15 Desember 2010

» Home » AnalisaDaily » Opini » Katanya Ya, Gitu Sich...!

Katanya Ya, Gitu Sich...!

Seorang ibu selalu setia menunggu anaknya hingga bel berbunyi pertanda usai sudah pelajaran di sekolah.
Kesetiaan ibu ini, wujud dari perhatian dan kasih sayang terhadap si anak yang masih duduk di sekolah dasar kelas 1. Tentu saja anak itu tadi masih belia dan masih lugu. Dengan harapan dalam diri si ibu, anaknya itu kelak tumbuh menjadi dewasa terwujudlah keinginan dan cita-citanya.
Selain rasa cinta kasih, si ibu tadi menunggu anaknya hingga pulang sekolah karena takut dan khawatir akan isu yang kerap menerpa akhir-akhir ini. Isu penculikan terhadap anak-anak seakan tak lepas dari benak dan kekhawatiran si ibu. Padahal, sebelumnya si ibu itu hanya mengantar anaknya ke sekolah, lalu kembali dan akhirnya datang di saat-saat jam pelajaran sekolah beranjak usai. Tapi kali ini, si ibu terus mengawasi gerak-gerik anaknya.
Seorang guru memberanikan diri untuk sekedar bertanya kepada si ibu. Lho..!! Akhir-akhir ini ibu terus di sekolah sampai anaknya pulang, tanya si guru itu. Ia bu guru, jawab si ibu sambil tersipu malu. Kenapa ? ingin tahu guru itu.
Ah..!! tidak apa-apa bu, saya agak khawatir saja, terang si ibu. Khawatir tentang apa, desak si guru. Khawatir atas anak saya yang akhir ini banyaknya penculikan, setelah diculik lalu diambil salah satu organ tubuhnya untuk di jual ucap si ibu dengan rawut wajah terlihat takut. Apa benar isu itu ? Atau memang sudah ada yang ibu tahu ada anak yang di culik, tanya si guru. Katanya ya gitu sich...! jawab si ibu.
Tak lama menjelang bel pelajaran usai, datang lelaki muda dengan mengendarai sepeda motor. Kelihatannya lelaki itu juga ingin menjemput anaknya sedang belajar di sekolah itu. Sepeda motornya diparkirkan di sudut dinding sekolah, lalu ia berjalan sambil membuka helm dan duduk persis pada bangku dekat pintu kantor sekolah.
Berjarak 6 menit, seorang lelaki tinggi, bertubuh gempal dan berkumis keluar dari kantor sekolah itu. Beliau adalah kepala sekolah yang sudah bertugas berkisar 18 tahun di sekolah itu.
Dengan senyum ramah, kepala sekolah itu menyapa lelaki muda yang duduk sambil menunggu anaknya. Mereka duduk berdampingan sambil membuka cerita ringan antara guru dengan wali murid. Rokok pun di tawarkan maka larutlah mereka dengan obrolan siang sambil menunggu bel berbunyi.
Lelaki muda itu membuka obrolan ringan sambil menghisap rokok kretek yang ada di kantongnya. Waktu saya menuju ke sekolah, jalanan macet sekali, ungkap lelaki itu. Makin hari makin tak nyaman mengemudi kenderaan di jalan raya, timpal lelaki itu. Lelaki itu terus cerita tentang pengalamannya di jalan raya, sementara kepala sekolah itu dengan tekun mendengarnya.
Lelaki itu terus mengeluh sambil berceloteh. Perubahan arus lalu lintas membuat kelancaran semakin parah. Median jalan di bongkar justru yang terjadi pemborosan dan tak mengurangi masalah lalu lintas.
Hampir di setiap jalan terpampang spanduk yang bertulis kata tentang patuhi lalu lintas, tentang taat undang-undang, tentang hidup lampu di siang hari bagi pengemudi sepeda motor, tentang tak boleh menggunakan handphone saat mengemudi, tentang safety belt, tentang lajur kiri dan tentang lainnya. Tapi tetap saja semua itu dilanggar sama pengemudi kenderaan. Spanduk itu hanya menjadi hiasan kota yang akhirnya menjadi sampah reklame yang merusak keindahan kota.
