Belanja produk luar negeri dari beberapa negara yang berteknologi maju ternyata menguntungkan dalam berbagai segi. Terutama untuk mendapatkan barang yang berkualitas. Namun, dalam kurun waktu tertentu produk-produk tersebut akan mengalami penurunan kinerja disebabkan penurunan fungsi-fungsi komponen. Langkah yang umum untuk mengatasinya dan acap kali dilakukan ialah mengimpor komponen tersebut. Pola atau mekanisme seperti itu terlihat sangat baku dan dianggap biasa saja oleh sebagian masyarakat. Namun pertanyaannya, apakah kegiatan belanja seperti itu harus berlangsung terus-menerus?
Permasalahannya terletak pada ketersediaan komponen baru yang dapat menggantikan komponen lama. Sering terjadi bahwa persoalan tersebut menjadi kendala dalam kelancaran operasional suatu peralatan. Pada beberapa kasus ditemukan, komponen tidak tersedia di pasaran. Bahkan sering kali harus dipesan secara bersyarat serta waktunya lama. Terjadi juga kanibalisme, salah satu peralatan yang serupa dikorbankan hanya untuk mengambil komponennya.
Hal-hal seperti inilah yang sesungguhnya membutuhkan penyelesaian segera. Namun, sering kali penyelesaiannya bukan jawaban yang dicari, bahkan seperti mengalihkan persoalan ke persoalan berikutnya yang penuh risiko juga. Ketidakberdayaan seperti ini banyak terjadi di masyarakat dan lama-kelamaan dianggap biasa saja. Sikap-sikap tersebut muncul karena mereka ketidakmampuan menjawab persoalan teknologi. Pada akhirnya tinggal menunggu waktu saja dan menghitung kerugian yang berderet akibat tidak tersedianya komponen. Dipastikan, akan terjadi penurunan produktivitas, keamanan terganggu, tingkat keandalan sistem menurun, kemampuan perekonomian menurun, dan lain sebagainya. Hal ini dapat diidentifikasi terutama pada barang-barang produk impor yang ada di Indonesia. Sebagai contoh, pada komponen pesawat dan kapal, sistem kelistrikan, produk sistem perkeretaapian, serta mesin industri. Jika peralatan tersebut menyangkut harkat hidup orang banyak dan kedaulatan negara, kehati-hatian pun diperlukan..
Pembangunan berkelanjutan dalam segala bidang termasuk pembangunan suatu industri tentu mengandung nilai-nilai strategis. Hal ini diperlukan agar suatu industri dapat bertahan dalam waktu yang tidak terbatas. Kesiapan untuk bersaing dengan segala konsekuensinya sangat diperlukan. Masa depan suatu industri bergantung pada dukungan dan kesiapan struktur industrinya, yang salah satunya berupa ketersediaan komponen. Selama ini, berdasarkan pengamatan di beberapa industri nasional, kinerjanya cenderung membaik. Artinya bahwa industri sudah mampu merekayasa dan memasarkan produknya. Namun, ada sisi lemah di balik semua itu, bahwa komponen utama masih merupakan produk-produk impor. Memang komponen tersedia di pasar bebas, tetapi secara manajemen hal tersebut dapat melemahkan daya saing. Jika sampai sekarang persaingan ini masih terjadi, faktor utamanya pada ongkos buruh yang murah.
Sementara ini situasi global ke depan belum dapat diperkirakan secara pasti. Adanya gejala PHK massal yang terjadi di beberapa negara akibat krisis ekonomi dapat dijadikan pelajaran. Hal tersebut mungkin bisa terjadi di Indonesia. Apalagi kondisi perekonomian belum pulih sepenuhnya pascakrisis moneter. Untuk itu, usaha dalam segala bidang segera diperbanyak untuk menggali potensi yang ada.
Di pasaran, komponen yang dijual dan diproduksi di dalam negeri sebagian besar dikuasai oleh asing atau setengah asing, sehingga nilai tambahnya kecil bagi penghematan devisa. Perlu disadari bersama bahwa para investor asing tersebut menanamkan modal di Indonesia dengan sasaran utama dapat memenuhi kebutuhan komponen industri-industri di Indonesia atau di negara lain. Orientasi investor asing sudah jelas keuntungan dan memanfaatkan iklim usaha yang menguntungkan mereka. Namun, hal ini dapat juga merugikan Indonesia karena sebagian devisa negara akan tersedot dan diserap ke negaranya. Suatu saat jika para investor asing menganggap industri mereka tidak menguntungkan lagi di Indonesia, mereka dengan mudah merelokasi ke negara lain. Ini bukan tidak mungkin terjadi karena investor-investor asing tersebut juga melakukan hal yang serupa terhadap negara lain.
