Pada 6 Mei lalu di Cikeas, secara cerdik dan telak ia berhasil mengunci kesepakatan politik dengan pensiunan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono di markas-kebijakan Partai Demokrat (PD) itu. Bermodalkan kecerdikan pembacaan peta politik dan karakter personal SBY serta disertai dengan manuver licik, terukur, dan dingin (shrewedness), Ical, sapaan akrabnya, berhasil menekuk jenderal asal Pacitan ini untuk menerima kenyataan bahwa hanya dengan mengandalkan hubungan yang bersahabat dengan Golkarlah pemerintahan SBY-Boediono bisa selamat sampai tahun 2014.
Posisi sebagai Ketua Harian Sekber Koalisi akan memberi kesempatan yang luas bagi Ical untuk mengulang kisah sukses Sekber Golkar pada awal Orde Baru. Selamat datang Sekber Golkar Plus, gabungan pragmatis antara para politisi Soehartois-Orde Baru yang promodal dengan politisi oportunis, miskin karakter, produk Reformasi yang telah melupakan rakyat.
Sudah sangat jelas sejak awal Reformasi, 12 tahun lalu, bahwa sebagai akibat tekanan pengerdilan terhadap parpol di era Orde Baru, satu-satunya parpol yang paling kokoh secara institusional, organisasional, dan kepemimpinan adalah Golkar. Demikian kenyalnya kekokohan Golkar dalam hampir semua bidang kelembagaan sehingga, walaupun partai Beringin ini babak-belur diterpa badai Reformasi, ia tetap membandel tegak walau agak oleng. Begitu badai Reformasi mulai mereda, Golkar bangkit kembali secara bertahap. Walau terus mengalami penyusutan perolehan suara dalam tiga pemilu sejak 1999, Partai Golkar ogah dihabisi dengan mudah.
PD dan Partai Keadilan Sejahtera adalah dua parpol pendatang baru produk Demokrasi yang sampai titik tertentu mampu mengembangkan kekokohan institusional, organisasional, dan kepemimpinan ala Golkar. Namun, tetap saja sama sekali belum menyamai keunggulan Partai Golkar. Karena itu, dalam dinamika Sekber Golkar Plus sampai dengan 2014 akan sangat diwarnai secara kuat oleh kepemimpinan Golkar dalam kendali Ical. Baik cetak biru maupun warna biru kebijakan pemerintahan SBY-Boediono akan kian memudar teralingi oleh warna kuning yang diperkirakan akan kian asertif dalam forum Sek- ber Golkar Plus.
Paling kurang ada tiga keunggulan tak tertandingi yang dipunyai Golkar saat ini dibandingkan dengan anggota koalisi lain. Pertama, dalam kualitas ketegasan arah kepemimpinan. Dalam hal ini, nyaris tidak satu pun dari jajaran pimpinan parpol-parpol sekarang ini yang dapat menandingi kualitas kepemimpinan Ical, syahdan SBY sekalipun. Ketegasan dan kelugasan kepemimpinan Ical ini sangat kentara bedanya, seperti langit dengan bumi, dengan ketegasan kepemimpinan yang diperagakan SBY dalam sengkarut skandal Bank Century.
SBY cenderung diam, menunggu arah angin, safety first, hanya bertindak saat semua sudah kasep. Pernah sedikit bergeming membela integritas dan profesionalitas Sri Mulyani Indrawati dan Boediono, tetapi itu pun hanya seumur jagung. Berpura-pura tegas memerintahkan penindakan para pengemplang pajak, tetapi hanya sebentar saja. Tiba-tiba loyo berhadapan dengan kartu-kartu as se-troly yang dilemparkan Ical plus Golkar. Sebaliknya, Ical sedari awal menegaskan pemisahan lugas antara bisnis pribadinya dan entitas Partai Golkar. Tegas menginstruksikan, usut kasus Bank Centruty hingga tuntas lewat koridor politik kemudian ke koridor hukum. Kartu-kartunya dibuka jelas transparan di atas pentas politik.
