Rumor atau gosip tidak pernah jatuh dari 'planet luar'; tidak pernah  muncul begitu saja tanpa dasar. Tiada asap, tanpa api. Maka, yang mesti  ditelusuri adalah 'dasar' atau 'api' itu.  
Siapa yang melempar rumor bahwa Sri Mulyani sebentar lagi akan  dicopot sebagai menteri keuangan? Bahwa antara Presiden Yudhoyono dan  Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie sudah ada kesepakatan untuk mengganti  Sri Mulyani? 
Sebelum menjawab pertanyaan itu, saya ajak pembaca untuk refreshing  apa itu rumor. Per definisi, rumor adalah informasi atau berita yang (a)  tidak jelas sumbernya, dan oleh sebab itu (2) kebenarannya tidak bisa  dipertanggungjawabkan. Rumor muncul karena dua faktor dominan. Pertama,  masalah besar atau penting yang terkait erat dengan kepentingan umum.  Kedua, kejelasan mengenai masalah itu masih remang-remang. Maka,  timbullah rasa cemas, rasa ingin tahu bagaimana sesungguhnya  permasalahan tersebut. Penyebarluasan rumor akan semakin kencang dan  luas seiring dengan (1) makin simpang siurnya 'keadaan' (being)  permasalahan itu dan (2) makin penting/urgen masalah tersebut bagi  masyarakat luas. 
Syahdan, masih menurut teori, jika dua kondisi itu hadir di  masyarakat, rumor pun tidak bisa dielakkan. Penyebarnya bisa memiliki  berbagai motivasi. Kelompok pertama, mereka yang punya kepentingan  dengan substansi rumor. Jika seorang presiden yang sedang sakit  tiba-tiba dirumorkan kondisi kesehatannya makin buruk, penyebar rumor  boleh jadi adalah orang--dibantu konco-konconya--yang sudah lama  berambisi menjadi presiden. Diciptakanlah kondisi agar publik percaya  bahwa usia presiden takkan lama lagi.   
Kelompok kedua sebagai penyebar rumor adalah mereka yang  menginginkan terciptanya situasi kacau. Mereka tahu benar bahwa situasi  kaos, atau destabilitas sosial-politik akan terjadi manakala rumor yang  dilempar itu cukup dipercaya masyarakat luas. Tatkala Presiden Prancis  Francois Mitterand dulu dikabarkan menderita sakit kanker, cukup banyak  politisi puncak di negara-negara Barat yang waswas bagaimana nasib  Prancis pasca-Mitterand.  
Kelompok ketiga, mereka yang memakai rumor sebagai senjata  propaganda untuk menohok lawan; semacam pembunuhan karakter. Tentu itu  termasuk propaganda hitam.  
Kelompok keempat, mereka yang berfantasi. Karena saya berfantasi  menjadi presiden direktur perusahaan tempat saya bekerja, saya  menyebarkan rumor yang menjelek-jelekkan presiden direktur yang sedang  menjabat; sekaligus informasi tentang saya yang hebat dan pantas  menduduki kursi itu. 
Kelompok kelima, orang-orang yang hanya iseng. Mereka bahagia dan  tertawa terpingkal-pingkal begitu mengetahui bahwa begitu banyak orang  yang termakan oleh rumor yang diciptakannya di meja komputer sambil  makan bakso!  
Di antara kelima orang/kelompok itu, rumor tentang akan dicopotnya  Sri Mulyani hampir dipastikan dihembuskan orang-orang yang punya  kepentingan kuat untuk melihat Sri Mulyani segera hengkang dari  kantornya di Lapangan Banteng. Karena rumor itu menyebar segera setelah  pertemuan 'empat mata' antara Presiden Yudhoyono dan Ical, publik pun  serta-merta curiga bahwa sumbernya siapa lagi kalau bukan orang-orang  dekat Ical. Apalagi, publik sudah tahu bahwa antara Ical dan Sri memang  sudah lama clash. Ical--oleh sebuah majalah kondang di Ibu  Kota--dikabarkan dendam kesumat terhadap Sri, terutama gara-gara kasus  lumpur panas Lapindo dan Bumi Resources. 
