24 Januari 2010

» Home » Suara Merdeka » Kolaborasi Seni Kriya dan Desain

Kolaborasi Seni Kriya dan Desain

PENDIDIKAN seni dapat mengimbangi berbagai tuntutan terkait dengan persoalan basis kompetensi seni kriya, yang dapat
diterjemahkan oleh pemangku kebijakan (stakeholder) sebagai paradigma baru menghadapi tuntutan dunia industri.

Kompetisi itu dapat pula disandingkan dengan dunia pendidikan menengah melalui pendewasaan kurikulum berkaitan dengan program industri kreatif mandiri berbasis kewirausahaan.
Pendidikan yang selaras adalah seperti halnya seni kriya dan desain produk, yang bisa menjadi kajian utama.


Seni kriya  secara historis merupakan salah satu cabang seni yang tumbuh dan berkembang sejak periode klasik di Jawa. Seni itu  kelanjutan dari periode prasejarah, yang bisa dijadikan aset dan referensi terkait dengan memandang metode  menghadapi permasalahan bangsa, termasuk krisis budaya.

Tema itu berkaitan dengan kepercayaan masyarakat akan kebanggaan sebagai bangsa yang kaya dengan seni budayanya.
Belum lama ini bangsa Indonesia terusik dengan adanya aset budaya yang diserobot oleh bangsa lain.

Padahal harusnya hal itu pada kenyataannya bagi penulis adalah suatu keuntungan, sebab oleh peristiwa itu berdampak pada suatu pembelajaran yang berharga dan menjadi pengingat bagi bangsa ini untuk sedikit menengok pada isi lumbung yang masih tersisa.

Berkaitan dengan hal itu, seni kriya menjadi salah satu aset lumbung budaya yang masih tersisa dan memiliki potensi cukup besar sehingga perlu dieksploitasi dan dieksplorasi  maksimal untuk menguatkan barisan budaya bangsa dalam menghadapi globalisasi yang kurang terkendalikan.

Pada masa lalu produk-produk seni kriya menjadi bagian penting dalam menjamin keberlangsungan sebuah legitimasi kerajaan atau sebuah rezim.

Ketika sebuah rezim berganti, berbagai wujud produk seni kriya menjadi langkah utama guna menunjukkan sebuah identitas dari legitimasi rezim tersebut, baik dalam wujud karya maupun konsepsi yang terkandung di dalamnya.

Bisa dilihat bagaimana terdapatnya beragam seni hias klasik pada berbagai atribut kerajaan yang dapat kita kenali dari secara periodik dengan membawa karakteristik yang saling berbeda satu sama lain. Begitu pula bermacam produk yang dimunculkan pada sebuah rezim menjadi sebuah ciri akan kekuatan suatu rezim itu sendiri.

Selanjutnya berkaitan dengan permasalahan ekonomi, seni kriya pada masa lalu juga menjadi bagian yang penting dalam menjamin kehidupan para kriyawan, maupun masyarakat perajin yang memproduksinya. Hal-hal semacam ini pada saat ini dianggap terlalu mengada-ada dan tidak zamannya lagi.

Namun apabila ditelaah lebih lanjut sebenarnya hal ini masih sangat relevan untuk membentuk suatu legitimasi bangsa baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya di tengah-tengah krisis yang dihadapi bersama.
Potensi Agraris Memang tidak dapat dimungkiri bahwa bangsa kita memiliki potensi agraris dan kelautan yang cukup besar. Namun jangan lupa bahwa secara historis moyang kita berjalan selaras dengan alam yang ditempatinya.

Di sela-sela pekerjaan yang tengah dilakukan, moyang kita mengisi waktunya dengan beragam kegiatan seperti undahagi, jalagraha, pande, amaranggi, angukir, asipet, anjahit, dan mungkin masih banyak lagi jenis pekerjaannya yang menghasilkan beragam produk budaya secara baik dan berkarakteristik.

Hal yang demikian tentunya menjadi sebuah nilai tambah dalam hal perekonomian karena dapat dipasarkan selain hasil agraris dan berlayar yang didapatkan.

Selain perekonomian, produk-produk tersebut ternyata juga seringkali menjadi sebuah penentu status sosial kepemilikannya maupun sebagai salah satu identitas kebudayaan di lingkungan komunitas masyarakatnya.

Menengok potensi yang demikian apabila kita renungkan lebih jauh, pada saat ini bangsa ini hanya dapat mengonsumsi beragam produk-produk budaya dari bangsa lain.

Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah pada kalangan tertentu banyak yang beranggapan bahwa apabila memiliki produk budaya bangsa lain semakin bangga karena akan semakin tinggi status sosialnya.

Kadang berbagai produk budaya luar bisa didapatkan secara lebih murah, bahkan secara kualitas dapat diandalkan daripada produk dalam negeri. Hal demikian tentu menjadi suatu kajian dan mungkin tidak terjadi manakala bangsa kita mampu menghadirkan beragam produk yang berkuantitas baik, murah, dan berkarakteristik.

Kolaborasi antara tren dan identitas budaya bangsa melalui kolaborasi pendidikan seni kriya dan desain produk berbasis budaya Nusantara kemungkinan menjadi salah satu jurus ampuh untuk menyelesaikan persoalan itu. Tanpa adanya kolaborasi, pendidikan seni kriya secara perlahan mulai ditinggalkan generasi muda.

Hal ini berdasar atas adanya anggapan bahwa sudah tidak zamannya lagi belajar menciptakan sebuah manik-manik, keris, batik, dan menonton wayang yang notabene karya budaya kita. Namun kemungkinan agak berbeda apabila seni kriya dapat dielaborasi dengan penguasaan tren  melalui kemasan yang menarik lewat pendidikan desain produk kriya.

Penataan yang bijak dan ikhwal kurikulum pendidikan akan menentukan berjalannya proses penyelesaian krisis yang dialami. Berbagai stakeholder, seperti pendidik, pakar seni kriya, pakar desain produk, berikut para patron (penentu kebijakan) menjadi kunci keberlanjutan dan keberhasilan program yang dicanangkan itu. (10)

— Anang Pratama Widiarsa SSn MSn, peneliti dan dosen S1 Jurusan Desain Produk Sekolah Tinggi Teknologi Desain Jepara
Wacana Suara Merdeka 25 Januari 2010