Program Visit Indonesia Year akan tetap dilanjutkan hingga pada tahun 2010, karena dari tahun ke tahun dinilai mampu menggerakkan daerah-daerah untuk semakin bergairah membangun pariwisata wilayahnya. Program ini dinilai telah sukses menjaring dan mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman) untuk berkunjung ke tanah air hingga mampu mencatat rekor jumlah kunjungan 6,4 juta pada 2008 dengan jumlah devisa mencapai 7,5 juta dolar AS. Tahun ini diprediksikan target sebesar 6,5 juta wisman akan terlampaui hingga tutup tahun 2009. Sesuai hasil survei World Economic Forum pada 2009, Indonesia menempati posisi 81 dari 133 negara di dunia tentang daya saing pariwisata. Indeks daya saing kepariwisataan itu dinilai dari tiga hal yakni kerangka regulasi, infrastruktur dan bisnis, serta sumber daya manusia, budaya, dan alam. Rangking ini sangat jauh dibandingkan dengan negara tetangga, Singapore pada peringkat 10, Malaysia peringkat 32, Thailand ke 39, dan Brunei ke 69.
Meskipun dipandang efektif namun program tersebut belumlah optimum. Program tersebut lebih berkonsentrasi pada promosi, belum menyentuh pada bidang-bidang lintas sektoral, seperti pemberdayaan masyarakat, budaya, infrastruktur dan lingkungan. Meningkatkan peringkat Indonesia diperukan koordinasi seluruh pemangku kepentingan termasuk peran aktif masyarakat.
Pariwisata merupakan fenomena yang kompleks, bukan sekadar kegiatan dengan objek utama industri pelayanan yang melibatkan manajemen produk dan pasar, tetapi lebih dari itu merupakan proses dialog antara wisatawan sebagai guest dan masyarakat sebagai host. Kegiatan pengembangan yang terkait dengan karakteristik masyarakat namun hanya menggunakan pendekatan sepihak dari sisi pasar merupakan konsep yang tidak proporsional. Suatu kegiatan pengembangan terhadap lokasi komunitas tertentu di mana karakter masyarakat secara fisik sosial budaya merupakan sumber daya utama, maka pengembangan perlu memandang masyarakat dalam hal ini seniman, swasta, dan budayawan sebagai sumber daya yang berkembang dinamis untuk berkembang sebagai subjek bukan sekedar objek.
Pendekatan ini perlu ditempuh karena masyarakat setempat adalah komunitas yang paling tahu kondisi sosial budaya setempat, dan setiap kegiatan pembangunan harus memperhitungkan nilai-nilai sosial budaya yang berkembang di sekitar wilayah perencanaan. Oleh karena itu setiap langkah keputusan perencanaan harus mencerminkan masyarakat lokal yang secara aktif ikut terlibat di dalamnya.
