20 April 2010

» Home » Republika » Penanganan Air Bersih

Penanganan Air Bersih

Pada 22 Maret lalu, kita baru saja memperingati Hari Air Dunia (HAD). Tahun ini peringatan HAD mengusung tema Clean Water for Healthy World, and Communicating Water Quality Challenges and Opportunities . Untuk tingkat nasional, peringatan HAD ke-8 yang berlangsung sejak 8 Maret hingga 24 April 2010 mengambil tema ''Pentingnya Kualitas Air untuk Indonesia Sehat.''

Beragam kegiatan, seperti Kampanye Peduli Air (KPA), Gerakan Masyarakat dan Apresiasi HAD, seminar, serta Lokakarya Air Indonesia (FAI) telah digelar untuk memperingati HAD di tingkat nasional. Pertanyaannya, apa urgensi peringatan HAD dengan agenda Millenium Development Goals atau sering disebut dengan istilah MDGs.  

Seperti diketahui pada September 2000, Pemerintah Indonesia bersama dengan 189 negara lain, berkumpul untuk menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York dan menandatangani Deklarasi Milenium PBB. Deklarasi ini merupakan komitmen masing-masing negara dan komunitas internasional untuk mencapai delapan tujuan pembangunan dan pengentasan kemiskinan.

Delapan tujuan yang disebut Deklarasi Milenium PBB dan ditandatangani pada September 2000, yaitu: Pertama, menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Kedua, mencapai pendidikan dasar untuk semua. Ketiga,  mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Keempat, menurunkan angka kematian bayi. Kelima, meningkatkan kesehatan ibu. Keenam, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan TBC. Ketujuh, menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup. Kedelapan, mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

MDGs dan akses air bersih
Sesuai agenda utama MDGs, penandatanganan Deklarasi Milenium merupakan bentuk penegasan dan komitmen pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi kemiskinan. Dari delapan tujuan Deklarasi Milenium, yang terkait erat dengan tema HAD tahun ini adalah tujuan ketujuh, yaitu menjamin adanya daya dukung lingkungan hidup.

Terdapat tiga target utama dari tujuan ketujuh. Pertama, mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan. Kedua, mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat pada 2015. Ketiga, mencapai pengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh pada 2020. Masalah pengurangan emisi juga menjadi agenda yang harus diatasi dalam tujuan ketujuh ini. 
  
Masalahnya, apakah target yang menyangkut penyediaan akses terhadap air bersih yang sehat dapat dicapai? Tentu bukan hal yang mudah untuk menjawabnya.

Walaupun telah berkomitmen terhadap tujuan MDGs, pencapaian untuk mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak mempunyai akses terhadap air minum yang layak dan sanitasi pada 2015 tampaknya masih sulit untuk diwujudkan. Meskipun ada kemajuan dalam pencapaian target, sebagian besar dari populasi manusia yang ada masih belum terjangkau dengan air bersih. Sebanyak 1,1 miliar orang di seluruh dunia masih tidak memiliki akses terhadap persediaan air yang terlindungi dan lebih dari 2,6 miliar tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang layak. 

Untuk Indonesia, kondisinya juga setali tiga uang. Pasalnya, yang terjadi selama ini, perusakan lingkungan jauh lebih cepat dan lebih sering terjadi dibandingkan upaya rehabilitasinya. Kita membutuhkan waktu 10-15 tahun untuk penanaman kembali hutan-hutan yang gundul, sementara hampir setiap jam terjadi pembalakan dan penebangan hutan.

Pencemaran air sungai akibat limbah rumah tangga dan limbah industri juga lebih sering terjadi. Setiap harinya, dua juta ton sampah dan limbah lainnya mengalir ke perairan dunia. Belum lagi, intensitas urbanisasi yang lebih tinggi daripada kemampuan kota-kota menampung para pendatang. Akibatnya, muncul daerah-daerah kumuh yang tidak bisa segera diatasi.

Akses terhadap air bersih sering juga terhambat oleh kondisi infrastruktur jalan yang kurang baik. Kita sering lupa, upaya pengentasan kemiskinan yang menjadi agenda utama MDGs sering kali tidak dikaitkan dengan keberadaan infrastruktur. Padahal, keduanya sangat terkait erat. Jika pembangunan infrastruktur lambat, pencapaian agenda MDGs, juga menjadi lambat. Banyak orang tentu tidak bisa ke puskesmas jika jalannya rusak. Upaya mengurangi tingkat kematian ibu dan anak juga akan sulit tercapai bila tidak didukung oleh sanitasi yang baik dan akses terhadap air bersih.

Harmonisasi kewenangan
Air merupakan sumber kehidupan di dunia ini. Kualitas kehidupan manusia sangat tergantung dari kualitas air. Kualitas air yang baik dapat mendukung ekosistem yang sehat dan akhirnya mengarah pada peningkatan kesehatan manusia. Sebaliknya, kualitas air yang buruk juga akan sangat memengaruhi lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Karena itulah, seiring dengan semakin terancamnya kualitas air, sejak tahun 1992 PBB menetapkan peringatan HAD setiap tanggal 22 Maret. Penetapan HAD tentu bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kesadaran serta kepedulian akan perlunya upaya bersama dari seluruh komponen bangsa, bahkan dunia untuk bersama-sama memanfaatkan dan melestarikan sumber daya air (SDA) secara berkelanjutan.

Bagi Kementerian Pekerjaan Umum, peringatan HAD tentu harus dijadikan momentum yang tepat untuk meningkatkan penyediaan akses air bersih bagi masyarakat. Untuk hal tersebut, belakangan ini apa yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum telah menunjukkan arah perbaikan. Contohnya, soal pengelolaan sungai yang tidak lagi dilakukan sepotong-sepotong, tapi sudah lebih integral dan komprehensif. Kini, Kementerian Pekerjaan Umum tidak hanya mengurus badan sungai, tapi juga sudah fokus pada bantaran aliran sungai yang didiami masyarakat. Bahkan, Ditjen Cipta Karya juga telah intensif memfasilitasi usaha-usaha masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam penyediaan akses terhadap air bersih.

Namun, hal itu saja tentu belum cukup. Kementerian Pekerjaan Umum harus menjadi kementerian terdepan dalam hal mengembangkan kebijakan manajemen air yang berkelanjutan. Untuk hal tersebut, salah satu langkah mendesak yang harus dilakukan adalah upaya harmonisasi kewenangan beberapa instansi pemerintah, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan Bappenas.

 Opini Republika 21 April 2010