dan organisasi tinju yang menaunginya. Jadi sudah saatnya jika pembina tinju Kota Lunpia harus mulai melirik ladang bisnis baru menjual petinjunya ke luar negeri. Billy Sumba mendapat Rp 24 juta saat melawan Will Tomlinson (Australia) di Melbourne (bandingkan jika duel di Indonesia dia hanya mendapat Rp 2 juta- Rp 3 juta). Daud Yordan meraup bayaran Rp 200 juta ketika melawan Antonio Meza (Meksiko) di Las Vegas, Amerika Serikat, kiblatnya tinju dunia. Chris John mendapat honor jauh lebih tinggi, Rp 1,8 miliar saat melawan Rocky Juarez di Amerika Serikat. Bukankah itu bayaran yang menggiurkan?
Pertandingan adu jotos pro di Indonesia, sebenarnya bisa dijadikan lahan bisnis yang menggiurkan. Namun tak banyak promotor Indonesia yang pandai mengemas bisnis pertandingan tinju, membuat pertandingan tinju kurang diminati sponsor. Parahnya lagi, banyak promotor kita yang tidak memiliki modal keuangan yang kuat (Ber-gantung dukungan sponsor) Sehingga jika rencana menggelar pertandingan tak ada dukungan sponsor, maka promotor kita frustrasi.
Di Indonesia beberapa petinju yang telah menikmati bayaran besar, ketika mereka berani mengadu nasib menjual kepalan ke luar negeri. Muhammad Rachman mendapat bayaran Rp. 50 juta ketika menantang juara dunia WBA Kwantai Sithmorseng (Thailand) di Bangkok.
Lantas apa saja yang diperlukan jika ingin berkibar di pentas internasional seperti Chris John dan kawan-kawan? Yang pasti persiapan harus matang, minimal 3 bulan. Biasakan berlatih secara rutin setiap hari, sehingga jika ada tawaran mendadak dari promotor asing, petinju kita sudah siap tempur Dibutuhkan mental membara untuk dapat merangkai kemenangan di kandang lawan. Selain menghadapi petinju tuan rumah, petinju kita juga harus menghadapi lawan kedua, teror penonton yang bisa membuat demam panggung. Belum lagi jika hakim penilai memihak petinju tuan rumah. Petinju Indonesia tak perlu gentar jika harus duel keluar negeri. Buktinya banyak petinju yang telah memetik sukses gemilang di kandang lawan. Selain Chris John, M Rachman, dan Daud Yordan, anda jangan lupa di Jepang, Hengky Gun (Surabaya) mampu menjotos KO Masahiro Takagi di title fight Asia versi OPBF. M Rachman memukul KO Kwantai Sithmorseng (Thailand) juara dunia WBA di Bangkok. Mematangkan teknis dan mental itu penting, yakni dengan mengunjungi sasana lain di Semarang ini untuk berlatih tanding.
Bergizi Tinggi
Makanan bergizi tinggi itu penting untuk seorang petinju pro. Namanya profesional, tentu saja semuanya harus digarap secara profesional, apalagi petinju berlatih keras dan membutuhkan tenaga yang besar. Menu empat sehat lima sempurna, haruslah dipenuhi oleh pembina, yang menginginkan petinjunya tampil perkasa di luar negeri.
Petinju juga harus memiliki semangat bertanding yang pantang menyerah. Pertandingan pertama petinju di luar negeri, disaksikan ribuan pasang mata jika tampil gemilang, akan menyita perhatian penonton ataupun promotor asing. Contohnya Chris John yang telah memiliki penggemar tersendiri di Jepang, setelah dia tampil gemilang 3 kali di Negeri Matahari Terbit. Petinju harus bertanding hingga ronde terakhir. Kalau pun kalah, jangan kalah KO, karena promotor pasti enggan memakainya lagi. Sebaliknya jika petinju tampil memukau dan menang angka (apalagi dengan KO) akan meroketkan popularitas dan harga kepalannya.
Yang bisa bertanding ke luar negeri, tidak harus juara dunia seperti Chris John, namun minimal bertengger di peringkat 10 besar nasional. Bayaran pun bervariasi, tergantung kepandaian manajer menjual anak didiknya ke promotor asing. Makin banyak rekor menang petinju (apalagi mayoritas KO), akan menambah nilai komersial seorang petinju. Jika petinju pro Semarang seperti Roy Mukhlis, Richard Samosir, Celvin Joe dan lain-lain belum diminati promotor/ sponsor di Indonesia, berarti saatnya pembina tinju melepas mereka go international ke Australia, Filipina, Thailand, Jepang, atau Amerika Serikat. Bertarung ke luar negeri merupakan sebuah kebanggaan, tantangan sekaligus jalan pintas meraup bayaran besar. (10)
— Paulus Noor Mulia, pengamat tinju, tinggal di Semarang
wacana suara merdeka 12 Juli 2011