Dengan melibatkan masyarakat sejak awal akan lebih menjamin kesesuaian program pengembangan dengan aspirasi masyarakat setempat, kesesuaian dengan kapasitas yang ada, serta menjamin adanya komitmen masyarakat karena adanya rasa memiliki yang kuat dan dalam jangka panjang akan memungkinkan tingkat kontinuitas yang tinggi. Pemberdayaan masyarakat lokal perlu didasarkan pada kriteria berikut ini : 1. Memajukan tingat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas budaya dan tradisi lokal, 2. Meningkatkan tingkat pendapatan secara ekonomis sekaligus pemerataan distribusi kepada penduduk lokal, 3. Orientasi diarahkan pada upaya pengembangan usaha berskala kecil dan menengah dengan daya serap tenaga yang lebih besar dengan fokus aplikasi teknologi tepat guna, 4. Mengembangkan semangat kompetisi sekaligus kooperatif yang kuat sebagai bagian dari karakter bangsa, 5. Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai agen penyumbang tradisi budaya dengan dampak seminimal mungkin
Salah satu kendala dalam mencapai kemajuan pengembangan pariwisata di daerah adalah (1) tumpang tindih kepentingan dari berbagai sektor yang berwenang, (2) lemahnya perencanaan, arahan serta kebijakan dari Badan atau Dinas yang diserahkan wewenang untuk mengelola, dan (3) lemahnya sumber daya manusia di daerah dalam bidang pengembangan pariwisata. Pemberdayaan masyarakat dalam pariwisata memerlukan manajemen kolaborasi. Manajemen kolaborasi adalah pembagian kewenangan, fiskal dan administrasi tertentu di bidang pariwisata antara para pihak yang mewakili tingkatan dari pemerintah, masyarakat dan swasta. Ketiga kendala di atas umumnya teridentifikasi sebagai kendala utama yang akan menghambat pengembangan pariwisata di daerah, oleh karena itu sebagai salah satu solusinya adalah dengan mengembangkan pola Manajemen Kolaborasi, yang anggota-anggotanya terdiri dari berbagai sektor pemerintahan dan juga melibatkan elemen masyarakat dan pihak swasta. Manajemen kolaborasi ini dapat menjadi salah satu jawaban tepat untuk mengembangkan desentralisasi pengelolaan pariwisata yang efektif dan saling menguntungkan.
Pariwisata merupakan sektor yang sangat penting sebagai penyedia lapangan kerja. Sehingga bila terjadi permasalahan yang menghambat pertumbuhan pariwisata pasti akan memberikan dampak negatif terhadap penyediaan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat seluruh lapisan. Industri Pariwisata merupakan salah satu industri yang paling demokratis di dunia ini. Pariwisata mempunyai multiplier efek yang merata diberbagai bidang. Mulai dari pedagang asongan, perajin souvenir, batik, warung makan, restoran, hotel, pemandu wisata, tukang parkir, transportasi, objek wisata, pesawat udara hingga investor besar, semua mendapat bagiannya secara proporsional. Tak akan ada industri yang dapat menyaingi Industri Pariwisata dengan efek yang ditimbulkannya.
Solusi lain yang dapat mendukung program memasyarakatkan pariwisata yaitu kampanye pariwisata secara menyeluruh pada lapisan masyarakat, seperti apa yang telah kita kenal dulu dengan Sapta Pesona. Makna logo Sapta Pesona dilambangkan dengan Matahari yang bersinar sebanyak 7 buah yang terdiri atas unsur Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, dan Kenangan. Tujuan diselenggarakan program Sapta Pesona adalah untuk meningkatkan kesadaran, rasa tanggung jawab segenap lapisan masyarakat, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat luas untuk mampu bertindak dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Perlu disadari bahwa kekuatan pariwisata Indonesia terletak pada keamanan, masyarakat hangat, murah senyum, gemar menolong tamu , sehingga membuat mereka betah dan kembali lagi. Sapta Pesona masih relevan sampai saat ini untuk membangun pariwisata di tanah air. Promosi pariwisata diberbagai penjuru dunia memang penting, akan tetapi tak kalah pentingnya kampanye memasyarakatkan pariwisata kepada seluruh lapisan masyarakat, dengan manajemen kolaborasi seluruh komponen masyarakat dan pemerintah. q - C. (1405-2009).
*) Drs Budi Hermawan MM,
Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA, Yogyakarta.
Opini Kedaulatan Rakyat 20 November 2009
20 November 2009
» Home »
Kedaulatan Rakyat » Memasyarakatkan Industri Pariwisata
Memasyarakatkan Industri Pariwisata
Thank You!
