03 Februari 2010

» Home » Suara Merdeka » Analisis Database Penyakit Musiman

Analisis Database Penyakit Musiman

KABUPATEN Kendal dengan heterogenitas topografinya membutuhkan data yang valid tentang setiap permasalahan di tiap wilayah. Hal ini menjadi penting untuk penanganan masalah secara komprehensif yang berpijak pada kesatuan interpretasi dan oerientasi kesejahteraan rakyat.

Di musim penghujan seperti saat ini, kita perlu membuat dan menganalisis database tentang penyakit musiman yang muncul di tengah masyarakat. Jika kita bisa memetakan wilayah (endemi) penyakit dengan tepat dan aktual yang diikuti dengan penanganan cepat dan tepat maka hal tersebut merupakan langkah yang sangat berarti untuk kestabilan sistem pemerintahan dan kondisi sosial masyarakat.


Topografi Kendal yang terdiri atas daerah dataran tinggi, dataran rendah agraris, dan pesisir, menjadikan pola hidup keseharian masyarakatnya mempunyai kebiasaan masing-masing.

Daerah dataran tinggi yang meliputi Sukorejo, Plantungan, Pageruyung, Patean, Limbangan, dan Singorojo, menjadikan masyarakat di wilayah ini secara sistem lebih memperhatikan pada keseimbangan lingkungan fisik yang didukung dengan sistem kekerabatan yang terjaga kuat, begitu juga di daerah dataran rendah agraris. Daerah pesisir menjadi ciri khusus dengan karakter masyarakatnya yang lebih terbuka, dengan semangat kolektivitas dan kerja keras.

Musim hujan membawa perubahan dan pengaruh dalam kegiatan perekonomian dan pembangunan. Bencana banjir, tanah longsor, dan stabilitas kesehatan masyarakat.

Karena itu, kita harus membuat pemetaan wilayah bencana, kejadian luar biasa (KLB), daerah endemik penyakit, serta langkah-langkah terpadu serta penanganan khusus yang diperlukan dalam penanggulangan dampak-dampak musim hujan.

Daerah yang rawan longsor pada musim hujan di Kabupaten Kendal adalah Sukorejo (jalur alternatif dari Weleri menuju Temanggung - Yogyakarta). Sementara daerah rawan banjir  adalah daerah pantura yang meliputi Weleri, Rowosari, Kangkung, Patebon, Kendal Kota, Brangsong, dan Kaliwungu. Dan wilayah endemik penyakit tropis pada kondisi ekstrem adalah daerah pantura yang rentan terkena malaria dan demam berdarah (DB).

Daerah atas menjadi permasalahan khusus di ranah ketahanan pangan dan penyakit yang menyertainya, keracunan makanan misalnya. Keracunan makanan merupakan penyakit yang paling rentan dan menempatkan Kendal sebagai salah satu daerah dengan KLB keracunan makanan dengan kasus terbanyak, selain Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga, dan Kota Semarang (RAD-PRB Provinsi 2008).

Hal ini dikarenakan transisi masa tanam dan hasil panen pertanian serta pengolahan bahan makanan pada musim hujan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Faktor kelembaban udara yang meningkat pada musim hujan menyebabkan pertumbuhan jamur pada bahan makanan mengalami peningkatan pula.

Selain itu, kekurangpahaman masyarakat dalam hal pengolahan bahan makanan yang steril menjadi faktor pelengkap yang menyebabkan KLB keracunan makanan di Kabupaten Kendal.

Pemerintah kabupaten dalam hal ini juga kurang responsif, tidak memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada masyarakat, tetapi lebih fokus pada pembangunan fisik dan belanja internal dinas/SKPD dengan anggaran yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan anggaran untuk peningkatan SDM dan kemasyarakatan.

Selain itu, faktor perilaku dan sanitasi yang belum ideal, memberi peluang terjadinya KLB penyakit menular terutama di musim hujan seperti saat ini. Komitmen untuk menjadikan kebutuhan masyarakat sebagai skala prioritas pembangunan menjadi titik kunci keberhasilan pembangunan secara keseluruhan.

Jangan sampai urusan masyarakat ditelantarkan hanya dikarenakan pertentangan kepentingan. Kepentingan ekonomi jangka pendek sesaat mengorbankan kepentingan pelestarian jangka panjang, dan kepentingan pribadi/golongan mengorbankan kebutuhan masyarakat.

Di samping hal tersebut, data dan peta serta informasi tentang klimatologi, peta geologi dan sebagainya pada umumnya kurang diperhatikan kemanfaatannya oleh pemerintah daerah dan dijadikan sebagai alat untuk mitigasi bencana.

Ketidakmampuan pemerintah kabupaten dalam pengendalian tata ruang wilayah, misalnya perubahan kawasan dan fungsÌ lindung menjadi kawasan budidaya/permukiman. Kebiasaan masyarakat melakukan usaha tani budidaya tanaman semusim di dataran tinggi tanpa memperhatikan keadaan konservasi tanah, kebiasaan membuang sampah di badan/wilayah perairan, dan lain-lain (RAD-PRB Provinsi 2008).

Untuk mencapai kestabilan pembangunan kesehatan daerah maka konsistensi, komitmen, dan integritas konsep menjadi fundamen dasar sinergitas dengan pembangunan di bidang lainnya.

Peraturan tentang kesehatan, sistem kelembagaan, kebijakan di bidang penganggaran, dan kebijakan terkait lainnya merupakan elemen teknis yang harus direalisasikan dan berorientasi pada kebutuhan stabilitas kesehatan masyarakat.

Konsepsi pembangungan kesehatan dan penyakit musiman mestinya menjadi bagian dari kesatuan rencana pembangunan, baik rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah, maupun rencana pembangunan jangka pendek. (10)

— Dokter Hj Widya Kandi Susanti MM, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kendal
Wacana Suara Merdeka 4 Februari 2010