Besok, antara 7 sampai 9 Januari, PAN menggelar Kongres III di Batam. Dari segi jurnalistik, kongres ini kurang menarik karena sudah selesai sebelum dimulai. Praktis kongres ini sudah menjadi milik Hatta Rajasa. Kalaupun ada satu dua suara yang memilih Drajat Wibowo, tidak akan ada artinya menggoyah Hatta. Walhasil, kongres ini tidak akan memberikan kejutan apa-apa.
Meski demikian, sesungguhnya di sinilah tantangan yang akan dihadapi PAN. Masih mampukah menarik publik jika di kongresnya saja tidak ada kejutan yang menarik. Lagi pula, kongres yang tanpa menampilkan program yang jelas akan makin menyulitkan partai untuk menarik simpati publik.
Ada kekhawatiran di sejumlah kader partai, terutama kalangan senior, yang tidak banyak diajak bicara menjelang kongres ini. Tidak ada faktor dialog internal, apalagi eksternal partai, untuk menampung semua aspirasi yang berkembang. Walhasil, semua hanya mencoba mengadu kepada acuan formal tanpa mengabaikan esensi kebenaran. Pendekatan kekuasaan lebih menonjol daripada mengedepankan etika dan moral.
Berbagai persoalan itu terwujud dengan penunjukan Taufiq Kurniawan sebagai ketua panitia penyelenggara. Tidak jelas apa pertimbangannya, mengapa Taufiq yang sudah sibuk sebagai ketua komisi V dibebani dengan tugas berat. Lebih repot lagi, Taufiq gagal berkomunikasi dengan semua pemegang saham di dalam partai. Jangankan dengan anggota biasa, dengan senior dan para pendiri partai saja Taufiq enggan berkomunikasi.
Taufiq sangat sulit diajak bicara atau dihubungi, tapi memang dia adalah kepercayaan elite partai. Jika kongres berantakan, Taufiq yang harus menanggung dosa terberat.
Beberapa kelemahan tersebut beruntung bisa ditutup dengan kesigapan Farhan Hamid sebagai ketua panitia pengarah. Pengalaman Farhan yang akan bisa menyelamatkan kongres jika terjadi persoalan. Farhan juga lebih komunikatif dan akomodatif dibanding Taufiq yang sulit diajak bicara.
***
Kongres PAN di Batam ini punya potensi kisruh. Sebab, menjelang digelarnya acara ini, sejumlah eksponen partai mengungkapkan adanya AD/ART palsu. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Januari tahun lalu sudah menjatuhkan vonis bahwa akta PAN yang dibuah notaris Muhammad Hanafi palsu dan dengan demikian batal demi hukum. Depkum ham pun pada Juni lalu sudah memerintahkan agar PAN mengajukan akte baru dengan lampiran AD/ART asli hasil Kongres II di Semarang. Tapi, tampaknya, putusan pengadilan ataupun permintaan Depkum ham itu diabaikan.
Persoalan AD/ART ini bisa menimbulkan masalah serius jika di kemudian hari ada yang menggugat keabsahan Kongres III di Batam. Apalagi di kongres ini, utusan DPD hanya dijatah 2 orang, sedangkan menurut Kongres II di Semarang, mestinya 3 orang. Sangat mungkin ada gugatan mengenai jumlah utusan atau legitimasi kongres.
Beberapa kalangan yang tidak puas sudah menyuarakan kongres jalan lurus, yakni menggunakan dasar AD/ART hasil Kongres II Semarang. Hal ini jelas akan membikin runyam partai. Apakah jika terjadi kongres yang lain PAN akan pecah? Sangat sulit mengatakannya. Sebab, nyatanya mayoritas warga PAN ikut hadir di Batam. Mereka tidak begitu mempermasalahkan legalitas yang menjadi perdebatan beberapa pihak.
Tapi, soal legalitas ini merupakan persoalan serius. Apakah Patrialis Akbar selaku Menkum ham akan bisa membereskan persoalan ini? Apakah dia juga bisa mengabaikan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan? Apakah dia bisa mengabaikan surat perintah yang dikeluarkan departemennya sebelum dia menjadi menteri? Banyak pertanyaan muncul terkait dengan kekisruhan ini.
Ada yang mengkhawatirkan, jika beberapa persoalan ini tidak diselesaikan dengan baik, akan ada dampak lanjutan. Karena tidak mempunyai akta yang sah, secara teknis bisa saja PAN disebut organisasi "gelap" atau ilegal. Seyogianya semua pihak memikirkan persoalan ini dengan nalar yang jernih dan hati yang tenang.
Ada beban berat bagi Hatta Rajasa jika terpilih sebagai ketua umum dalam kongres ini. Tidak diragukan lagi dia akan memimpin PAN lima tahun ke depan, tapi tentu sangat tidak enak memimpin dalam bayang-bayang masalah legalitas dan kekisruhan. Sebagai partai pengusung gerakan reformasi, ada beban moral yang tidak ringan dalam diri para pengurus PAN.
Harapan Hatta Rajasa yang menargetkan suara PAN bisa melonjak menjadi 20 persen akan sulit dilaksanakan. Karena itu, sebaiknya kekisruhan dihilangkan sejak awal. Sebagai negarawan dan politikus berpengalaman, Hatta Rajasa rasanya akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan tersebut. Saya yakin Hatta akan mampu mengambil langkah yang tepat, dan bersama kabinet yang akan dibentuknya, dia akan bisa melangkah ke depan.
Oleh karena itu, Hatta Rajasa tidak boleh ragu-ragu dan harus memilih orang yang tepat yang akan masuk dalam jajaran pengurusnya. (*)
*) Djoko Susilo, mantan anggota FPAN DPR RI, calon duta besar RI untuk Swiss
Opini Jawa Pos 6 Januari 2010
05 Januari 2010
Kongres PAN tanpa Kejutan
Thank You!