Memasyarakatkan Industri Pariwisata
Related Posts :
- Umat Islam dikejutkan oleh wafatnya Grand Syaik al-Azhar, Sayed Tantawi di Riyadh, Rabu (10/3). Almarhum sebenarnya dijadwalkan akan menerima penghargaan dari Kerajaan Arab Saudi dalam perannya mengampanyekan dan mengembangkan dakwah Islam yang moderat dan toleran. Namanya tercatat sebagai The Most 500 Influential Moslem. Penulis selama jadi mahasiswa Universitas al-Azhar (1995-1999) pernah beberapa kali bertemu dengan almarhum untuk sebuah wawancara jurnal ilmiah yang dikelola mahasiswa Indonesia dan pengajian yang rutin dilakukan setiap minggu di masjid dekat rumahnya. Dalam salah satu komentarnya, ia menyambut baik hubungan antaragama sembari meminta agar senantiasa mengembangkannya meski ada tantangan dari beberapa kelompok yang tidak menghendaki hal itu. Ia membangun silaturahim yang intensif dengan pemuka agama-agama lain di Mesir. Komitmen Tantawi terhadap toleransi begitu besar, yang ditunjukkan tidak hanya sekadar wacana belaka. Ia pernah menerima pemuka Yahudi di kantornya. Sikap tersebut ditentang para ulama al-Azhar lain karena dianggap tidak bersimpati dengan rakyat Palestina yang selama ini ditindas oleh Israel. Tantawi menjawab protes, bahkan demonstrasi yang dilakukan ribuan mahasiswa al-Azhar pada masa itu, dengan ungkapan, ketidaksetujuan kita terhadap Israel tidak menghalangi silaturahim dengan para pemuka Yahudi. Pertemuan tersebut justru dapat dijadikan sebagai medium menyampaikan aspirasi umat Islam terhadap penindasan yang dilakukan oleh Israel kepada rakyat Palestina. Sikap yang diambil oleh Tantawi mengingatkan kita kepada sosok Gus Dur, yang berani mengambil sikap berbeda dengan kalangan mayoritas sekalipun. Keberanian tersebut bukan tanpa dasar. Fundamennya adalah toleransi yang merupakan inti ajaran Islam meski tanpa menutup mata terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh Israel. Makna luas jihad Begitu pula, tatkala terjadi perang antara Israel dan Hizbullah, Lebanon Selatan, Tantawi melarang orang-orang Mesir yang hendak ikut serta dalam perang tersebut. Ia memandang bahwa jihad mempunyai makna yang luas, yang tidak hanya bermakna perang. Mendidik anak dan membangun keluarga harmonis merupakan salah satu elemen jihad yang juga penting. Ia tidak mendukung mereka yang ingin ikut serta dalam perang melawan Israel di Lebanon Selatan. Berjihad dalam mengentaskan orang dari kemiskinan dan mencerdaskan umat di Mesir jauh lebih penting daripada berperang di Lebanon Selatan. Jihad ke Lebanon Selatan, menurut Tantawi, adalah kewajiban representatif (fardh kifayah), yang mana tak ada kewajiban bagi setiap individu selama ada orang-orang yang melakukannya. Satu hal yang menarik pascaperang tersebut bahwa Hizbullah mampu mengalahkan Israel. Tanpa keterlibatan orang-orang Mesir dalam perang tersebut, Israel justru dipaksa untuk mundur dan menghentikan perang karena Israel harus menelan kerugian dan tak mampu melumpuhkan kekuatan Hizbullah. Bahkan, pascaperang tersebut, Hizbullah justru semakin berkibar. Perihal sikap Tantawi terhadap kebiadaban Israel sangat tegas. Usamah Khalil, Deputi Dubes Mesir untuk Arab Saudi, yang mendampingi almarhum dalam detik-detik akhir hidupnya menyampaikan keprihatinan yang begitu mendalam terhadap masalah Palestina yang tidak kunjung selesai akibat penindasan yang dilakukan Israel setiap waktu. Di samping itu, kesedihan yang amat mendalam terhadap konflik internal di antara faksi politik