11 Juli 2011

» Home » Opini » Suara Merdeka » Kesehatan Sapi di TPA Sampah

Kesehatan Sapi di TPA Sampah


PENYEDIAAN pangan yang bermutu, aman, dan layak dikonsumsi telah diatur dengan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Khusus untuk pangan asal hewan (daging, susu, dan telur) diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kemudian dijadikan kebijakan pemerintah terhadap daging yang harus memenuhi konsep penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Pemkot Semarang pun telah menerbitkan Perda Nomor 6 Tahun a2007 tentang  Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Kesehatan masyarakat veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kesehatan manusia.

Beberapa penyakit hewan yang bersifat zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada manusia) dapat ditularkan melalui daging (meat-borne disease). Selain itu, daging juga dapat mengandung residu obat hewan dan hormon, cemaran logam berat, pestisida atau zat-zat berbahaya lain, sehingga daging juga dapat dikategorikan sebagai pangan yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia (potentially hazardous food/PHF). Agar daging tetap bermutu baik, aman, dan layak untuk dikonsumsi, maka perlu penanganan daging yang aman dan baik mulai dari peternakan sampai dikonsumsi. Konsep tersebut dikenal sebagai safe from farm to table concepts.
Proses keamanan pangan daging ini harus dilakukan sedini mungkin, mulai peternakan (farm) hingga daging dikonsumsi (di meja makan). Jadi, salah satu permasalahan cukup penting dalam proses panjang ini adalah pola pemeliharaan ternak apakah membawa penyakit yang bersifat zoonosis atau mengandung cemaran logam berat yang dapat berakibat penyakit bagi yang mengonsumsinya
Sapi merupakan ternak herbivora sehingga secara wajar sapi diberi makan hijauan pakan ternak berupa rumput dengan makanan tambahan kosentrat sesuai potensi yang ada di wilayah. Sapi yang dipelihara di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan pemanfaat sampah organik yang terdapat di lokasi tersebut. Namun perlu kita ketahui bahwa sampah di TPA merupakan kumpulan dari berbagai jenis sampah, dan sapi tidak dapat memilah mana yang harus dikonsumsi dan mana yang mengandung logam berat.  
Otoritas Veteriner
Hasil pengamatan adalah sapi di TPA memakan segala yang tersedia, termasuk plastikpun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging sapi yang dipelihara di TPA Jatibarang mengandung logam berat. Untuk mengeleminasi logam berat yang terkandung dalam tubuh sapi maka perlu pemeliharaan dengan dikandangkan dan pemberian hijauan pakan ternak atau rumput selama 3 bulan secara terus-menerus, namun dalam praktiknya mungkin sulit untuk pengawasannya oleh petugas sehingga pelarangan memelihara sapi di TPA sampah merupakan hal yang logis.
Dinas Pertanian Kota yang dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 mempunyai kewenangan sebagai otoritas veteriner sehingga bukan hal berlebihan bila melarang pemeliharaan sapi di TPA Jatibarang. Daging yang mengandung logam berat dikategorikan daging yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan tidak layak dikonsumsi. Karena itu, berdasarkan Perda  Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Pasal 35, publik dilarang menjual, mengedarkan, menyimpan, mengolah daging tersebut.
Pasal 2 Perda tersebut Ayat (1) menyebutkan setiap pemilik hewan berkewajiban menyelenggarakan pemeliharaan hewan yang layak bagi kesejahteraan hewan. Ayat (2) untuk pemeliharaan sebagaimana dimaksud Ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan antara lain menyediakan tempat dan kandang atau kurungan yang memadai, memberikan perawatan hewan termasuk pemberian vaksinasi, serta tidak dibiarkan berkeliaran di tempat umum.
Pemeliharaan sapi di TPA sampah tidak memenuhi kaidah kesejahteraan hewan. Penerapan kesejahteraan hewan di Indonesia menjadi sorotan dunia, salah satunya adalah penanganan di rumah pemotongan hewan (RPH) sehingga Australia pernah memboikot pengiriman sapi dan daging ke Indonesia. Peternak yang baik akan memelihara ternaknya dengan baik juga sesuai dengan aturan teknis, tidak untuk memproduksi hasil ternak yang terkontaminasi logam berat. Apabila kita membiarkan ternak di TPA sampah maka secara tidak langsung juga akan meracuni konsumen yang mengonsumsi produk hasil ternaknya. (10)

— Ir Sutrisno Jatmoko, Kabid Peternakan Dinas Pertanian Kota Semarang, Plt Dirut Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan Budidaya Hewan Potong (BHP)
Wacana Suara Merdeka 12 Juli 2011