24 Januari 2010

» Home » Solo Pos » Peluang dan tantangan e-banking

Peluang dan tantangan e-banking

Pembobolan sejumlah rekening bank adalah bukti bahwa keamanan dari transaksi e-banking sangat penting. Fakta ini kian memperkuat argumen dari hasil riset bahwa adopsi e-banking harus mengacu jaminan keamanan dan privasi (Casalo, et.al., 2008).

Yang justru menjadi persoalan bahwa adopsi teknologi terbaru, termasuk e-banking tidak bisa lepas dari proses edukasi kepada karyawan dan nasabah karena keduanya merupakan faktor yang berpengaruh terhadap transaksi. Realitas pembobolan rekening bank harus secepatnya dituntaskan demi menjaga reputasi e-banking. Terkait ini, maka pertanyaannya adalah bagaimana keberlanjutan e-banking ke depan?
Teknologi baru dibidang informasi dan komunikasi saat ini berkembang pesat dan menjadi salah satu komponen penting dalam konteks hubungan dengan pelayanan konsumen. Oleh karena itu analisis tentang dampak pemanfaatan teknologi bagi konsumen menjadi sangat penting. Sektor finansial, termasuk perbankan adalah sektor yang berkepentingan dengan pemanfaatan teknologi. Teknologi berbasis layanan mandiri atau self service technologies (SSTs) merupakan salah satu bentuk perkembangan teknologi yang harus diadopsi perbankan, misal ATM, debit/credit card, dan home banking yang mengadopsi penggunaan telepon dan computer personel.
Dampak adopsi SSTs yaitu meningkatkan efisiensi, efektivitas dan mengurangi biaya (Brynjolfsson, 2008). Di sisi lain, aplikasi SSTs menimbulkan tantangan bagi perbankan, tidak hanya berdampak pada tekanan bagi market share, tapi juga memacu market share itu sendiri (Roth dan Van Der Velde, 2008). Oleh karena itu, adopsi SSTs sangat ditentukan oleh seberapa familiar nasabah terhadap aplikasinya dan bagaimana mereka memahami ancaman/risikonya, termasuk risiko terjadinya pembobolan rekening seperti yang kini terungkap.

Pelayanan
Aplikasi SSTs pada e-banking pada dasarnya tak bisa lepas dengan teori relationship approach concept (RAC) atau konsep pendekatan hubungan. Kajian tentang RCA telah dilakukan banyak peneliti, termasuk di bidang perbankan. Desain RCA terhadap semua tujuan pemasaran harus bisa dikembangkan dan meningkatkan hubungan dengan partner perusahaan, dalam hal ini nasabah (Morgan dan Hunt, 2009). Menurut Ricard dan Perrien (2009) ada 4 faktor terpenting dalam RCA yaitu duration of the relationship, adaptability/personalisation, equity dan commitment.


Penelitian yang terkait dengan SSTs pada kasus e-banking lebih mengacu spesifikasi tools, teknik dan prosedur penggunaan bagi individu terkait dengan tugas spesifik yang terkait aplikasi SSTs itu sendiri (Reisman dan Zhao, 2009). Alasan yang mendasarinya karena teknologi pada intinya adalah tidak hanya terbatas pada aspek material, tapi juga pengetahuan/komponen software yang dipakai, termasuk aspek risikonya juga. Aplikasi teknologi, termasuk implementasi SSTs pada adopsi e-banking pada dasarnya memicu problem sehingga bisa memicu dampak negatif bagi konsumen. Penelitian Meuter, et.al (2008) menegaskan bahwa beberapa aspek yang menjadi dasar dari problem SSTs yaitu teknologi yang salah, desain teknologi atau problem desain layanan, dan kesalahan yang dilakukan pengguna.
Temuan Joseph et.al (2009) mendukung temuan sebelumnya bahwa aplikasi SSTs pada sektor perbankan terkait dengan akurasi transaksi, aksesibilitas dari layanan, dukungan nasabah dan juga aspek keamanan. Di sisi lain, Mols (2008) menemukan bahwa nasabah pengguna SSTs lebih puas dibandingkan yang tidak menggunakan SSTs dan cenderung meningkatkan intensitas atas penggunaan berulang. Meskipun memicu dualisme, SSTs pada adopsi e-banking saat ini menjadi salah satu komponen terpenting di industri jasa, termasuk di perbankan (Lawrence dan Karr, 2009). Terkait hal ini ada 4 aspek penting dari SSTs yaitu credit card (CC), automated teller machines (ATMs), point of sale terminals (POS) dan electronic funds transfer at the point of sale (EFTPOS), serta home banking (HB), yang lebih mengarah ke internet banking.

Loyalitas
Merujuk pada sejumlah penelitian sebelumnya, disimpulkan bahwa dampak penggunaan SSTs untuk kasus adopsi e-banking terhadap relationship approach cenderung memicu aspek dualisme yaitu di satu sisi berpengaruh positif dan di sisi lain berpengaruh negatif terhadap. Hal ini setidaknya didukung kasus kejahatan perbankan, termasuk pembobolan rekening. SSTs juga memungkinkan bank memberikan layanan kepada nasabah secara lebih mandiri (Roth dan Van Der Velde, 2009). Hasil penelitian Mols (2008) kasus di Denmark bahwa nasabah yang menggunakan personal computer banking merasa lebih puas dan lebih loyal.
Yang juga menarik dikaji bahwa aplikasi SSTs dari kasus adopsi e-banking menjadikan semua transaksi bersifat tidak diketahui atau anonymity dan memicu kehilangan kontak personel (Moutinho dan Brownlie, 2009). Selain itu, nasabah juga dimungkinkan untuk berinteraksi dengan banyak bank untuk menikmati keunggulan yang diberikan setiap bank. Fenomena ini akhirnya memicu kompetisi di sektor perbankan. Konsekuensi lain yaitu tidak adanya interaksi personel antara bank dan nasabah sehingga memicu jarak makin jauh (Farrance, 2009) dan memperlemah hubungan dengan bank (Howcroft dan Lavis, 2008). Fakta ini kemudian menjadikan hubungan nasabah dan bank bersifat tidak lagi personel (O’Malley, et.al., 2008). Oleh karena itu, kasus-kasus pembobolan bank dan kejahatan perbankan lainnya harus cepat dituntaskan karena hal ini berdampak bagi kepercayaan konsumen yaitu intention to use dan intention to loyalty dari e-banking. - Oleh : Edy Purwo Saputro Dosen di UMS Menulis disertasi tentang e-baking

Opini SOlo Pos 25 Januari 2010