di dalam Palestina sendiri (al-Syarq al-Awsat, 11/3). Secara paradigmatik, pandangan Tantawi yang notabene merupakan pemegang resmi kendali keagamaan di Mesir adalah jalur moderasi. Dalam relasi agama dan negara, ia memandang perlunya agama dapat mewarnai ruang publik dengan nilai-nilai yang konstruktif, bukan justru menjadikan agama sebagai stempel atas kepentingan politik, sebagaima dilakukan oleh beberapa pihak di Mesir. Oleh sebab itu, meskipun arus terbesar yang berkembang di Mesir pada umumnya dan al-Azhar secara khusus adalah konservatif, Tantawi tetap pada pendiriannya dalam memilih moderasi, jalan tengah untuk menjaga keseimbangan dan kelenturan. Jilbab dan cadar Dalam pandangannya, rasionalitas dan kemaslahatan harus menjadi pertimbangan dalam menentukan sebuah pandangan. Salah satu pandangannya yang ditentang keras adalah pemakaian jilbab bagi para perempuan muslimah di Perancis. Pada saat itu terjadi polemik yang sangat tajam soal larangan Pemerintah Perancis bagi perempuan yang berjilbab di sekolah-sekolah umum dan pemerintahan. Hal tersebut mendapatkan respons keras dari berbagai dunia Islam, termasuk di Tanah Air. Akan tetapi, Tantawi dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi perempuan muslimah untuk menggunakan jilbab di negara-negara yang tidak menganut hukum Islam, seperti di Perancis. Mereka harus menghargai konstitusi yang dianut oleh negara tersebut. Yang paling mutakhir adalah larangan terhadap perempuan untuk memakai cadar di lingkungan lembaga pendidikan al-Azhar. Alasannya, karena cadar bukanlah ajaran yang ditetapkan di dalam Al Quran dan Sunnah Nabi. Pemakaian cadar merupakan bagian dari tradisi, bukan bagian dari agama. Harus diakui, sejumlah pandangan di atas perlu dipertimbangkan untuk mengedepankan sikap moderat daripada sikap ekstrem. Apalagi al-Azhar merupakan salah satu menara pemikiran keislaman yang selama ini dijadikan kiblat oleh dunia Islam. Barangkali banyak pihak yang menentang pandangan Tantawi, tetapi dalam beberapa tahun ke depan pandangan tersebut menyimpan mutiara yang amat penting karena di balik pandangan dan sikap progresif tersebut tersimpan mutiara perihal pentingnya sikap toleran dan moderat. Mau tak mau, pada era global dituntut pandangan keagamaan yang dapat mewarnai hubungan antarmasyarakat dengan sebuah sikap yang lebih lentur dan moderat, dengan tanpa kehilangan identitas. Hal-hal yang prinsip dalam agama harus ditegakkan dengan konsekuen dan konsisten, tetapi hal-hal yang dimungkinkan untuk dirasionalisasi dan diakulturasi untuk kemaslahatan umat harus dilakukan dengan saksama dan penuh tanggung jawab. Tantawi dikenal sebagai sosok yang lemah lembut dan tak meledak-ledak. Tutur katanya sangat pelan dan santun. Namun, dari dalam dirinya muncul sebuah keberanian yang sangat luar biasa untuk menancapkan panji-panji moderasi. Semoga jasa beliau tersebut dapat menjadi teladan baik bagi generasi muda yang haus perubahan dan perbaikan umat ke arah yang lebih konstruktif. Selamat jalan, guruku. Zuhairi Misrawi Alumnus Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir, dan Ketua Moderate Muslim Society
- Akhir Sebuah Drama
- Memasyarakatkan Industri Pariwisata
- Industri (Kerajinan) Rakyat ; Memperkuat Sinergi Produksi dan Pasar Kerajinan
- Mengkritisi ’ Bahasa Jawa Day’ di Sekolah
- MENYAMBUT FESTIVAL MERAPI 2009 ; Kearifan Lokal Menopang Mitigasi Bencana
- Rendra dan Negeri Koruptor
- Kepemimpinan NU Masa Kini
- Obama dan Duri "Newspeak"