28 September 2010

» Home » Suara Merdeka » Upaya Kasasi terhadap Putusan Bebas

Upaya Kasasi terhadap Putusan Bebas

Haruslah kita pahami bahwa SK Menteri dan Yurisprudensi, sebagaimana Tap MPR Nomor III Tahun 2000 bukan termasuk dalam Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan sebagai Sumber Tertib Hukum

ADALAH merupakan suatu bentuk sikap yang wajar apabila ada pihak-pihak yang membantah dan menyatakan tidak puas dengan adanya suatau putusan pidana yang dianggapnya merugikan. Untuk menyikapi hak hukum bagi pihak-pihak tersebut, peradilan pidana telah memberikan ruang, guna melakukan upaya hukum sebagaimana yang diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, khususnya pada Bab XVII dan Bab XVIII, yakni berupa upaya hukum banding dan kasasi.


Hal itu berbeda apabila Pengadilan Negeri ataupun Pengadilan Tinggi menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa, dengan amar putusan yang menyebutkan,’’Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana... dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan’’.

Bahwa terhadap putusan bebas situ, secara tegas Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menutup upaya hukum kasasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 244 (KUHAP). Dalam pasal itu disebutkan,’’ Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain, selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamh Agung, kecuali terhadap putusan bebas.’’

Larangan untuk melakukan upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas tersebut juga diperjelas lagi dalam Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Bab VI tentang Upaya Hukum Biasa, yang menyatakan,’’ Jika pasal 244 dihubungkan dengan Pasal 67 maka jelaslah bahwa terhadap putusan bebas, tanpa melihat apakah putusan bebas itu murni atau tidak murni, tidak dapat diminta banding atau kasasi’’.
Hak Asasi Meskipun demikian, dalam praktiknya dengan tanpa mengindahkan Pasal 244 KUHAP, pihak jaksa penuntut umum (JPU) selalu saja memaksakan kehendak menggunakan upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas dengan dalih bahwa telah ada yurisprudensi Mahkamah Agung yang menerima permohonan kasasi jaksa penuntut umum terhadap putusan bebas tersebut.

Yurisprudensi sebagaimana yang dimaksud oleh jaksa penuntut umum adalah merupakan putusan Mahkamh Agung yang pada saat itu mengacu pada produk eksekutif yakni berupa Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang di dalamnya menyebutkan,’’Terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding, tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan, dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini akan didasarkan pada yurisprudensi’’.

Bahwa terhadap keputusan Menkeh tersebut, kemudian Mahkamah Agung dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan juga menjelaskan yang pada intinya, dengan mempertimbangkan hak asasi serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, sehingga putusan bebas murni merupakan vekregen recht, oleh karena itu Mahkamah Agung berpendapat Pasal 244 KUHAP hanya berlaku bagi putusan yang bersifat murni dan bukan bagi yang bersifat putusan lepas dari segala tuntutan (onslag van alle rechtsvervolging).

Terlepas dari itu semua, haruslah kita pahami bahwa Surat Keputusan Menteri dan Yurisprudensi, sebagaimana Tap MPR RI Nomor III Tahun 2000 bukan termasuk dalam Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan sebagai Sumber Tertib Hukum, oleh karenanya menurut asas lex superior derogat legi inferiori, sangatlah tidak patut apabila jaksa penuntut umum melanggar Pasal 244 KUHAP.

Guna diperolehnya kepastian hukum bagi semua pihak serta agar tidak terjadi contra legem dalam penegakan hukum, semestinya Mahkamah Agung bersikap tegas untuk kembali berpegang pada undang-undang yang dalam hal ini KUHAP dalam menjalankan fungsi Pasal 244 KUHAP. Mahkamah Agung semestinya menerbitkan sebuah peraturan atau setidak-tidaknya memberikan petunjuk kepada Pengadilan Tinggi selaku voorpost di wilayah hukumnya, agar tidak memproses upaya hukum ’’luar biasa’’ JPU, yaitu permohonan kasasi atas putusan bebas sebagaimana dimaksud dengan Pasal 191 Ayat (1) KUHAP. (10)

— M Reza Kurniawan SH, Ketua Asosiasi Advokat Indonesia Cabang Kota Semarang
OPini Suara Merdeka 29 September 2010