20 November 2009

» Home » Okezone » Pemikiran terhadap Rekomendasi Tim Delapan

Pemikiran terhadap Rekomendasi Tim Delapan

TIM Delapan telah menyerahkan enam rekomendasi kepada Presiden sebagai berikut.

Menghentikan proses hukum Bibit dan Chandra; menjatuhkan sanksi kepada pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan; melanjutkan reformasi institusional dan reposisi personel pada tubuh kepolisian, kejaksaan, KPK, dan LPSK; Memprioritaskan operasi pemberantasan makelar kasus di semua lembaga penegak hukum, termasuk di lembaga peradilan dan profesi advokat; Menuntaskan kasus korupsi Masaro, proses hukum terhadap Susno Duadji dan Lukas terkait dana Budi Sampoerna di Bank Century, serta kasus pengadaan SKRT Departemen Kehutanan; membentuk komisi negara untuk pembenahan lembaga-lembaga hukum.
Penyusunan rekomendasi dengan urutan yang demikian, menurut pendapat penulis, bukan tidak dengan maksud (berarti ada maksud). Maksud pertama adalah masukan kepada Presiden terkait dengan skala prioritas. Prioritas yang pertama adalah untuk "menghentikan proses hukum Bibit dan Chandra", kemudian diikuti yang lainnya sampai dengan yang terakhir adalah "membentuk komisi negara untuk pembenahan lembaga-lembaga hukum". Adapun maksud yang kedua adalah mengerjakan yang "ringan" dan mendesak terlebih dulu sebelum memperhatikan rekomendasi yang kemudian sangat kompleks.

Maksud ketiga, menyelesaikan masalah yang lebih diperhatikan oleh publik, yaitu "menghentikan proses hukum Bibit dan Chandra" dibandingkan dengan "membentuk komisi negara untuk pembenahan lembaga-lembaga hukum". Maksud keempat, rekomendasi "menghentikan proses hukum Bibit dan Chandra" adalah pokoknya, sedangkan yang lainnya (lima sisanya) adalah merupakan rekomendasi ikutan terhadap isi dari rekomendasi yang pertama. Saya ingin mengajak pembaca untuk memperhatikan rekomendasi yang pertama, yaitu menghentikan proses hukum Bibit dan Chandra.

Tentunya suatu hal yang menarik untuk memperhatikan rekomendasi tersebut Menarik karena sebagian besar masyarakat yang mengikuti permasalahan antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan berawal dari tindakan kepolisian yang telah memproses hukum sampai melaksanakan upaya paksa penahanan kepada Bibit dan Chandra. Tidak salah apabila yang diperhatikan oleh publik adalah kelanjutan proses hukum bagi keduanya. Apa kira-kira yang menjadi makna "menghentikan proses hukum Bibit dan Chandra" dan tentunya prediksi kelanjutan dari rekomendasi tersebut.

Menurut pendapat penulis, makna dari rekomendasi pertama "menghentikan proses hukum Bibit dan Chandra" adalah perkara yang menyangkut keduanya, yaitu sangkaan sebagai orang/tersangka yang telah menerima suap dan atau melakukan pemerasan dan atau penyalahgunaan kewenangan harus berhenti menurut hukum sampai di posisi sekarang. Kemudian harus dikembangkan apa makna dari berhenti atau batasan dari kata "berhenti" tersebut menurut hukum yang berlaku. Dalam kajian hukum acara pidana, makna berhenti yang pertama adalah berhenti untuk sementara.

Arti berhenti sementara, saat sekarang perkaranya dihentikan namun tidak menutup kemungkinan di suatu saat perkara akan dibuka kembali dan akan dilanjutkan. Makna dari berhenti untuk sementara ini dapat ditemukan apabila penyidik mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atau pihak jaksa penuntut umum melakukan penghentian penuntutan.

Diposisikan sebagai berhenti untuk sementara dari penyidikan atau penghentian penuntutan dengan alasan (lihat Pasal 109 ayat 2 dan Pasal 140 ayat 2 a dari UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana) saat sedang disidik atau dituntut terdapat kekurangan bukti atau peristiwa hukum tersebut bukan merupakan tindak pidana, atau penyidik atau penuntut umum menghentikannya demi hukum (lihat dasar penghapus penuntutan yang diatur di dalam Bab VIII KUHP dari Pasal 76 tentang ne bis in idem; Pasal 77 jika pelaku meninggal dunia atau Pasal 78 dan 79 tentang kedaluwarsa penuntutan).

Dalam posisi hukum seperti ini, suatu saat dengan batas waktu sebelum kedaluwarsa penuntutannya kasus dapat dibuka kembali. Makna yang kedua adalah berhenti untuk selamanya (permanen). Berhenti untuk selamanya (permanen) mempunyai makna bahwa dari bukti yang ada (bukti adalah alat bukti yang sah ditambah dengan barang bukti) tidak terdapat tindak pidana. Tidak berbicara kurangnya bukti. Memang buktinya cukup, tapi dari bukti-bukti yang ada tidak terdapat tindak pidana. Juga tidak karena perkara tersebut bukan merupakan tindak pidana.

Itu merupakan perkara pidana, namun dari bukti-bukti yang ada tidak terdapat tindak pidana. Hal tersebut tidak tertutup kemungkinan terjadi pada kasus Bibit dan Chandra. Apalagi dikuatkan dengan isi rekomendasi kedua, yaitu "menjatuhkan sanksi kepada pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan" maka akan semakin membenarkan bahwa dalam kasus Bibit dan Chandra seharusnya direkomendasikan sebagai tidak ada kasus.

Alasannya, bukti yang mendukung adanya kasus tidak ada, atau karena terdapat bukti aparat dengan sengaja memaksakan proses hukum. Memaksakan proses hukum dapat diartikan dalam keadaan wajar atau tanpa adanya paksaan. Dari bukti-bukti yang ada tidak akan terjadi proses hukum atau akan menjadi suatu kasus. Adanya suatu kasus karena terdapatnya pemaksaan proses hukum. Dalam posisi berhenti untuk selamanya (permanen) karena tidak ada kasus, maka perkara sampai kapan pun tidak akan dapat dibuka kembali.

Hal itu agar terdapat jaminan hukum yang pasti buat para pencari keadilan. Menjadi pertanyaan, manakah yang dimaksud oleh Tim Delapan? Kalau memang buktinya adalah terdapat pemaksaan proses hukum, sehingga perlu adanya "menjatuhkan sanksi kepada pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan," maka tentunya bukan berhenti sementara yang direkomendasikan, tapi berhenti selamanya.(*)

RUDY SATRIYO MUKANTARDJO
Dosen Hukum Pidana FHUI 


Opini Okezone 21 November 2009