Namun, asumsi itu belum tentu benar. Saya sependapat dengan Idrus  Markham, Ketua Panitia Angket Bank Century, yang mengatakan bahwa yang  menyebarkan rumor tentang Sri adalah orang-orang dekat ketua umum atau  orang-orang di sekeliling SBY. Tidak tertutup kemungkinan, orang-orang  dekat SBY pun melihat keberadaan Sri Mulyani di kabinet membawa beban  berat, konkretnya, bisa mengganjal kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II.  Sri Mulyani akan terus menjadi 'sasaran tembak' lawan-lawan SBY, selama  ia duduk dalam kabinet karena kaitannya dengan skandal Bank Century. 
Masih ada kelompok ketiga yang menghendaki dicopotnya Sri, yaitu  mereka yang selama ini paling keras menghantam kasus Bank Century.  
Bukankah, Sri Mulyani dan Boediono, mantan Gubernur Bank Indonesia,  menjadi bulan-bulanan kritik dan kecaman terkait dengan masalah Bank  Century? Kenapa hanya mereka? Karena keputusan bailout Bank Century  diambil dua orang itu selaku pimpinan Komite Stabilitas Sistem Keuangan  (KSSK). Bukankah Jusuf Kalla di Pansus, secara implisit, juga mengatakan  bahwa terlalu riskan kalau masalah begitu serius dan menyangkut dana  begitu besar hanya diputuskan dua orang? 
Setelah bersidang 1,5 bulan, Pansus Bank Century sudah  memperlihatkan banyak indikasi kuat, tidak dikatakan bukti bahwa masalah  Bank Century memang sebuah skandal. Pengakuan jujur Sri Mulyani bahwa  dia hanya bertanggung jawab pada talangan sebesar Rp632 miliar  (selebihnya siapa yang bertanggung jawab, dong?), bahwa Sri juga  terkejut total dana talangan kemudian membengkak sampai Rp6,7 triliun,  bahwa dana simpanan Budi Sampoerna yang lebih dari Rp1 triliun itu  secara kilat kemudian dipecah-pecah menjadi masing-masing Rp2 miliar  dengan menggunakan ratusan deposan fiktif, bahwa JK yang adalah Presiden  RI ad interim ketika itu tidak dilaporkan (kenapa takut?), bahwa bank  ini sejak kelahirannya sudah karut-marut, bahwa bank ini sesungguhnya  dirampok pemilik sendiri. Semua itu indikasi kuat rupanya ada skandal di  balik atau dalam proses bailout! 
Nah, perbincangan politik di luar kemudian sampai pada konklusi  sementara: harus ada yang bertanggung jawab dalam skandal Bank Century.  Di antara dua petinggi itu, Sri Mulyani lebih mudah dikorbankan,  sedangkan Boediono--karena kedudukannya saat ini sebagai Wakil Presiden  RI--bisa menimbulkan komplikasi politik yang serius manakala harus juga  dicopot. 
Ada penyebab yang masuk akal, ada pula solusi masalah yang  plausible, ada pihak-pihak yang berkepentingan, maka suburlah ladang  bagi bersemai dan bertumbuhnya rumor tentang Sri Mulyani.  
Bantahan keras Presiden Yudhoyono sudah tepat sekali untuk membunuh  rumor tersebut. Namun, harap Presiden betul-betul memegang ucapannya  itu! Jangan seperti Presiden George Bush Senior ketika ia berkata kepada  seluruh rakyat Amerika, "Read my lip: no more tax!" Eh, beberapa bulan  setelah terpilih lagi, sang presiden menaikkan pajak rakyat. Hancurlah  martabat Bush!*** 
Oleh Tjipta Lesmana Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pelita  Harapan
Opini Media Indonesia 26 Januari 2010
25 Januari 2010
» Home » 
Media Indonesia » Wajar, Rumor Seputar Sri Mulyani
Wajar, Rumor Seputar Sri Mulyani
Thank You!