30 Desember 2009

» Home » Solo Pos » Refleksi HUT ke-29 satpam Korp biru-putih sebagai ujung tombak PR

Refleksi HUT ke-29 satpam Korp biru-putih sebagai ujung tombak PR

Awalnya adalah keamanan. Jumlah polisi yang terbatas, sementara cover area yang sangat luas, membuat keberadaan satpam diperlukan. Apalagi dalam masyarakat yang jurang ekonominya menganga lebar, tingkat pengangguran meningkat, rentan terjadi tindak kriminalitas yang berujung pada ketidaknyamanan masyarakat.

Karena itu, pada 1980, Kapolri saat itu, Jenderal Pol Awaluddin Djamin, membentuk satpam guna menutup celah pengamanan yang tidak bisa dimasuki polisi. Selain itu, satpam menjadi mitra Polri dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan keamanan.


Satpam adalah satuan tugas yang dibentuk oleh instansi/proyek/badan usaha untuk melaksanakan pengamanan fisik (physical security) secara swakarsa di lingkungan kerja.
Secara struktural, tugas satpam dipertanggungjawabkan kepada kepala instansi/perusahaan tempat mereka bekerja sehingga tercipta suatu lingkungan kerja yang aman dan tertib, yang pada akhirnya akan terciptanya kualitas kerja yang baik.

Citra & PR
Sekarang zaman sudah berubah. Peran media massa yang begitu luar biasa dalam pembentukan opini serta kebebasan berekspresi masyarakat yang tinggi, sedikit banyak berdampak pada peran satpam.
Sekarang, individu atau institusi mementingkan pembentukan opini masyarakat demi citra positif. Sebuah perusahaan akan berlomba-lomba memberikan citra positif kepada konsumen untuk mempertahankan dan meningkatkan bisnisnya.
Lalu, apa kaitannya dengan satpam? Satpam kini bukan sekadar sekelompok orang berseragam biru-putih, badannya tegas, membawa pentungan dan peluit yang bertugas mengamankan perusahaan. Peran mereka kini luas lagi yaitu sebagai salah satu garda terdepan dalam membentuk citra positif perusahaan.
Merekalah yang kesan pertama kepada konsumen yang datang ke kantor perusahaan. Konsumen atau tamu perusahaan tidak hanya merasa aman dan nyaman, tetapi juga tersanjung dan terhormat setelah disambut dengan salam, senyum dan sapa petugas satpam.
Jadi, secara garis besar, telah terjadi pergeseran tugas dan peran satpam. Dulu, satpam itu mempunyai kesan galak, menakutkan, jauh dari kesan ramah. Kini, petugas satpam adalah orang yang sopan, ramah, tetapi tetap tegas berkarakter dan bersahaja.
Karena itu, tidak salah dikatakan bahwa fungsi public relation (PR) atau kehumasan tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang bergerak di dunia PR.
Untuk menggapai sosok ideal satpam yang multiperan ini, perlu ada peningkatan kapasitas anggota satpam. Sejak 1980, sejumlah kebijakan telah dikeluarkan guna meningkatkan kompetensi petugas satpam. Pelatihan khusus yang mereka jalani di antaranya pelatihan tingkat dasar, tingkat menengah untuk koordinator dan komandan regu dan pelatihan tingkat atas untuk security manager.
Pelatihan di atas harus juga ditunjang dengan suplemen pelatihan yang lain, guna menunjang dan meningkatkan kompetensi seorang satpam. Di antaranya psikologi, komunikasi dan etika.
Kabag Pembinaan Keamanan Swakarsa Polri, Kombes Pol Bambang Setijoko dalam Jurnal Security V/No 3/2008 mengatakan pedoman pendidikan dan pelatihan satpam terus mengalami pembaruan, mengikuti perkembangan tuntutan globalisasi dunia industri. Mau tidak mau, organisasi satpam harus bisa mengimbanginya bila tidak ingin ditinggalkan oleh waktu dan kesempatan. Dunia kerja menuntut kompetensi yang mumpuni.
Harus diakui, pelatihan bagi anggota satpam tersebut berbiaya tidak murah. Namun dibandingkan hasil yang didapat yaitu rasa aman sampai citra positif perusahaan maka biaya pelatihan itu tidak ada apa-apanya.
Sebagai contoh, biaya pelatihan penanganan kebakaran tidak berarti apa-apa dibandingkan keselamatan aset perusahaan. Demikian juga pelatihan bagaimana meningkatkan citra positif perusahaan perlu diberikan agar citra perusahaan di mata masyarakat terdongkrak.

Selain itu, pembinaan secara periodik kepada satpam, juga perlu dilakukan agar mereka mampu menjawab tantangan di lapangan yang berubah begitu cepat.
Jenis pelatihan yang dipilih antara satu perusahaan/instansi tertentu akan berbeda-beda tergantung pada kebutuhan dan medan yang dihadapi. Satpam perusahaan perbankan dan industri (pabrik) akan berbeda karakter dan kebiasaan. Satpam bank akan lebih fokus pada services excellent (pelayanan prima) dan pengetahuan terbatas mengenai produk perbankan akan lebih berguna. Sedangkan satpam perusahaan industri akan lebih menekankan pada segi keamanan dan pengawasan karyawan, produk dan inventaris lainnya, sehingga suplemen pelatihan teknik interogasi dan penyelidikan lebih bermanfaat.
Dengan fungsi dan peran satpam yang terus berkembang maka pandangan masyarakat pun berubah. Dulu, satpam dideskripsikan sebagai pribadi yang culun, lihat saja program televisi Santai bareng, yuk dengan bintang pelawak Jojon, satpam dikesankan culun, jauh dari kesan positif.
Apalagi, dulu orang menjadi satpam karena terpaksa, profesi pilihan terakhir.
Ketika krisis moneter terjadi, banyak karyawan di-PHK dan pengangguran bertambah. Kondisi di atas membuat orang tidak pilih-pilih bentuk pekerjaan, prinsipnya halal dan tidak merugikan orang lain. Kini, animo masyarakat terhadap profesi ini cukup tinggi, terbukti kalangan terpelajar pun terjun ke dunia ini.
Telah terjadi pergeseran pola pikir dan kesadaran bahwa satpam merupakan profesi yang patut dibanggakan dan bisa diandalkan. Kondisi ini sangat penting karena berkaitan dengan hal yang paling mendasar yaitu motivasi atau niat. Mereka menjadi satpam sebagai pilihan secara sadar, bukan keterpaksaan atau kesalahan sejarah. Motif ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas mereka secara profesional. Satpam profesional adalah mereka yang sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, mempunyai jati diri sebagai satpam, berkarakter yang kuat dan bangga pada korps. Walau membantu tugas polisi, satpam profesional tidak bertingkah seperti polisi atau tentara. -

Oleh : Ahmad Djawahir, Anggota satpam Bravo Satria Perkasa
Opini Solo Pos 30 Desember 2009