20 November 2009

» Home » Okezone » Perlu Konsep Politik Penegakan Hukum

Perlu Konsep Politik Penegakan Hukum

SAYA cenderung meninjaunya dari segi politik penegakan hukum (policy on legal enforcement). Pada awal reformasi GBHN tahun 1999, sudah dimonitor dan dievaluasi oleh MPR bahwa penegakan hukum sangat lemah.

Masyarakat hilang kepercayaan terhadap para komponen hukum, termasuk polisi. Ditinjau dari pendekatan politik penegakan hukum, sangat diperlukan ketegasan dan kepastian kebijakan pemerintah mengenai penegakan hukum. Jika dulu kebijakan itu ditetapkan MPR dalam GBHN, sekarang berada dalam RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional). Embrionya berawal dari kesepakatan presiden dan DPR dengan memanfaatkan materi visi dan misi presiden sewaktu menjadi calon.
Seyogianya kebijakan politik penegakan hukum ditegaskan dan kemudian disusul dengan rencana tindak lanjut oleh presiden sebagai top administrator, top manajemen negara. Kebijakan itu sebaiknya juga menegaskan porsi-porsi kewenangan di lembaga-lembaga penegakan hukum. Selama ini penegak hukum diartikan sangat sempit, hanya polisi, jaksa, dan hakim, padahal sebenarnya tidak. Politik hukum itu berawal dari legislatif yang membuat keputusan hukum berupa perundang-undangan. Begitu juga eksekutif, baru polisi, jaksa, hakim, ditambah pengacara dan notaris.

Di sinilah makin besar tanggung jawab politis presiden karena dalam genggam kebijakannya harus ditegaskan garis kebijakan penegakan hukum di negara ini. Yang kita lihat selama ini, seperti disinyalir dalam GBHN tahun 1999 oleh MPR, penegakan hukum masih lemah hingga hilang kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan seluruh komponen penegak hukum. Sudah hampir satu dasawarsa, penegakan hukum masih begitu-begitu juga, malah lebih parah. Di mana ganjalannya? Secara akademis dan analisis ilmiah, berawal dari ketidakpastian garis-garis penegakan hukum itu di dalam konteks pemerintahan sesudah reformasi.

Reformasi datang tanpa konsep yang jelas tentang ketatanegaraan dan sistem kekuasaan ke depan. Belum tampak konsep sistem ketatanegaraan ke depan yang lengkap. Kebijakan politik terhadap hukum juga tidak jelas. Seharusnya, ada suatu konsep kebijakan penegakan hukum yang tercantum dalam RPJPN disusul dengan peraturan perundang-undangan. Dari kebijakan ke regulasi kemudian menuju law enforcement harus dimonitor dan dievaluasi. Perlu dicari sejauh mana keberhasilan dan kegagalan penegakan hukum agar diperoleh umpan balik untuk kebijakan berikutnya.

Juru pantau ini seharusnya adalah legislatif. Persoalannya, adakah dalam pandangan konsep kerja legislatif kita yang paling baru mengenai pantauan terhadap kebijakan politik hukum kita? Adakah pengamatan terhadap kinerja dan track record komponen para penegak hukum tadi? Wilayah yang dipantau bermula dari lahirnya peraturan, kemudian peranan jaksa, polisi, hakim, dan notaris. Luas rambatan masalahnya. Tidak sekadar perseteruan Polri dan KPK. Kita melihat, tampak karut- marut penegakan hukum. Terjadi pertentangan politis dan yuridis penegak hukum. Itu semua terpampang di media (cetak), bahkan televisi (elektronik).

Semua menyentil itu seperti cerita sinetron yang tidak pernah tamat. Penonton yang menyaksikan hingga larut malam lama-lama akan bosan. Mari kita lihat KPK. Lembaga ini sebenarnya tidak disebut dalam konstitusi. Dari sudut ketatanegaraan, kehadiran KPK sifatnya ad hoc atau sementara. Kapan-kapan, semakin sukses penegakan hukum di negara ini, KPK tidak diperlukan lagi. Yang timbul sekarang ini dalam kemelut penegakan hukum, terjadi penjungkirbalikan, yaitu diduga ada yang berkepentingan agar KPK tidak eksis.

Padahal, KPK hanya bersifat temporer. Sebenarnya, jika dari awal polisi sebagai pengusut, jaksa sebagai penuntut, dan hakim sebagai pemutus kinerjanya bagus, dengan sendirinya KPK tidak diperlukan. Ketika KPK semakin dibutuhkan ke depannya, semakin tampak kelemahan pada komponen-komponen yang lain baik kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan.

Lebih parah lagi, kelemahan dalam kerja sama komponen hukum ini ditunggangi oleh pihak-pihak berkepentingan, termasuk pengusaha. Ke depan, kita perlu kerangka sistem ketatanegaraan yang lebih baik dalam hal penegakan hukum.(*)

PROF DR M SOLLY LUBIS, SH
Guru Besar Hukum Tata Negara USU 


Opini Okezone 20 November 2009