18 November 2009

» Home » Suara Merdeka » Menimbang Kekokohan Baliho

Menimbang Kekokohan Baliho

CUACA buruk berupa hujan dan angin kencang yang melanda Kota Semarang, beberapa hari terakhir, telah menimbulkan kerusakan di sebagian wilayah.

Salah satunya adalah tumbangnya baliho di Jalan Karangrejo Raya. Akibat tiupan angin kencang, baliho ukuran 5 x 3 meter tersebut tumbang dan patah (SM, 16 November 2009).


’’Untungnya’’ tidak ada korban dalam peristiwa tersebut, karena baliho tumbang tidak mengarah ke jalan raya, sehingga tidak mengganggu arus lalulintas.

Ini bukan kejadian yang pertama, melainkan rentetan tumbangnya baliho di kota Semarang. Peristiwa sebelumnya pernah terjadi di Perempatan Bojong (Jalan Pemuda) dengan baliho berukuran 5x10 meter ambruk diterjang angin kencang. Baliho yang dipasang diatas median jalan ini mengakibatkan kemacetan walaupun tidak menimbulkan korban jiwa (SM,7 Februari 2009).

Selain itu, sejumlah baliho juga pernah roboh, di pertigaan Kaliwiru, di depan kantor PLN yang meluluhlantakkan patung Ribut Waidi, di depan Pasar Jatingaleh, dan baliho di tanjakan Gombel (SM,13 Oktober 2008).

Di kawasan Simpang Lima, sebuah baliho berukuran 5x10 meter juga roboh dan menelan korban pengemudi becak yang menderita luka parah di bagian kepalanya (SM, 14 Oktober 2008)

Kasus robohnya baliho ini merupakan pelajaran mahal bagi pengelola kota, sehingga perlu melakukan evaluasi sekaligus penataan papan reklame kota. Baliho yang roboh akan membahayakan orang-orang yang ada di bawahnya.

Saat ini baliho merupakan salah satu komponen kota yang justru mengancam para pengguna jalan. Pasalnya, warga kota akan merasa takut kejatuhan baliho, apalagi saat hujan deras disertai angin kencang,

Bertaburannya papan iklan di tempat strategis Semarang, terkesan asal pasang dengan tidak memperhatikan nilai estetis sebuah penataan ruang.

Hanya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, pemerintah kota mengabaikan keselamatan publik. Meski tidak dapat dipungkiri, namun perlu dipikirkan keberadaan baliho jangan sampai dengan seenaknya memangkas hak untuk memperoleh kenyamanan dan keselamatan warga kota.

Di balik iklan dalam bentuk baliho gigantik ada bayangan konsumerisme yang semakin kuat menjerat kehidupan masyarakat, yang ditandai semakin banyaknya baliho raksasa terpasang di tempat strategis.

Berdasarkan pengamatan lapangan, jumlah baliho besar dan bertiang tinggi lebih dari empat meter dan menghadap barat atau timur, cukup banyak.

Bahkan, yang tidak berlubang untuk mengurangi tekanan angin juga tidak sedikit. Ada juga penampang dengan sedikit lubang angin.

Perbandingannya tidak seimbang dengan hantaman angin yang menerpa. Hal itu menimbulkan tekanan sangat kuat dan membuat tiang papan reklame tak mampu menahan sehingga roboh.
Cukup Banyak Lihat saja di sepanjang jalan utama mulai dari Mangkang hingga Terminal Penggaron, cukup banyak dijumpai reklame berukuran besar. Juga di sejumlah lokasi lain, seperti Jalan Kartini dan Jalan KH Agus Salim. Perhatikan juga kawasan Simpang Lima dan perempatan traffic light sudah menjadi ’’hutan iklan”.

Dari sisi estetis, bagaimana mungkin indah sebuah pemandangan jika di kawasan perempatan penuh dengan iklan dengan berbagai ukuran, yang saling berlomba menonjolkan diri, sehingga tidak terhindarkan ada satu atau dua iklan yang tertutup papan iklan lainnya.

Berdirinya konstruksi baliho ini seharusnya juga memperhatikan keselamatan pemakai jalan, baik pengemudi kendaraan maupun pejalan kaki sebagai prioritas utama. Cepat atau lambat

konstruksi itu akan rapuh karena korosi. Bagaimana akibatnya jika roboh bagi pemakai jalan, apalagi disaat terjadi kemacetan yang mulai melanda setiap jalan kota. Konstruksi baliho hanya mengedepankan estetika dan justru mengabaikan perhitungan kekuatan dan keselamatan pengguna jalan.

Dalam pembangunan baliho, arah dan beban angin perlu juga dipikirkan dalam desain konstruksinya. Hal ini disebabkan angin merupakan beban dominan dan menjadi persyaratan konstruksi utama membangun sebuah baliho.

Menurut aturan standar kekuatan reklame untuk menahan angin dengan kecepatan 40 km/jam, Untuk itu perlu koordinasi dengan BMG tentang kecepatan angin maksimal di Semarang guna mengetahui dan meningkatkan kemampuan baliho menahan angin.

Perawatan Baliho harus dilakukan berkala dan ada aturannya. Pengelola harus dapat menjamin agar baliho reklame tetap aman bagi pemakai jalan, perbaikan dan pengecatan ulang pada cat yang mengelupas, sehingga keindahan kota tetap terjaga.

Penataan baliho reklame sebagai salah satu unsur urban design harus dicapai dengan pola keseimbangan yang tidak saling merugikan, baik dari penataan ruang, pemakai jalan (masyarakat), aspek ekonomi dan pemasang iklan.

Beberapa kota besar seperti Singapura, Putrajaya (Malaysia) memberlakukan daerah bebas reklame dan daerah khusus reklame (yaitu daerah-daerah pusat perbelanjaan). Reklame raksasa sejenis baliho hanya akan dijumpai disepanjang jalan bebas hambatan.(10)

— Sukawi, dosen Arsitektur Undip, tinggal di Semarang

Wacana Suara Merdeka 19 Nopember 2009