30 Desember 2009

» Home » Solo Pos » Memberdayakan ruang publik

Memberdayakan ruang publik

Jumat (25/12) malam, Koridor Ngarsopuro diresmikan, ditandai dengan sebuah pementasan seni bertajuk Wedatama Ginelar. Ngarsopuro merupakan hasil penataan ruang publik paling akhir di Kota Solo yang dilakukan oleh Pemerintah Kota sejak empat tahun silam hingga di penghujung tahun 2009 ini.

Sejatinya, di masa lalu, Ngarsopuro sudah menjadi kawasan budaya Kota Solo. Di sini terdapat Pura Mangkunegaran sebagai landmark utama. Terdapat pula Pasar Triwindu atau Windujenar, pasar yang dibangun tahun 1939 untuk memperingati ulang tahun ke-24 (tiga windu) Putri Mangkunegoro VII bernama Nurul Khamaril. Pernah melegenda pula keberadaan Pasar Ya’i, sebuah pasar malam, yang sayang kini hanya tinggal kenangan.


Namun, seiring perjalanan waktu, kawasan ini telah berubah total, dan lebih dikenal sebagai kawasan bisnis (pertokoan). Ketidaksesuaian fungsi, peruntukan dan perubahan-perubahan yang terjadi menimbulkan hilangnya jatidiri Ngarsopuro sebagai kawasan budaya. Penataan Ngarsopuro dilakukan untuk mengembalikan ke jati diri aslinya, sekaligus menciptakan ruang publik yang bisa dinikmati semua warga Solo agar interaksi sosial antar warga dapat terjalin dengan baik, selain juga menciptakan sebuah ruang bersama yang dapat dimanfaatkan untuk ajang unjuk kreasi dalam olah seni dan budaya.
Kini kawasan Ngarsopuro telah menjadi area yang lapang, kehidupan seni pun mulai tumbuh. Saat malam hari ada night market (meskipun untuk tahap awal ini baru buka di hari tertentu), yang boleh juga disebut sebagai “jelmaan” Pasar Ya’i. Telah beberapa kali pula berbagai aktivitas kesenian dan festival tingkat lokal, nasional bahkan internasional dilakukan di tempat tersebut, mulai dari Solo Batik Fashion, Festival Pasar Panji, hingga pertunjukan musik jazz.
Sedangkan Koridor Ngarsopuro didesain agar makin mempertebal citra kawasan budaya, dengan ditempatkannya elemen-elemen seni dan aksentuasi lainnya yang khas Jawa, sehingga ketika memasuki area ini aroma dan nuansa Jawa sudah akan terasa.
Sebelum Ngarsopuro, beberapa ruang publik di Kota Solo juga telah dibangun atau ditata, di antaranya city walk di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, Taman Balekambang, Kawasan Monumen’45 Banjarsari, Kawasan Stadion Manahan, dan Bantaran Sungai Kalianyar (Taman Air Tirtonadi dan Taman Sekartaji). Termasuk juga taman-taman di seantero Kota Solo.
Semua pembangunan ruang publik tersebut diniatkan agar bisa menjadi tempat bertemu (meeting place) yang hidup dan populer bagi warga Kota Solo. Di bagian lain, ruang publik tersebut diharapkan dapat mewadahi aktivitas rekreasi pengunjung atau wisatawan dalam menghabiskan waktu luangnya di areal perkotaan kota kita tercinta ini.
Dalam perencanaan global, pembangunan ruang publik adalah bagian dari penataan wajah kota, membuat Kota Solo menjadi lebih bersih, sehat, rapi, indah dan yang lebih penting lagi adalah membuatnya nyaman untuk dihuni oleh warga kota maupun didatangi para wisatawan, termasuk juga para investor.
Dengan dibarengi penataan di sektor kepariwisataan, antara lain terhadap obyek wisata, penciptaan atraksi yang menarik dan penyiapan strategi promosi yang jitu, diharapkan Kota Solo dapat tumbuh menjadi daerah tujuan wisata yang menarik. Begitu pun di sektor investasi, sebuah kota yang aman dan nyaman akan menjadi daya tarik untuk menggaet investor.

Kekuatan
Kedua hal tersebut menjadi sangat penting karena Kota Solo sangat minim sumber daya alam, sehingga agar bisa bertahan dan berkembang serta bisa mensejahterakan masyarakatnya, Solo harus memacu pertumbuhan ekonomi di sektor jasa dan perdagangan. Dalam hal ini sektor pariwisata menjadi salah satu kekuatan yang dijadikan sumber pendapatan yang utama untuk Kota Solo.
Mendukung pemasaran kota, upaya perbaikan ruang publik juga dilakukan dalam rangka manajemen produk (dengan memperbaiki produk-produk yang ada di dalam kota), manajemen brand (mengelola pencitraan kota dengan even-even) dan manajemen customer (menumbuhkan keramahan, kesantunan warga Solo dalam menghadapi wisatawan, dan sebagainya).
Semua pembangunan dan penataan ruang publik diupayakan agar selalu dalam karakter dan spirit jatidiri Solo sebagai Kota Budaya. Konsep pembangunan di Kota Solo bersandar pada konsep Solo masa depan adalah Solo masa lalu. Solo boleh menjadi modern tetapi tidak boleh melupakan jatidirinya sebagai kota tradisional.
Namun, dalam rangka penataan, tak pelak memang kerap membentur pada hal lain, misalnya keberadaan PKL yang menjamur dan sebagian besar menempati ruang publik, seperti di Kawasan Monumen’45 Banjarsari dan Stadion Manahan, atau hunian tak berizin semisal di Bantaran Sungai Kalianyar.
Namun, dengan komunikasi yang intensif, dan pendekatan yang humanis semua pihak, maka alhamdulillah tidak terjadi gejolak yang berarti dalam proses pemindahan mereka dari area publik.
Ke depan, penataan ruang publik di Kota Solo akan terus dilakukan. Pada tahun 2010 di Jalan Gatot Subroto, Kawasan Singosaren, Pemkot akan membangun walking street, sebagai sebuah area mlaku-mlaku bengi (jalan-jalan di waktu malam).
Di sana juga akan dihidupkan sentra jajanan maupun kerajinan tangan khas Solo untuk menampung usaha-usaha rumah tangga, PKL, usaha-usaha mikro dan kecil. Selain itu, Pemkot pada 2010 juga akan merintis penataan Kawasan Pasar Gede dan Keraton Kasunanan Surakarta. -

Oleh : Joko Widodo, Walikota Solo
Opini Solo Pos 31 Desember 2009