Kedua, keunggulan kualitas kader. Tertempa selama lebih dari lima dekade, Golkar berhasil membangun sistem dan mekanisme pengaderan berjenjang yang sudah sangat mapan. Para kadernya gesit di lapangan, cermat mengatur administrasi perkantoran, serta andal memimpin rapat-rapat organisasi. Butir-butir keunggulan kader-kader Golkar ini sama sekali tidak teramati di kalangan kader-kader PD. Kader yang dijagokan di Senayan bahkan memimpin rapat paripurna saja tidak becus.
Terlepas dari mayoritas kursi yang dikuasai, kader-kader PD sangat kedodoran, baik dalam wawasan politik, pengetahuan tentang sistem dan mekanisme legislatif maupun keterampilan teknis sebagai wakil rakyat. PD yang hanya unggul dalam dimensi quantity of participation, tetapi jauh terpuruk dalam quality of participation (Habermas, 1980). Mungkin kader PD yang cukup mendapat respek hanyalah SBY sendiri dan Anas Urbaningrum. Bahkan, SBY bukan hanya kader tunggal unggulan, ia sudah identik dengan PD itu sendiri. Kenyataan ini akan sangat memurukkan atau paling kurang merepotkan PD bila SBY lengser secara konstitusional pada 2014. Bisa-bisa perolehan suara PD kembali terpuruk ke angka sekitar 7 persen seperti di Pemilu 2004.
Ketiga, karena SBY identik dengan lembaga PD itu sendiri, sistem dan mekanisme kelembagaan PD relatif tidak terbangun sama sekali. Semua menunggu isyarat, restu, dan komando dari sang jenderal. Bila tidak menerima satu pun dari ketiga hal itu, PD sebagai organisasi tidak bergerak. Feodalisme komando ini akan sangat merugikan PD dalam jangka panjang. Sebaliknya Partai Golkar, seperti sudah dikemukakan sebelumnya, mesin organisasi kelembagaan sudah sangat jelas dan mapan. Apabila nanti SBY lengser pada 2014, bukan tidak mungkin akan terjadi eksodus besar-besaran, bedol partai, kembali bergabung dengan Golkar karena sebagian besar pengurus dan anggota PD berkampung-halaman di desa beringin.
Dengan akan dominannya figur Ical bersama Golkar dalam Sekber Golkar Plus ini, secara tersirat sebetulnya dapat dimaknai sebagai kudeta halus Golkar. Dalam perumusan kebijakan-kebijakan nanti, Sekber Golkar Plus ini praktis akan jadi kuda tunggangan politik untuk kembali berkuasanya Golkar pada 2014.
Bagi Indonesia, terbentuknya Sekber Golkar Plus akan sangat berdampak jauh. Berkumpul dan bersatu kembalinya para Suhartois Orde Baru plus oportunis produk Reformasi dalam wadah Sekber Golkar Plus adalah benar-benar berita buruk bagi Indonesia, baik sebagai negeri maupun bagi rakyat wong cilik. Dengan segala keunggulan Partai Golkar tersebut di atas, partai ini justru menjadi sangat berbahaya.
Indonesia akan semakin dikuras, baik oleh modal internasional maupun modal nasional. Kasus-kasus Lapindo dan Free- port akan semakin marak merusak lingkungan dan menyengsarakan rakyat. Faisal Basri (Kompas, 10 Mei 2010) merumuskan dengan sangat tepat: ”Indonesia akan kembali terjerembap ke dalam cengkeraman dwifungsi yang lebih bengis dari dwifungsi militer Orba, bernama dwifungsi pengusaha-penguasa.
Relakah Anda? Hanya ada satu kata: ”lawan dwifungsi bengis pengusaha-penguasa ini!’ Caranya: masyarakat sipil pejuang setia Reformasi, khususnya para aktivis LSM dan ormas harus mampu menyingkirkan berbagai hal sepele, apalagi yang bersifat personal, dan kemudian berupaya membentuk suatu ”common political platform” yang menempatkan kepentingan Indonesia sebagai negeri dan rakyatnya pada tempat utama yang pertama di atas segala-galanya. Indonesia First! Utamakan Indonesia dalam pikiran, sikap, kata ataupun perbuatan. Senandungkan ”Indonesia Raya” di mana saja Anda berada.
Tamrin Amal Tomagola Sosiolog, Menekuni Kajian Negara
Opini Kompas 11 Mei 2010