Anehnya, ada spanduk terpajang jelas di setiap persimpangan, sementara di situ berdiri petugas kepolisian sambil mengatur lalu lintas. Di saat yang sama ada berbagai jenis kenderaan terutama sepeda motor berhenti sambil menunggu tanda rambu lampu merah usai waktunya. Tak satu pun sepeda motor itu menghidupkan lampu di siang itu, tapi sang petugas menganggap keadaan itu tidak ada yang menyalah, atau dipersalahkan.
Padahal kata-kata spanduk itu terus berteriak hidupkan lampu di siang hari bagi pengemudi sepeda motor. Petugasnya diam, pengemudinya cuek. Petugasnya acuh, pengemudinya mengkicuh.
Lalu kepala sekolah itu memotong pembicaraan lelaki itu sambil berkata, tapi kalau dilanggar kenda denda? Katanya ya gitu sich....! jawab lelaki itu.Hukum Ditulis tapi Tidak Untuk Dilaksanakan
Kepala sekolah itu memberikan pandangan luasnya. Beginilah bangsa kita ini, hukum ditulis tapi tidak untuk dilaksanakan. Undang-undang dirampungkan dengan biaya mahal, tapi pelaksanaannya selalu kendor.
Hukum lapangan lebih berlaku dibandingkan hukum yang sudah disandang. Keputusan selalu berubah melihat keadaan, padahal hukum tertulis bertentangan dengan keadaan. Tatkala dipertanyakan, yang ada hanya jawaban "katanya ya gitu sich...!!! ujar kepala sekolah itu.
Masyarakat kita dapat dengan mudah membalikkan fakta. Masyarakat kita mudah pula terprovokasi oleh isu yang belum jelas. Sesuatu yang belum jelas disimpulkan sendiri seakan benar kejadiannya. Akhirnya yang timbul keresahan yang tak berdasar, malah merugikan diri sendiri. Kita bagaikan terhipnotis dengan sebuah perkataan, dan semua itu berakhir dengan sebuah "Katanya, Ya Gitu Sich...!! terang kepala sekolah dengan yakin.
Sang Kepala Sekolah berkata bagaikan seorang pakar yang tiada hentinya memberikan pandangan akademiknya. Lelaki muda itu berbalik dengan tekun mendengar celoteh kepala sekolah itu.
Tanpa sengaja lelaki itu bertanya kepada kepala sekolah itu. Oh ya pak, untuk semester ini kenapa anak saya belum terima dana BOS, padahal surat edaran yang saya peroleh seharusnya dua bulan yang lalu?
Oh benar, uangnya belum cair, jadi siswa belum bisa menerimanya, jelas kepala sekolah. Tapi kenapa sekolah lain sudah berjalan pak, ingin tahu lelaki itu. Kepala sekolah itu hanya diam tanpa tak menjawab pertanyaan lelaki itu. Kenapa diam pak, maaf ya pak, apakah mungkin dana BOS itu pun terpakai oleh kepentingan seseorang? desak lelaki itu. Kepala sekolah seakan terdesak sulit menjawab, tapi anehnya dia menjawab pertanyaan lelaki itu dengan ucapan, "katanya ya gitu sich...!!
Tak sadar bel pertanda usai sekolah berbunyi, lelaki itu hanya mendengar jawaban "katanya ya gitu sich". Lalu lelaki itu bangkit permisi sambil menjemput anaknya yang sudah keluar dari kelasnya.
Sambil berjalan menghampiri anaknya, lelaki muda itu berkata dalam bathinnya, sama saja ternyata dia pun juga masih terhipnotis dengan "katanya ya gitu sich". Jangan-jangan kepala sekolah itu juga "katanya ya gitu sich". Naudzubillahi min dzalik...!***
Penulis, Ketua PD Mabmi Kota Medan, Wakapolres Tebing Tinggi. Bpk.Sepeda Ontel Sumut FB: Safwan Khayat Email; safwan38@ymail.com
Opini Analisa Daily 15 Desember 2010