Sejarah pernah mencatat bahwa 1973 dan 1974 di Indonesia pernah berdiri suatu industri komponen milik asing dengan merek Fairchild dan National Semiconductor. Kemudian pada 1985 industri tersebut 'dipindahkan' ke negara lain. Demikian pula beberapa industri memilih pindah ke luar negeri pada saat pecah reformasi. Akibatnya, bertambahlah jumlah angka pengangguran karena terjadi PHK di banyak industri. Walaupun ada penyelesaian, sampai sekarang jumlah pengangguran masih memprihatinkan. Jika berkepanjangan, akan sangat mengganggu stabilitas negara.
Berdasarkan data BPS, jumlah pengangguran di Indonesia pada 2009 mencapai 9,2 juta orang. Jumlah pengangguran ini harus bisa ditangkap industri. Di samping itu, perlu juga menginventarisasi kembali kekayaan nasional berupa industri-industri nasional. Di antaranya, beberapa industri strategis yang menunjukkan kinerja tidak maksimal. Oleh karena itu, penguatan struktur industri perlu dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang ada.
Penguatan struktur industri dapat dilakukan dengan menjaga kontinuitas ketersediaan komponen, kesiapan SDM, ketersediaan pasar, kesiapan mesin produksi, dan kesiapan teknologi. Strategi penguasaan teknologi dapat dilakukan seperti pada umumnya dalam pengembangan teknologi. Namun, jika berawal dari riset dasar, diperkirakan, perlu waktu lama sampai menjadi komponen siap pakai. Apalagi komponen tersebut merupakan komponen dengan teknologi impor. Hal ini akan menjadi kendala dalam proses percepatan penguasaan teknologi. Untuk itu, kompromi dapat dilakukan antara dijalankannya proses riset dari awal dan penyiapan industri komponen sebagai pasangannya.
Produk beberapa industri nasional yang berkarakter sebagai pengguna komponen impor kini sudah banyak terpasang dan telah digunakan di banyak tempat. Diperkirakan, tidak lama lagi mereka akan memerlukan dukungan kontinuitas ketersediaan komponen. Komponen yang sudah dipakai akan mengalami penurunan fungsi. Oleh karena itu, penggantian beberapa komponen diperlukan untuk mendapatkan kinerja peralatan seperti baru kembali. Metode impor seharusnya segera ditinggalkan dan beralih dengan semangat mandiri.
Dengan strategi efisiensi dan pendekatan potensi nasional, pemberdayaan potensi yang ada dapat dilakukan. Perlu identifikasi beberapa industri yang secara teknologi dapat dialihkan untuk memproduksi komponen yang dimaksud. Dapat juga menggunakan alternatif mengakuisisi industri komponen yang sudah ada, atau membangun industri komponen yang baru. Di samping itu, yang tidak kalah pentingnya, ialah dukungan riset untuk program menuju kemandirian penguasaan teknologi komponen.
Banyak jalan dan pilihan yang ada untung-ruginya. Jika pilihan sudah ditentukan, yang perlu dijadikan pegangan sebaiknya berupa nilai-nilai strategis, menyangkut seberapa besar manfaatnya untuk masyarakat, seberapa besar potensinya terhadap penyerapan tenaga kerja, serta seberapa besar peluang industri untuk dapat bertahan dalam jangka panjang. Ketersediaan komponen secara terus-menerus hanya dapat dilakukan melalui pembangunan industri komponen yang didukung riset dan pengembangan teknologi secara nasional. Keterkaitan yang erat antara industri dan riset serta pengembangan teknologi akan membawa industri menuju kemandirian berkelanjutan.
Oleh Marhaindro Waluyo, Kepala Bidang Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing
Kementerian Negara Riset dan Teknologi
opini media indonesia 11 mei 2010
10 Mei 2010
» Home »
Media Indonesia » Mengurangi Impor Teknologi Komponen
Mengurangi Impor Teknologi Komponen
Thank You!